Si Bangau Merah Jilid 01
Hujan pertama yang turun tadi malam amat lebat, deras dan merata sampai puluhan li jauhnya. Hujan yang melegakan hati para petani, melegakan tanah kering yang sudah berbulan-bulan merindukan air. Pagi hari ini udara sangat cerah, seolah matahari lebih berseri dari pada biasanya, seperti wajah seorang kanak-kanak tersenyum dan tertawa sehabis menangis. Kewajaran yang indah tak ternilai.
Seluruh permukaan bumi segar berseri seperti seorang puteri jelita baru keluar dari danau sehabis mandi bersih. Daun-daunan nampak hijau segar dan basah, demikian pula bunga-bunga, walau pun tidak tegak lagi melainkan lebih banyak menunduk karena hembusan air dan angin semalam. Tanah yang barusan disiram air selagi kehausan itu mengeluarkan uapan bau tanah yang sedap, bau yang mengingatkan orang pada masa kanak-kanak ketika dia bermain-main dengan lumpur yang mengasyikkan.
Burung-burung pun lebih lincah pagi itu. Suasana yang menakutkan mereka semalam, hujan dan angin ribut, merupakan bahaya mala petaka yang sudah lewat dan mereka menyambut munculnya matahari pagi dengan kicau saling sahut, dan mereka siap-siap berangkat bekerja mencari makan. Kegembiraan nampak pada wajah para petani yang memanggul cangkul, berangkat ke sawah ladang yang sekarang kembali menjadi subur menumbuhkan harapan hasil panen yang baik.
Segala sesuatu di dunia ini nampak indah selama kita tidak menyimpan kenangan masa lalu. Kenangan hanyalah menimbulkan perbandingan dan perbandingan menghilangkan keindahan saat ini.
"Yo Han, engkau ini bagaimana? Aku dan suhu-mu bersungguh-sungguh mengajarkan dasar-dasar ilmu silat kepadamu, akan tetapi engkau selalu acuh menerimanya, bahkan tidak mau berlatih."
Suara wanita yang mengomel ini pun merupakan sebagian dari keindahan pagi itu kalau tidak dinilai. Perusak keindahan adalah penilaian dan perbandingan.
Anak laki-laki itu berusia dua belas tahun. Dia berdiri dengan sikap hormat, akan tetapi pandang matanya sama sekali tidak memperlihatkan rasa takut kepada wanita yang menegurnya, wanita yang duduk di atas bangku di depannya. Mereka berada di kebun yang terletak di belakang rumah, di mana tadi anak laki-laki itu menyapu kebun yang penuh dengan daun-daun yang berguguran semalam.
Wanita itu adalah Kao Hong Li atau Nyonya Tan Sin Hong. Suami isteri pendekar ini sejak menikah lima tahun yang lalu, tinggal di kota Ta-tung, di sebelah barat kota raja Peking, di mana mereka membuka sebuah toko rempah-rempah serta hasil pertanian dan perkebunan.
Tan Sin Hong adalah seorang pendekar yang terkenal, walau pun kini dia hidup dengan tenang dan tenteram di kota Ta-tung, tak lagi bertualang di dunia persilatan. Dia pernah terkenal sekali dengan julukannya Pendekar Bangau Putih atau Si Bangau Putih.
Julukannya ini adalah karena dia merupakan satu-satunya pendekar yang menguasai ilmu silat Pek-ho Sin-kun (Silat Sakti Bangau Putih) ciptaan dari mendiang tiga orang sakti yang menggabungkan ilmu-ilmu mereka, yaitu mendiang Kao Kok Cu Si Naga Sakti Gurun Pasir, isterinya Wan Ceng, dan Tiong Khi Hwesio atau Wan Tek Hoat yang pernah terkenal dengan julukan Si Jari Maut!
Si Bangau Putih Tan Sin Hong pernah menggemparkan dunia persilatan dengan ilmu-ilmunya yang dahsyat. Akan tetapi setelah menikah, dia hidup dengan tenang tenteram bersama isterinya di kota Ta-tung, walau pun usianya masih sangat muda, yaitu baru dua puluh tujuh tahun. Kesukaannya akan pakaian berwarna putih membuat dia lebih dikenal sebagai Si Bangau Putih.
Tan Sin Hong seorang pria yang nampaknya biasa dan sederhana saja, sikapnya selalu lembut dan ramah. Hanya pada matanya sajalah nampak bahwa dia bukanlah orang sembarangan. Matanya itu kadang mencorong penuh kekuatan dan kewibawaan.
Isterinya yang kini duduk di kebun itu bernama Kao Hong Li, berusia dua puluh enam tahun. Isteri Si Bangau Putih itu pun bukan wanita sembarangan. Ia puteri pendekar Kao Cin Liong, bahkan cucu Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir. Tidak mengherankan kalau nyonya muda ini pun memiliki ilmu silat yang hebat, walau pun tidak sehebat suaminya. Sukarlah mencari seorang yang cukup lihai untuk mampu menandingi Kao Hong Li.
Kao Hong Li ialah seorang wanita yang cantik. Wajahnya bulat telur dan kecantikannya terutama terletak kepada sepasang matanya yang lebar dan jeli. Sikapnya lincah, gagah dan juga galak. Ia seorang wanita yang cerdik, pandai bicara. Seperti juga Tan Sin Hong yang pernah menikah dengan wanita lain kemudian bercerai, Kao Hong Li juga seorang janda muda ketika menikah dengan Sin Hong.
Meski dua orang pendekar ini saling mencinta ketika mereka masih perjaka dan gadis, namun keadaan membuat mereka tidak berjodoh dan menikah dengan orang lain. Tan Sin Hong pernah menikah dengan Bhe Siang Cun, puteri guru silat Ngo-heng Bu-koan, sedangkan Kao Hong Li menikah dengan Thio Hui Kong, putera seorang jaksa di kota Pao-teng.
Namun, karena pernikahan ini tidak dilandasi cinta, sebentar saja terjadi keretakan dan akhirnya keduanya bercerai dari isteri dan suami masing-masing. Saat dalam keadaan menjadi duda dan menjadi janda inilah mereka saling berjumpa kembali dan kegagalan perjodohan mereka masing-masing itu semakin mendekatkan dua hati yang memang sejak dahulu sudah saling mencinta itu. Dan mereka pun menjadi suami isteri.
Suami isteri yang saling mencinta itu hidup cukup berbahagia, dan setahun setelah pernikahan mereka, mereka dikaruniai seorang puteri yang mereka beri nama Tan Sian Li, yang kini telah berusia empat tahun.
Ada pun anak laki-laki berusia dua belas tahun yang sepagi itu telah menerima teguran Kao Hong Li, adalah murid suami isteri itu. Namanya Yo Han dan sejak lima tahun yang lalu dia sudah diambil murid oleh Tan Sin Hong. Yo Han adalah seorang anak yatim piatu. Ayah ibunya telah tewas di tangan tokoh-tokoh sesat.
Ayah Yo Han seorang petani yang jujur dan sama sekali tidak pandai ilmu silat, akan tetapi dia memiliki watak yang gagah perkasa melebihi seorang pendekar silat! Ibu anak itu seorang tokoh kang-ouw yang amat terkenal, bahkan dahulunya sebelum menikah dengan Yo Jin, yaitu ayah Yo Han, wanita itu merupakan seorang tokoh sesat yang ditakuti orang. Namanya Ciong Siu Kwi dan ia dijuluki Bi Kwi (Setan Cantik) karena biar pun wajahnya cantik jelita, namun ia jahat seperti setan!
Setelah bertemu Yo Jin dan menikah dengan pemuda dusun yang sama sekali tidak mampu bermain silat itu, wataknya lantas berubah sama sekali. Ia menyadari semua kesalahannya dan ia hidup sebagai seorang isteri yang baik, bahkan setelah melahirkan Yo Han, ia menjadi seorang ibu yang sangat baik. Akan tetapi, agaknya latar belakang kehidupannya mendatangkan mala petaka.
Pohon yang ditanamnya dahulu itu berbuah sudah dan ia pula yang harus memetik dan makan buahnya. Meski ia sudah berusaha untuk menjauhkan diri dari dunia kang-ouw, bahkan dari dunia persilatan, namun tetap saja musuh-musuh mencarinya! Melibatkan suami dan puteranya pula sehingga untuk menyelamatkan anak dan suami, terpaksa Bi Kwi Ciong Siu Kwi mencabut kembali pedangnya!
Dan akibatnya, ia dan suaminya tewas di tangan tokoh-tokoh sesat. Masih baik bagi anaknya bahwa dia, yaitu Yo Han, dapat tertolong oleh Tan Sin Hong yang kemudian mengambilnya sebagai murid. Demikianlah riwayat singkat Yo Han dan kedua orang gurunya.
Dan semenjak gurunya, Tan Sin Hong, menikah dengan Kao Hong Li dan tinggal di kota Ta-tung, Yo Han bekerja dengan rajin sekali. Walau pun gurunya telah berhasil dalam usaha perdagangannya, dan sudah mampu menggaji pelayan, namun tetap saja Yo Han membantu semua pekerjaan dari menyapu kebun, membersihkan perabot rumah dan sebagainya. Tidak ada yang menyuruhnya, melainkan karena dia suka bekerja, dia suka mengerjakan kaki tangannya.
Sejak menjadi murid Sin Hong, pendekar ini mengajarkan ilmu silat dasar kepada Yo Han. Akan tetapi sungguh mengherankan sekali, anak itu tidak suka belajar silat. Dia lebih tekun belajar membaca dan menulis sehingga dalam usia dua belas tahun, dia telah mampu membaca kitab-kitab sastra dan filsafat yang berat-berat seperti Su-si Ngo-keng! Dia pandai pula menulis sajak, pandai bermain suling dan pandai bernyanyi! Akan tetapi, selama lima tahun menjadi murid Si Bangau Putih Tan Sin Hong, dia belum mampu melakukan gerakan menendang atau memukul yang benar!
Tan Sin Hong dapat memaklumi keadaan muridnya itu. Dia teringat betapa dahulu, ayah dan ibu anak ini selalu menjaga agar putera mereka tidak mengenal ilmu silat. Mereka mengajarkan ilmu baca-tulis kepada putera mereka, akan tetapi Yo Han sama sekali tidak diperkenalkan dengan ilmu silat. Hal ini dikehendaki oleh Yo Jin, dan Bi Kwi juga menyetujui karena suami isteri ini melihat kenyataan betapa dunia persilatan penuh dengan kekerasan, dendam dan permusuhan.
Bahkan Bi-kwi sendiri benar-benar meninggalkan dunia persilatan, hanya hidup sebagai seorang isteri dan ibu di dusun, sebagai petani yang hidup sederhana namun tenteram penuh damai. Karena memaklumi bahwa pendidikan ayah ibu ini ikut pula membentuk watak dan kepribadian Yo Han, maka biar pun dia melihat betapa Yo Han sama sekali tidak suka mempelajari ilmu silat, dia pun tidak pernah menegur.
Akan tetapi, yang suka mengomel dan merasa penasaran adalah isterinya, Kao Hong Li. Wanita ini memiliki watak yang lincah, gagah dan juga galak. Ia merasa penasaran bukan main melihat Yo Han tidak pernah memperhatikan pelajaran ilmu silat, bahkan mengacuhkannya sama sekali. Padahal, mereka, terutama suaminya, sudah berusaha sedapatnya untuk menjadi seorang guru yang baik bagi Yo Han.
Apa akan kata orang dunia persilatan kalau melihat Yo Han menjadi seorang yang sama sekali tidak tahu ilmu silat, padahal dia adalah murid ia dan suaminya? Yang tidak tahu tentu mengira bahwa mereka suami isteri memang tidak bersungguh hati mengajarkan silat kepada Yo Han, bahkan tentu disangkanya membenci anak itu.
Padahal ia dan suaminya amat menyayang Yo Han. Anak itu mereka anggap sebagai anak sendiri, atau adik sendiri. Apa lagi Yo Han adalah seorang anak yang tahu diri, amat pandai membawa diri, rajin bekerja, juga amat cerdik. Mempelajari segala macam kepandaian, dia cerdik luar biasa, akan tetapi hanya satu hal dia tidak peduli, yaitu ilmu silat.
Pagi hari itu, karena telah merasa kesal sekali melihat Yo Han hanya bekerja di kebun, sama sekali tidak mau berlatih silat, Kao Hong Li tak dapat menahan kesabaran hatinya lagi dan ia pun menegur muridnya.
"Nah, hayo jawab. Kenapa engkau tak mau melatih ilmu-ilmu silat yang sudah diajarkan oleh suhu-mu dan aku? Sudah berapa banyak ilmu silat yang kami ajarkan kepadamu, yang semua teorinya engkau sudah hafal, akan tetapi belum pernah aku melihat engkau mau melatihnya! Hayo jawab sekarang, Yo Han, jawablah sejujurnya, mengapa engkau tidak mau berlatih silat?"
Sejak tadi anak itu menatap wajah subo-nya (ibu gurunya), dengan sikap tenang dan pandang mata lembut, wajah tersenyum seperti seorang tua melihat seorang anak kecil yang marah-marah!
"Benarkah Subo menghendaki teecu (murid) bicara terus terang sejujurnya, dan Subo tidak akan menjadi marah, apa pun yang menjadi jawaban teecu?"
"Kenapa mesti marah? Dengar baik-baik, Yo Han. Pernahkah aku atau suhu-mu marah-marah jika engkau memang bertindak benar? Selama ini, kami harus mengakui bahwa engkau seorang anak yang baik dan seorang murid yang patuh, juga rajin bekerja dan semua ilmu pengetahuan dapat kau kuasai dengan baik dan kau pelajari dengan tekun. Kecuali ilmu silat! Kalau memang jawaban dan keteranganmu sejujurnya dan benar, mengapa aku harus marah? Kalau aku ini menegurmu karena engkau tidak mau berlatih silat, bukanlah untuk kepetinganku, melainkan demi masa depanmu sendiri.”
Anak itu memandang kepada subo-nya dengan mata membayangkan keharuan hatinya. Setelah gurunya selesai bicara, dia pun menarik napas panjang.
"Subo, teecu tahu benar betapa Subo dan Suhu amat sayang kepada teecu, amat baik kepada teecu. Teecu tak habis merasa bersyukur dan berterima kasih atas segala budi kebaikan Subo dan Suhu, Dan maafkanlah kalau tanpa sengaja teecu telah membuat Subo dan Suhu kecewa, menyesal dan marah. Sekarang, teecu hendak menjawab secara terus terang saja, sebelumnya mohon Subo memaafkan teecu."
Diam-diam Kao Hong Li memandang kagum. Sering ia merasa kagum kepada anak ini. Bicaranya demikian lembut, sopan, teratur seperti seorang dewasa saja, yang terpelajar tinggi pula!
"Katakanlah jawabanmu kenapa engkau tidak suka berlatih silat. Aku tak akan marah," katanya, kini suaranya tidak keras penuh teguran lagi.
"Subo, teecu suka mempelajari ilmu silat karena di situ teecu menemukan keindahan seni tari, juga teecu menemukan olah raga yang menyehatkan dan menguatkan badan, memperbesar daya tahan terhadap penyakit dan kelemahan. Akan tetapi, teecu tidak suka melatihnya karena teecu melihat bahwa di dalam ilmu silat terdapat kekerasan pula. Karena itu, maka ilmu silat itu jahat!"
Sepasang mata Kao Hong Li yang memang lebar dan jeli itu terbelalak semakin lebar. "Jahat...?!"
"Ya, tentu jahat, Subo. Ilmu silat adalah ilmu memukul orang, bahkan membunuh orang lain. Apa ini tidak jahat namanya?"
"Wah, pendapatmu itu terbalik sama sekali, Yo Han! Justru ilmu silat membuat kita dapat membela diri terhadap kejahatan, juga dapat kita pergunakan untuk membasmi kejahatan. Kalau ilmu silat dipergunakan untuk kejahatan, tentu saja tidak benar. Akan tetapi ilmu silat dapat dipergunakan untuk menentang kejahatan, seperti yang dilakukan para pendekar. Ilmu silat adalah ilmu bela diri, baik dari serangan orang jahat mau pun binatang buas. Yang jahat itu bukan ilmu silatnya, seperti juga segala macam ilmu di dunia ini. Jahat atau tidaknya, baik atau tidaknya, tergantung dari manusianya, bukan dari ilmunya. Ilmu silat atau ilmu apa pun tidak akan ada artinya tanpa Si Manusia yang mempergunakannya."
Yo Han mengangguk-angguk. “Teecu mengerti, Subo. Semua yang Subo katakan itu memang kenyataan dan benar adanya. Baik atau buruk tergantung pada orang yang menguasainya. Seperti Suhu dan Subo, walau pun ahli-ahli ilmu silat, namun sama sekali tidak jahat. Yang membuat teecu tidak mau melatih diri dengan ilmu silat adalah karena melihat sifat dari ilmu silat itu. Sifatnya adalah kekerasan, perkelahian, saling bermusuhan. Itulah yang membuat teecu tidak suka menguasainya.”
Kao Hong Li sudah mulai merasa perutnya panas. Ia memang galak dan teguh dalam pendiriannya. "Yo Han, lupakah engkau bahwa kalau tidak ada ilmu silat, engkau sudah mati sekarang ketika engkau terjatuh ke tangan para tokoh sesat?"
"Maaf, Subo. Nyawa kita berada di tangan Tuhan! Kalau Tuhan belum menghendaki teecu mati, biar diancam bahaya bagaimana pun juga, ada saja jalannya bagi teecu untuk terhindar dari kematian. Sebaliknya, kalau Tuhan sudah menghendaki seseorang mati, biar dia memiliki kesaktian setinggi langit sedalam lautan, tetap saja dia tidak akan mampu menghindarkan diri dari kematian. Bukankah begitu, Subo?"
Diam-diam Kao Hong Li terkejut. Dari mana anak ini dapat pengertian seperti itu?
"Anak baik, biar nyawa berada di tangan Tuhan, akan tetapi sudah menjadi kewajiban setiap orang manusia untuk menjaga diri, untuk selalu berusaha menyelamatkan diri dari segala ancaman. Dan ilmu silat dapat menjamin kita untuk menyelamatkan diri dari ancaman orang jahat atau binatang buas."
"Subo, maafkan kalau teecu berterus terang. Teecu selalu ingat betapa Ayah dan Ibu tewas, karena Ibu pernah berkecimpung di dunia persilatan. Ibu sudah terlalu banyak menanam permusuhan, sudah terlalu banyak bergelimangan kekerasan, maka akhirnya Ibu tewas dalam kekerasan pula, bahkan membawa Ayah menjadi korban. Selain itu, sudah banyak teecu mendengar kisah yang dituturkan oleh Subo dan Suhu, kisah para pendekar sakti. Mereka itu hampir semua tewas dalam perkelahian, dalam kekerasan."
"Kau keliru, Yo Han. Memang benar bahwa banyak pendekar tewas dalam perkelahian, seperti juga sebagian besar prajurit tewas dalam pertempuran. Akan tetapi, justru itu adalah kematian terhormat bagi seorang pendekar. Tewas dalam melaksanakan tugas menentang kejahatan adalah kematian yang terhormat!"
"Membunuh atau terbunuh merupakan kematian terhormat, Subo? Ahh, teecu tak dapat menerimanya. Semua kepandaian yang dimiliki manusia didapatkan karena kekuasaan dan kemurahan Tuhan. Juga ilmu silat. Akan tetapi sungguh sayang bahwa kemurahan dan kekuasaan Tuhan itu diselewengkan oleh manusia untuk saling bunuh. Tidak, Subo. Teecu tidak mau membunuh orang! Teecu tidak mau belajar ilmu silat, ilmu memukul dan membunuh orang."
Kao Hong Li menjadi semakin marah. "Bagaimana kalau engkau sekali waktu diancam oleh orang jahat untuk dibunuh?"
"Tentu teecu akan berusaha untuk menyelamatkan diri, melindungi diri dengan segala kekuatan dan kemampuan yang ada, akan tetapi bukan berarti teecu akan berusaha membunuhnya. Jika teecu sudah berusaha sekuatnya untuk melindungi diri, cukuplah."
"Hemm, bagaimana engkau akan mampu melindungi dirimu dari serangan orang jahat yang hendak membunuhmu kalau engkau tidak pandai ilmu silat?"
"Teecu serahkan saja kepada Tuhan! Sudah teecu katakan tadi bahwa nyawa berada di tangan Tuhan. Kalau Tuhan belum menghendaki teecu mati di tangan penjahat itu, tentu teecu akan dapat menghindarkan diri."
Kao Hong Li sudah kehilangan kesabarannya. Dia bangkit berdiri dan menatap wajah anak itu. "Yo Han, aku khawatir bahwa engkau sudah dihinggapi kesombongan besar yang tolol!"
"Maafkan teecu, Subo," kata Yo Han sambil menundukkan mukanya.
"Bocah sombong! Kalau engkau tidak mau belajar silat, kalau engkau menganggap bahwa belajar silat itu salah, lalu engkau mau belajar apa? Engkau menjadi murid suami isteri pendekar, kalau tidak mau belajar silat dari kami, lalu mau belajar apa?"
"Teecu ingin belajar hidup yang benar dan sehat, belajar untuk menjadi manusia yang berguna, baik bagi diri sendiri, bagi orang lain, dan bagi Tuhan. Teecu akan mempelajari segala ilmu yang berguna dan indah, sastra, seni apa saja, asalkan bukan ilmu yang merusak..."
"Sombong!" Kao Hong Li membentak, kini ia sudah marah. "Kau mau bilang bahwa ilmu silat adalah ilmu yang merusak?"
Pada saat itu, muncullah Tan Sin Hong. Sejak tadi dia sudah mendengar percakapan antara isterinya dan murid mereka. Dia tidak menyalahkan isterinya yang marah-marah. Dia sendiri pun tentu akan marah kalau saja dia tidak teringat akan keadaan Yo Han di waktu kecilnya.
"Aihh, ada apakah ini sepagi ini sudah ribut-ribut?" Sin Hong menegur sambil tersenyum tenang.
Melihat suaminya datang, Kao Hong Li segera menuding kepada Yo Han.
"Coba lihat muridmu ini! Dia menjadi murid kita tentu kita beri pelajaran ilmu silat. Ehh, dia malah menganggap bahwa ilmu silat itu ilmu yang jahat, ilmu yang merusak! Apa tidak membikin panas perut?"
"Sudahlah, nanti kita bicarakan lagi hal itu," Sin Hong menghibur isterinya, lalu bertanya kepada Yo Han. "Yo Han, apakah engkau lupa bahwa hari lusa adalah suatu hari yang bahagia? Nah, ada peristiwa bahagia apakah hari lusa itu?"
Yo Han mengangkat mukanya dan wajahnya berseri-seri memandang kepada suhu-nya yang telah mengalihkan percakapan yang membuat hatinya merasa tidak enak terhadap subo-nya tadi.
"Teecu tahu, Suhu. Besok lusa adalah hari ulang tahun yang ke empat dari Sian Li."
"Ha, jadi engkau ingat? Dan sudahkah engkau mempersiapkan hadiahmu untuk adikmu itu?"
Yo Han menggeleng kepala. "Belum, Suhu."
Yo Han amat mencinta adiknya, puteri kedua orang gurunya itu. Bahkan sejak Sian Li bisa merangkak, Yo Han lah yang selalu mengasuhnya dan mengajaknya bermain-main sehingga Sian Li juga amat sayang kepadanya.
Sin Hong mengeluarkan uang dari saku bajunya dan menyerahkannya kepada Yo Han. "Nah, ini uang boleh kau pakai untuk membelikan hadiahmu untuk Sian Li."
Akan tetapi Yo Han menggeleng kepalanya, "Suhu, teecu ingin memberi hadiah sesuatu yang merupakan hasil pekerjaan tangan teecu sendiri kepada adik Sian Li."
"Hemm..." Sin Hong menyimpan kembali uangnya. "Dan sudah kau buatkan itu?
"Belum, Suhu!"
"Kalau begitu, mulai hari ini kau boleh mulai mengerjakannya. Jangan bantu pekerjaan tukang kebun dan pelayan, tapi selesaikan membuat hadiahmu untuk adikmu."
Berseri wajah Yo Han. Memang dua orang gurunya tidak pernah menyuruh dia bekerja, akan tetapi dia sendiri yang merasa tidak enak kalau harus menganggur. Selalu ada saja yang dia kerjakan. Sekarang gurunya memberi dia kesempatan sepenuhnya untuk membuatkan hadiah untuk Sian Li.
"Baik, terima kasih, Suhu. Sekarang pun teecu hendak mulai membuatkan hadiah itu!" Dan dia pun pergi meninggalkan kebun itu, menuju ke sungai kecil yang mengalir di sebelah selatan rumah itu.
Setelah Yo Han pergi, baru Sin Hong bicara dengan isterinya. "Sudahlah, kalau dia tidak mau berlatih silat, kita tidak perlu memaksanya. Kita sudah mengajarkan ilmu-ilmu kita yang paling baik, dan dia sudah menghafalkan semua teorinya. Tinggal terserah kepada dia sendiri hendak melatihnya atau tidak."
"Akan tetapi, dia adalah murid kita. Kalau kelak dunia persilatan tahu bahwa dia murid kita akan tetapi lemah dan tidak pandai memainkan ilmu silat, bukankah kita yang akan menjadi bahan tertawaan?"
Sin Hong menggelengkan kepala. "Belum tentu demikian. Aku melihat bahwa dia bukan anak sembarangan. Dia pemberani dan tabah, juga sangat cerdik. Dan dia mempunyai kasih sayang kepada sesamanya. Lihat saja. Dia tidak pernah menjadi jagoan, akan tetapi semua anak di kota ini mengenalnya dan bersikap sangat baik kepadanya. Dia disukai dan disegani, bukan saja oleh anak-anak, bahkan juga orang-orang tua tetangga kita selalu memujinya karena sikapnya yang sopan dan baik budi."
"Bagaimana pun juga, aku khawatir bila terjadi serangan orang jahat terhadap dirinya..."
"Tidak perlu khawatir, Li-moi. Biarkan saja dia tumbuh sewajarnya, menurut apa yang disukainya dan kita lihat saja. Yang paling penting, dia tidak melakukan sesuatu yang menyimpang dari kebenaran. Apa lagi, dia amat sayang kepada Sian Li."
Hong Li mengangguk. "Memang, Sian Li juga sayang sekali kepadanya. Justru inilah yang kadang merisaukan hatiku."
"Ehh? Engkau risau karena anak kita menyayang Yo Han?"
"Yo Han bagaikan kakak bagi Sian Li dan kelak, tentu Sian Li akan mencontoh segala peri laku Yo Han. Kalau Yo Han membenci ilmu silat, menganggapnya jahat, bagaimana kalau dia mempengaruhi Sian Li dan anak kita juga tidak suka berlatih silat?"
Sin Hong mengangguk-angguk. "Aku akan bicara dengan Yo Han tentang itu dan minta supaya dia jangan menanamkan pendapatnya itu kepada Sian Li, bahkan agar dia bisa membujuk Sian Li supaya suka mempelajari dan berlatih ilmu silat."
Mendengar ucapan suaminya itu, baru legalah rasa hati Hong Li.
"Sungguh seorang anak yang aneh sekali Yo Han itu," katanya menarik napas panjang.
Ia sendiri amat suka kepada Yo Han. Siapa yang takkan suka kepada anak yang pandai membawa diri dan rajin itu? Wajahnya tak pernah muram, terang dan amat ramah, juga berhati lembut.....
********************
Memang tidak berlebihan kalau wanita pendekar itu mengatakan bahwa Yo Han adalah seorang anak yang aneh sekali. Memang nampaknya saja Yo Han seorang anak biasa yang tiada bedanya dengan anak-anak lainnya. Akan tetapi memang terdapat sesuatu yang luar biasa pada diri anak ini, yang membuat Kao Hong Li dan juga suaminya mengetahui bahwa Yo Han bukanlah anak biasa.
Sikap anak itu demikian dewasa, pandangannya luas dan kadang-kadang aneh dan tak pantas dimiliki seorang anak berusia dua belas tahun. Wajahnya memang tampan, akan tetapi itu pun tidak aneh. Dan wataknya sederhana. Pakaian pun amat sederhana walau pun selalu bersih dan rapi.
Meski pun kedua orang gurunya amat sayang kepadanya dan selalu berusaha agar dia senang dan tidak kekurangan sesuatu, tapi Yo Han tidak pernah minta apa-apa, hanya menerima saja apa pun yang diberikan kepadanya tanpa memilih. Yang membuat suami isteri itu sering kali kagum adalah kecerdikannya. Dia seolah mampu membaca pikiran orang!
Terutama sekali dalam pelajaran sastra, kecerdasan anak itu sangat menonjol. Dalam usia dua belas tahun, dia sudah mampu membaca kitab-kitab yang berat-berat. Bukan saja kitab-kitab sejarah, juga kitab-kitab agama dan filsafat. Kitab-kitab Su-si Ngo-keng sudah hafal olehnya, dan andai kata dia mau, dalam usia dua belas tahun itu bukan tidak mungkin dia akan lulus dalam ujian kenegaraan bagi para siu-cai (semacam gelar sarjana).
Tan Sin Hong sendiri adalah seorang yang suka membaca dan dia memiliki kumpulan kitab-kitab kuno di dalam kamar perpustakaannya. Sama sekali tak pernah disangkanya bahwa kalau sedang membersihkan kamar itu, Yo Han tenggelam ke dalam kitab-kitab itu, membaca kitab-kitab yang kadang masih terasa sukar bagi Sin Hong sendiri!
Banyak hal yang dibacanya, baik dalam kitab sejarah mau pun kitab keagamaan, yang kemudian mempengaruhi batin Yo Han yang aneh, yang membuat ia ngeri menghadapi kekerasan, membuat dia merasa ngeri melihat kenyataan betapa kehidupan manusia bergelimang kekerasan.
Di samping itu, ada sesuatu yang amat luar biasa pada diri Yo Han, yang sering kali membuat dia sendiri merasa heran. Sering dia merasa seakan-akan ada kekuatan yang melindunginya, kekuatan yang kadang-kadang bekerja di dalam dan di luar dirinya, yang bekerja di luar kehendaknya, bahkan di luar pengertiannya. Suatu tenaga mujijat, suatu kekuatan yang bekerja di luar hati dan akal pikirannya.
Hal ini tadinya tak diketahuinya. Akan tetapi karena beberapa kali telah terjadi hal yang tadinya dianggap suatu ‘kebetulan’ saja, mulailah dia menyadari bahwa hal itu bukanlah suatu kebetulan belaka.
Mula-mula keanehan itu terjadi saat dia membaca sebuah kitab agama kuno yang berisi dongeng-dongeng yang mengandung makna-makna terpendam. Amat sukar dimengerti oleh orang dewasa yang sudah banyak membaca kitab agama sekali pun.
Yo Han menemukan kitab ini di dalam kamar perpustakaan suhu-nya. Dia membacanya dan segera menemukan kesulitan. Banyak huruf kuno yang tidak dikenalnya, dan lebih banyak pula kalimat yang tidak dimengerti maknanya. Karena dia memang seorang kutu buku, dia tidak putus asa dan terus membaca.
Makin dia berusaha untuk mengerti isi kitab, makin sukarlah baginya dan makin bingung dan ruwetlah pikirannya. Akhirnya, karena kelelahan, bukan karena jengkel, dia pun lalu tertidur. Tidur sambil duduk dan kitab itu masih terbuka di atas meja di depannya.
Ketika setengah jam kemudian dia terbangun, dia melihat lagi kitab itu dan... dia dapat membaca dengan lancar, bahkan dapat mengerti apa arti isi kitab itu. Hal yang tadinya dianggap sukar, setelah dia bangun tidur, menjadi mudah, yang gelap menjadi terang. Hal itu terjadi dengan sendirinya, bukan hasil pemerasan pikiran, seperti secara wajar dan otomatis saja.
Demikianlah, banyak hal seperti itu terjadi selama kurang lebih dua tahun ini. Yo Han mulai mengerti bahwa kekuatan mujijat itu terjadi kalau dia pasrah kepada Tuhan, kalau dia tidak mempergunakan daya hati dan akal pikirannya. Seperti telah diatur saja oleh tenaga mujijat.
Setelah gurunya memberi ijin kepadanya untuk segera membuatkan hadiah untuk Sian Li, Yo Han segera pergi ke sungai yang letaknya kurang lebih satu li saja dari rumah gurunya. Dia tahu bahwa bahan yang dibutuhkannya untuk membuat hadiah itu berada di tepi sungai. Bahan itu hanya tanah liat, lain tidak!
Ia ingin membuatkan patung kecil atau boneka dari tanah liat, buatan tangannya sendiri, untuk Sian Li! Dia tahu bahwa ia dapat membuat sebuah boneka yang indah dari tanah, liat. Sudah sering ia bermain-main dengan tanah liat dan ia mendapat kenyataan betapa tanah liat itu demikian penurut dalam remasan jari-jari tangannya, demikian mudahnya dibentuk menjadi apa saja yang dikehendakinya.
Dia dapat membuat segala macam patung binatang dari tanah liat. Rasanya seperti jika dia melukis. Dengan goresan, dia pun dapat membentuk apa saja yang dilihatnya, baik yang dilihatnya dalam kenyataan mau pun yang dilihatnya dalam bayangan khayal.
Yo Han tiba di tepi sungai dan dia segera menuju ke bagian di mana terdapat tanah liat yang baik. Bagian ini sunyi sekali. Hanya dia dan beberapa orang kawannya bermain, tetangga gurunya, yang mengetahui tempat ini. Kini dia berada di situ seorang diri dan segera dia turun ke tepian sungai dan mengambil tanah liat dengan kedua tangannya. Mudah saja menggali tanah liat yang lunak dan basah itu, lalu dikumpulkannya sampai cukup banyak, dan dibawanya tanah liat segumpal besar itu ke bawah sebatang pohon besar di tepi sungai.
Ketika baru saja dia menurunkan tanah liat yang dibawanya, saat dia duduk di atas akar pohon yang menonjol keluar dari tanah, tanpa disengaja kakinya menginjak seekor ular! Bagian ekornya yang diinjaknya itu.
Ular itu terkejut, dan juga marah. Tubuhnya membalik, kemudian kepalanya meluncur dan menyerang ke arah leher Yo Han yang sudah duduk. Tangan kanan Yo Han cepat bergerak dan tahu-tahu leher ular itu telah terjepit di antara jari-jari tangannya. Dia telah dapat menangkap leher ular itu!
Tak jauh dari situ, Sin Hong memandang terbelalak! Tadi pun dia melihat serangan ular yang amat mendadak itu dan wajahnya menjadi pucat. Terlalu jauh baginya untuk dapat menolong dan menyelamatkan muridnya, juga gerakan ular itu terlalu cepat. Dia sudah membayangkan betapa leher itu pasti akan dipatuk ular. Bukan ular biasa, melainkan ular hijau yang racunnya amat jahat!
Akan tetapi, apa yang dilihatnya? Yo Han telah dapat menangkap leher ular itu, hanya sedikit selisihnya karena moncong ular itu tinggal sejengkal lagi dari leher Yo Han! Dia sendiri, kalau diserang ular secara tiba-tiba seperti itu, masih meragukan apakah berani menghindarkan diri dengan cara menangkap leher ular itu!
Perbuatan ini amat berbahaya karena sekali meleset dan leher terpatuk ular beracun itu, akan amat hebat akibatnya. Kalau kaki yang terpatuk ular, masih banyak harapan untuk diobati, akan tetapi leher terletak demikian dekat dengan kepala dan jantung. Dia hanya terbelalak memandang dan semakin bengonglah dia ketika melihat apa yang terjadi.
Yo Han sendiri terbelalak ketika melihat bahwa yang ditangkap tangannya itu adalah seekor ular hijau yang dia tahu beracun! Dia merasa heran karena sungguh dia tidak menyadari, apa yang dilakukan tangannya tadi, seolah-olah tangan itu bergerak sendiri dengan amat cepatnya menangkap leher ular! Akan tetapi, dia memang seorang anak yang memiliki keberanian luar biasa.
Setelah kini dia melihat kepala ular itu, dengan mata yang nampaknya begitu putus asa dan ketakutan, lidah yang terjulur keluar masuk, tubuh yang menggeliat-geliat melibat lengannya tanpa daya karena dia merasa betapa lengannya diisi tenaga yang membuat lengannya itu seperti berubah menjadi baja, timbul perasaan kasihan di dalam hatinya.
"Ular hijau, kenapa engkau hendak mematukku? Kalau seandainya aku menyentuh atau menginjak tanpa kusengaja, sepatutnya engkau memaafkan aku. Engkau yang sengaja hendak mematukku pun dapat kumaafkan. Kita sepatutnya bermaaf-maafan sesudah sama-sama diciptakan hidup di dunia ini. Bukankah begitu, ular hijau?"
Sin Hong terbelalak, tak pernah berkedip ketika melihat betapa kini ekor ular yang tadi membelit-belit lengan muridnya itu melepaskan belitannya, dan melihat betapa Yo Han dengan lembut melepaskan leher yang ditangkap tangannya itu, membiarkan ular itu ke atas tanah. Dan ular itu sama sekali tidak nampak buas lagi, tidak menyerang! Juga tidak melarikan diri ketakutan.
Sekarang ular itu perlahan-lahan menghampiri Yo Han yang sudah duduk di atas akar, mengelilingi anak itu, perlahan-lahan, kadang-kadang mendekat dan menyentuh kaki Yo Han dengan tubuhnya, bagai tingkah seekor kucing manja yang mengusapkan tubuhnya ke kaki majikannya.
Yo Han sudah tidak mempedulikan ular itu lagi, melainkan asyik dengan pekerjaannya. Dua tangannya mulai bekerja dengan cekatan, meremas-remas tanah liat itu sehingga menjadi lunak dan liat, dan mulai membentuk patung yang hendak dibuatnya. Sampai beberapa lamanya, ular hijau itu bergerak di sekitar Yo Han mengusapkan tubuhnya ke kaki anak itu, kadang menggunakan lidahnya menjilat. Yo Han yang tenggelam dalam pekerjaannya seperti sudah melupakan binatang itu dan akhirnya, ular itu pun pergi dengan tenang.
Beberapa kali, dalam pengintaian itu Sin Hong menelan ludah. Dia merasa bagai dalam mimpi. Yo Han demikian mudahnya menangkap leher ular yang sedang menyerangnya, ular beracun yang terkenal amat ganas. Kemudian, lebih aneh lagi, dengan ucapan dan sikapnya, dia mampu membuat seekor ular berbisa yang ganas berubah menjadi seekor binatang yang jinak dan manja seperti kucing. Apa artinya semua ini?
Tentu saja Sin Hong menjadi penasaran bukan main. Dia adalah guru anak itu. Dan semenjak berusia tujuh tahun, Yo Han selalu ikut dengan dia. Akan tetapi bagaimana sampai saat ini dia sama sekali tidak mengenal muridnya itu? Tidak tahu akan keadaan muridnya yang aneh?
Muridnya itu tak pernah mau melatih ilmu silat yang diajarkan, akan tetapi kini buktinya, anak itu sedemikian lihainya! Kapankah belajarnya? Dari siapa? Gerakan tangan ketika menangkap ular berbisa tadi tidak dikenalnya. Sangat mirip dengan jurus Bangau Putih Mematuk Ular. Akan tetapi hanya mirip. Jauh bedanya.
Jurus dari ilmu silat Pek-ho Sin-kun itu menggunakan jari tangan untuk mencengkeram tubuh ular dan memang yang dimaksud lehernya, sedang dalam ilmu silat menghadapi manusia dipergunakan untuk menangkap lengan lawan yang menyerang. Akan tetapi gerakan Yo Han tadi begitu cepat, akan tetapi begitu lembut sehingga ketika leher ular tertangkap, ular itu tidak mampu melepaskan diri, akan tetapi juga tidak tersiksa dan tidak luka. Gerakan apa itu?
Dan sikapnya kemudian terhadap ular berbisa itu, sungguh tidak dimengertinya! Kenapa Yo Han bersikap seaneh itu dan bagaimana pula ular itu berubah menjadi sejinak itu? Apakah artinya semua itu? Ilmu apakah yang dikuasai Yo Han?
Sin Hong adalah seorang pendekar yang gagah dan jujur, tentu saja tidak suka akan hal-hal yang dirahasiakan, tidak suka akan kepura-puraan. Di depannya, Yo Han tidak pernah berlatih silat, sehingga dia dan isterinya menganggap dia lemah dan tidak dapat bersilat. Akan tetapi apa kenyataannya sekarang?
Serangan ular tadi sangat cepat dan berbahaya. Hanya seorang ahli silat tingkat tinggi saja yang mampu menghindarkan bahaya maut itu dengan cara menangkap leher ular yang sedang menyerang dalam jarak sedemikian dekatnya. Dan tadi Yo Han mampu melakukannya. Hal ini membuktikan bahwa anak itu sama sekali bukan lemah, hanya berlagak lemah saja. Apakah diam-diam dia telah mempelajari dan melatih ilmu silat lain? Atau mempunyai seorang guru lain? Dia harus membongkar semua rahasia ini, dia tidak mau dipermainkan lagi.
Sekali melompat, Sin Hong sudah berada di dekat Yo Han. Anehnya, anak itu sama sekali tidak kelihatan kaget atau gugup, dan kini teringatlah Sin Hong bahwa muridnya itu memang tidak pernah gugup apa lagi kaget atau takut. Selalu tenang saja seperti air telaga yang dalam.
"Suhu...!" kata Yo Han memberi hormat dengan membungkuk karena kedua tangannya berlepotan lumpur tanah liat.
Sejak tadi Sin Hong mengamati wajah Yo Han. Kini melihat wajah muridnya itu wajar dan biasa-biasa saja, dia melirik ke arah bongkahan tanah liat di tangan anak itu dan dia terkejut, juga kagum. Dalam waktu sesingkat itu, jari-jari tangan anak itu telah mampu membentuk sebuah boneka anak-anak yang ukurannya demikian sempurna. Kepala, kaki, tangan sudah terbentuk dan demikian serasi. Hanya wajah kepala itu yang belum dibuat.
"Suhu, ada apakah Suhu mencari teecu?" tanya Yo Han.
Suara dan sikap yang amat wajar itu membuat Sin Hong menjadi bingung dan tak tahu harus berbuat apa.
"Apa yang kau bikin itu?" akhirnya dia bertanya.
"Boneka tanah, Suhu, hadiah teecu untuk adik Sian Li," kata Yo Han.
Keharuan menyelinap di hati Sin Hong, Juga sedikit iri hati. Tidak ada hadiah yang lebih indah dan memuaskan hati melebihi benda buatan tangan sendiri. Jika saja dia mampu membuat boneka tanah seindah yang sedang dibuat Yo Han, dia pun akan senang membuatkan sebuah untuk puterinya!
Akan tetapi, renungan Sin Hong buyar seketika karena dia teringat lagi akan ular tadi. Suatu kesempatan yang amat baik untuk menguji muridnya, untuk mengetahui rahasia yang menyelimuti diri muridnya.
Mendadak saja, dengan tenaga terukur, kecepatan yang hampir menyamai kecepatan gerakan ular tadi, tangannya meluncur dan jari tangannya lantas menotok ke arah leher muridnya, seperti ular yang mematuk tadi, dari arah yang sama pula dengan gerakan ular tadi. Gerakannya ini pun tiba-tiba selagi Yo Han tak mengira, kiranya persis seperti keadaannya ketika diserang ular hijau tadi.
Dan satu-satunya gerakan yang dilakukan Yo Han adalah gerak refleks atau reaksi yang umum. Dia terkejut dan menarik kepalanya sedikit ke belakang. Tentu saja serangan itu akan dapat mengenai leher Yo Han kalau Sin Hong menghendaki.
Sin Hong merasa kecelik. Kenapa Yo Han sama sekali tidak menangkis atau mengelak, sama sekali tidak ada gerakan seorang ahli silat yang mahir? Kalau dia bersikap seperti itu tadi ketika dipatuk ular, tentu dia sudah celaka, mungkin sekarang sudah tewas oleh racun ular!
Ataukah Yo Han sudah tahu bahwa dia sedang diuji dan sengaja tidak mau menangkis atau mengelak untuk mengelabui gurunya? Ahh, tidak mungkin! Seorang ahli silat tinggi memang dapat menangkap gerakan serangan dengan cepat, akan tetapi tidak mungkin bisa menduga secepat itu. Serangannya tadi terlalu cepat untuk diterima dan dirancang pikiran. Jadi jelas bahwa muridnya ini memang tidak tahu ilmu silat sama sekali. Akan tetapi ular tadi?
"Apakah maksud gerakan Suhu tadi?" tanya Yo Han dengan sikap masih tetap tenang seolah tidak terjadi sesuatu. Kekagetannya ketika diserang tadi pun hanya merupakan reaksi saja, bukan kaget lalu disusul rasa takut. Ini saja sudah amat mengagumkan hati Sin Hong.
"Yo Han, engkau ini muridku, bukan?" tiba-tiba Sin Hong bertanya dan dia pun duduk di atas akar pohon, di sebelah Yo Han.
Anak itu menoleh dan memandang wajah suhu-nya dengan sinar mata mengandung penuh pertanyaan. "Tentu saja, kenapa Suhu bertanya?"
"Dan sejak lima tahun yang lalu, sejak engkau kehilangan orang tuamu, engkau hidup dengan aku, bukan?"
Sepasang mata anak itu bertemu dengan pandang mata Sin Hong dan pendekar ini merasa seolah sinar mata anak itu menembus dan menjenguk isi hatinya! Dia tahu bahwa muridnya memiliki mata yang tajam dan lembut, akan tetapi baru sekarang dia merasa betapa sinar mata itu seperti menjenguk ke dalam lubuk hatinya.
"Teecu tahu dan teecu selalu ingat akan kebaikan Suhu dan Subo. Selama hidup, teecu akan ingat kebaikan itu, Suhu, dan Suhu bersama Subo, bagi teecu bukan hanya guru, akan tetapi juga pengganti orang tua teecu."
Sin Hong terheran. Anak ini luar biasa, karena memang itulah yang dipikirkannya tadi. Dia merasa penasaran karena anak itu dianggapnya seperti anak sendiri, namun masih menyimpan rahasia dirinya dan masih berpura-pura lagi!
"Nah, karena itu, Yo Han. Hubungan antara murid dan guru, atau antara anak dan orang tua, sebaiknya tidak menyimpan rahasia, bukan?"
"Memang benar, Suhu. Apakah Suhu mengira teecu menyimpan rahasia? Dugaan itu tidak benar, Suhu. Teecu tidak pernah menyimpan rahasia terhadap Suhu atau Subo."
Anak seperti Yo Han ini tidak mungkin dibohongi, pikir Sin Hong kaget. Lebih baik dia berterus terang.
"Yo Han, memang terus terang saja, aku dan subo-mu merasa heran melihat sikap dan pendirianmu. Engkau menjadi murid kami akan tetapi tidak mau berlatih silat. Lalu apa artinya kami menjadi gurumu?"
"Bukan hanya ilmu silat yang telah diajarkan Suhu dan Subo kepada teecu. Teecu telah menerima pelajaran sifat yang gagah berani, adil dan menjauhi perbuatan jahat dari Suhu dan Subo. Juga selama ini banyak yang telah teecu pelajari. Sastra, seni, dan banyak lagi. Terima kasih atas semua bimbingan itu, Suhu."
"Engkau benar-benar tidak dapat bermain silat sama sekali, Yo Han?" pertanyaan ini tiba-tiba saja karena Sin Hong memang bermaksud hendak bertanya secara terbuka.
Yo Han menggeleng kepala, sikapnya tenang saja dan wajahnya tidak membayangkan kebohongan.
"Yo Han, aku tadi sempat melihat betapa engkau dapat menghindarkan ancaman maut ketika engkau menangkap leher ular yang mematukmu dengan cepat. Ular hijau yang berbisa, mematukmu secara tiba-tiba dan engkau mampu menangkapnya. Gerakan apa itu kalau bukan gerakan silat?"
"Ahhh...? Itukah yang Suhu maksudkan? Ular itu tadi? Teecu juga tak tahu sama sekali bahwa teecu diserang ular, dan teecu juga tidak menggerakkan tangan teecu. Tangan itu yang bergerak sendiri menangkap ular, Suhu."
Sin Hong mengerutkan alisnya, hatinya bimbang. Jika orang lain yang bicara demikian, tentu akan dihardiknya dan dikatakan bohong. Akan tetapi, sulit membayangkan bahwa Yo Han membohong!
"Engkau tidak mempelajari ilmu silat lain kecuali yang kami ajarkan?"
Sin Hong menatap tajam wajah Yo Han, dan anak itu membalas tatapan mata gurunya dengan tenang. Dia tidak menjawab, melainkan menggeleng kepala. Gelengan kepala yang amat mantap dan jelas menyatakan penyangkalannya.
"Engkau tidak mempunyai seorang guru silat lain kecuali kami?"
Kembali Yo Han tidak menjawab, hanya menggelengkan kepala.
"Lalu... gerakan tangan menangkap ular tadi?"
"Bukan teecu yang menggerakkan. Maksud teecu, teecu tidak sengaja dan tangan itu bergerak sendiri."
"Ahhhhh...!" Ingin dia menghardik dan mengatakan bohong, akan tetapi sikap anak itu demikian meyakinkan.
"Coba... kau ulangi gerakan tanganmu ketika menangkap leher ular itu, Yo Han. Anggap saja lengan tanganku ini ular itu tadi." Dan Sin Hong menggerakkan tangannya seperti ular mematuk.
Akan tetapi Yo Han hanya menggelengkan kepalanya.....
"Teecu tidak dapat, Suhu. Sama sekali teecu tidak ingat lagi, karena ketika tangan teecu bergerak, teecu sama sekali tak memperhatikan dan tahu-tahu ular itu telah tertangkap oleh tangan teecu."
"Hemmm...!" Sin Hong mengamati wajah muridnya dengan pandangan mata tajam dan menyelidik. Namun muridnya itu tidak berbohong!
"Pernahkah engkau mengalami hal-hal sepertl itu? Ada gerakan yang tidak kau sadari dan yang membantumu?"
Di luar dugaan Sin Hong, anak itu mengangguk! Tentu saja Sin Hong menjadi tertarik sekali. "Ehhh? Apa saja? Coba kau ceritakan kepadaku, Yo Han."
"Sering kali teecu merasa terbimbing, tahu-tahu sudah bisa saja. Misalnya kalau teecu membaca kitab, menghafal dan sebagainya. Kalau teecu merasa kesukaran kemudian menghentikan semua usaha, bahkan tertidur, begitu bangun teecu sudah bisa! Padahal sebelumnya teecu mengalami kesulitan besar."
"Kau merasa seperti... seperti ada sesuatu yang membimbingmu, melindungimu?"
Ragu-ragu Yo Han mengangguk perlahan, alisnya berkerut karena dia sendiri tidak tahu dengan jelas. "Kurang lebih begitulah, Suhu. Teecu hanya bisa bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan."
Sin Hong mengerutkan alisnya, pikirannya diputar. Kalau anak ini memiliki sinkang, yaitu hawa murni yang membangkitkan tenaga sakti, dia tidak merasa heran karena tenaga sakti itu juga melindungi tubuh, walau pun perlindungan itu hanya dapat bangkit kalau dikehendaki. Tetapi tenaga mukjijat yang melindungi Yo Han ini lain lagi. Lebih dahsyat, lebih hebat karena bergerak atau bekerja justru kalau tidak ada kehendak!
Semacam nalurikah? Atau kekuasaan Tuhan yang ada pada setiap apa saja di dunia ini, terutama di dalam diri manusia, dan pada diri Yo Han kekuasaan itu bekerja dengan sepenuhnya? Dia tidak tahu, juga Yo Han tidak tahu! Bagaimana pun juga, dia tahu bahwa muridnya ini mendapatkan berkah yang luar biasa dari Tuhan Yang Maha Kuasa, maka diam-diam dia memandang muridnya dengan hati penuh kagum dan juga segan.
Seorang manusia, meski pun masih bocah, yang telah menerima anugerah sedemikian besarnya dari Tuhan patut dikagumi dan disegani. Pantas saja kadang-kadang anak ini mengeluarkan kata-kata yang sebenarnya terlampau tinggi bagi seorang kanak-kanak. Kiranya bila sedang demikian itu, yang bekerja di dalam dirinya bukan lagi hati dan akal pikirannya yang dikemudikan nafsu badan, melainkan badan, hati dan akal pikiran yang digerakkan oleh kekuasaan Tuhan!
Ada pula pikiran lain menyelinap dalam benak Sin Hong. Apakah bimbingan gaib yang dirasakan oleh Yo Han itu datang dari... roh ayah dan ibunya? Dia tak dapat menjawab. Apa pun dapat saja terjadi pada seorang anak yang telah bisa mencapai tingkat seperti itu, kebersihan batin dari kekerasan!
Sin Hong tidak mau mengganggu muridnya membentuk boneka yang sedang dibuatnya. Di sini pun dia dibuat tertegun. Pernah dia melihat ahli-ahli pembuat patung di kota raja, baik ahli-ahli memahat patung, maupun juga ahli pembuat patung dari tanah liat. Mereka adalah orang-orang yang sudah belajar kesenian itu selama bertahun-tahun, di bawah pimpinan guru-guru yang ahli. Keahlian mereka setidaknya masih terpengaruh oleh ilmu pengetahuan, oleh latihan dan belajar.
Akan tetapi, Yo Han tidak pernah mempelajari seni membuat patung. Dan lihat! Jari-jari tangan itu demikian trampil, demikian cekatan dan pembentukan patung itu seolah-olah tanpa disengaja. Akan tetapi pada patung boneka tanah liat itu dia mulai melihat bentuk muka puterinya, Sian Li! Diam-diam dia bergidik. Bocah macam apakah muridnya ini? Sungguh tidak wajar, tidak umum! Dia pun meninggalkan muridnya dengan perasaan yang bercampur aduk. Ada kagum, ada heran, ada pula ngeri!
Setibanya di rumah, dia menceritakan apa yang didengarnya dari jawaban Yo Han, juga tentang pembuatan patung boneka, kepada isterinya yang mendengarkan dengan alis berkerut. Akan tetapi Kao Hong Li diam saja, walau pun hatinya merasa gelisah pula. Gelisah mengingat akan puterinya, karena hubungan puterinya dengan Yo Han amat dekatnya. Puterinya amat sayang kepada Yo Han, dan ibu ini khawatir kalau-kalau kelak anaknya akan meniru segala kelakuan Yo Han yang aneh-aneh dan tidak wajar.
Ketika hari ulang tahun ke empat dari Tan Sian Li tiba, ulang tahun itu dirayakan dengan sederhana. Hanya keluarga dari empat orang itu, Tan Sin Hong dan Kao Hong Li, murid dan puteri mereka Yo Han dan Tan Sian Li, ditambah dengan tiga orang pembantu rumah tangga yang merayakan pesta kecil yang mereka adakan.
Pada waktu Yo Han menyerahkan hadiahnya yang dibungkus rapi, Tan Sian Li bersorak gembira. Apa lagi ketika bungkusan itu dibuka dan isinya sebuah patung tanah liat yang indah, anak kecil itu tertawa-tawa gembira. Ia tidak tahu betapa ayah ibunya, juga tiga orang pembantu rumah tangga itu, menjadi bengong melihat sebuah patung tanah liat yang berupa seorang anak perempuan kecil dengan wajah persis Tan Sian Li! Demikian halus buatan patung itu sehingga nampak seperti hidup saja!
Suami isteri itu saling pandang dan kembali Kao Hong Li merasa tak enak sekali. Makin jelas buktinya bahwa Yo Han bukan orang biasa, bukan anak biasa. Mana mungkin ada anak berusia dua belas tahun yang tidak pernah mempelajari seni membuat patung dapat membuat patung sedemikian indahnya, dan mirip sekali dengan wajah Sian Li? Diam-diam dia bergidik ngeri, seperti juga suaminya. Akan tetapi tiga orang pembantu rumah tangga itu memuji-muji penuh kagum.
Selain patung kanak-kanak itu, yang membuat Sian Li gembira sekali adalah pakaian yang dipakainya, hadiah dari ibunya. Pakaian berwarna serba merah! Dasarnya merah muda, kembang-kembangnya merah tua. Indah sekali. Memberi pakaian serba merah kepada anak yang dirayakan ulang tahunnya, merupakan hal yang wajar dan lajim.
Namun, tidak demikian halnya dengan Sian Li. Semenjak ia menerima hadiah pakaian serba merah itu, sejak dipakainya pakaian merah itu, ia tidak membiarkan lagi pakaian itu dilepas! Ia tidak mau memakai pakaian lain yang tidak berwarna merah! Dan ketika dipaksa, ia menangis terus, dan tangisnya baru terhenti jika Yo Han menggendongnya, akan tetapi ia masih merengek.
"Baju merah... huuu, baju merah...!"
Tan Sin Hong dan Kao Hong Li menjadi bingung. Anak mereka itu memang agak manja dan kalau sudah menangis sukar dihentikan, kecuali oleh Yo Han. Kini, biar pun tidak menangis setelah dipondong Yo Han, tetap saja merengek minta pakaian merah!
"Suhu dan Subo, kasihanilah Adik Sian Li. Beri ia pakaian merah, karena warna itulah yang menjadi warna pilihan dan kesukaannya. Dalam pakaian merah, baru akan merasa tenang, tenteram dan senang! Tadi ketika Subo memberinya pakaian serba merah, dan ketika ia memakainya, ia merasakan kesenangan yang luar biasa, maka kini ia tidak mau lagi diberi pakaian yang tidak berwarna merah."
Suami isteri itu saling pandang. Karena mereka tahu bahwa ucapan Yo Han itu bukan ucapan anak-anak begitu saja, mempunyai makna yang lebih mendalam, maka mereka lalu terpaksa membelikan pakaian-pakaian serba merah untuk Sian Li. Dan benar saja. Begitu ia memakai pakaian merah, ia nampak gembira dan bahagia sekali! Dan sejak hari itu, Sian Li tidak pernah lagi memakai pakaian yang tidak berwarna merah.....
********************
Selanjutnya baca
SI BANGAU MERAH : JILID-02