Suling Naga Jilid 25


Malam itu, setelah para tosu memasuki kamar mereka bersama para wanita dusun yang didatangkan Ang Nio, Sin-kiam Mo-li dan Bi-kwi memasuki lorong bawah tanah. Bi-kwi memberi tahu kepada Mo-li bahwa ia memiliki minuman yang akan dapat merampas semangat Hong Beng, membuat pemuda itu lupa diri dan tentu akan menuruti semua permintaan Sin-kiam Mo-li.

"Akan tetapi bagaimana engkau akan dapat memaksanya untuk minum?"
"Serahkan saja kepadaku, Mo-li. Aku mempunyai akal dan engkau sebaiknya jangan ikut mendekat agar Hong Beng tak menjadi curiga. Biarkan aku sendiri menghadapinya dan aku akan dapat membujuknya untuk minum obatku itu."
"Baik, tetapi jangan sampai engkau gagal, Bi-kwi." Kata-kata ini mengandung ancaman.
"Jangan khawatir, Mo-li, aku pasti berhasil. Akan tetapi ingat akan janjimu, begitu dia kelihatan menurut, gadis remaja itu harus diserahkan kepadaku."
"Baik."
"Nah, sekarang kau menanti dan mendengarkan dari sini saja, sebaiknya aku sendiri yang menghadapinya," kata Bi-kwi.

Ia lalu memasuki ruangan kamar tahanan dan di bawah sinar lampu lentera yang cukup terang, ia melihat betapa Hong Li rebah terlentang di atas lantai, sedangkan Hong Beng sudah duduk bersila lagi. Di sudut kamar terdapat mangkok-mangkok dan sumpit, sisa makanan yang diberikan kepada mereka oleh Hek Nio.
Melihat kemunculan Bi-kwi, Hong Beng lalu mengerutkan alisnya dan tetap saja duduk bersila. Sin-kiam Mo-li yang bersembunyi, mengikuti semua percakapan mereka dengan penuh perhatian. Ia seorang wanita yang cukup cerdik dan tidak ingin dikelabui, maka meski pun ia sudah percaya kepada Bi-kwi, tetap saja ia mengikuti semua peristiwa di ruangan tahanan itu dengan penuh perhatian. Ia merasa aman dan yakin bahwa hanya ia seoranglah yang dapat membebaskan Gu Hong Beng mau pun Kao Hong Li, karena kunci kedua kamar tahanan itu selalu berada di saku bajunya.

"Perempuan iblis jahanam terkutuk! Mau apa kau masuk ke sini? Mau membunuhku? Silakan, aku tahu bahwa engkau hanyalah seorang pengecut yang beraninya hanya terhadap orang yang sudah tidak berdaya!" terdengar Hong Beng membentak dengan suara marah dan mengandung penuh kebencian sehingga hati Sin-kiam Mo-li menjadi kecil. Bagaimana mungkin Bi-kwi mampu membujuk pemuda yang demikian membenci dirinya?

"Gu Hong Beng, engkaulah laki-laki yang sama sekali tidak mengenal budi," terdengar Bi-kwi berkata. "Butakah matamu, tidak dapatkah engkau melihat betapa Sin-kiam Mo-li telah jatuh cinta kepadamu? Kalau engkau seorang pemuda yang berakal sehat, tentu engkau memilih hidup dengan menemani Sin-kiam Mo-li bersenang-senang. Mengapa engkau demikian keras kepala, bukankah engkau adalah seorang laki-laki yang dewasa dan normal?"

Sambil berkata-kata dengan suara membujuk ini, di luar tahunya Sin-kiam Mo-li karena Bi-kwi memegang kertas bertulis itu di depan perutnya sehingga Hong Beng saja yang dapat membacanya, Bi-kwi memberi tanda dengan kedipan mata kepada pemuda itu, sementara mulutnya terus membujuk.
Sejenak Hong Beng tertegun. Tulisan itu mudah dibaca karena tulisannya besar-besar dan jelas. Dia cepat membaca.

‘Aku datang untuk membebaskan engkau dan Hong Li. Terus bersikaplah bermusuhan denganku, kemudian minum obat yang kuberikan, lalu engkau pura-pura mabok terbius. Selanjutnya, pura-pura lemas saja dan serahkan kepadaku. Jangan bergerak sebelum kuberi tahukan.’

Hong Beng selesai membaca dan biar pun dia masih belum percaya benar, namun dia tahu bahwa tentu wanita ini datang bersama Sim Houw dan Bi Lan yang juga hendak menyelamatkan Hong Li.

"Sudahlah, perempuan siluman, jangan membujuk lagi, percuma saja!" katanya sambil memberi isarat dengan matanya bahwa dia mengerti. "Lebih baik bunuh saja aku dari pada harus tunduk dan melakukan perbuatan hina itu!"
"Gu Hong Beng, pemuda tolol! Engkau masih muda belia, tampan dan gagah. Apakah kau lebih suka mati konyol dan menolak kesenangan yang dapat kau nikmati? Sekali lagi, maukah engkau menyerah dan menuruti semua keinginan Sin-kiam Mo-li? Ingat, kalau engkau menolak, aku sudah menerima perintah untuk membunuhmu sekarang juga."

Tanpa menanti sebentar pun, tanpa keraguan sedikit pun, Hong Beng lalu membentak sesuai dengan suara hatinya, juga sesuai dengan permintaan Bi-kwi dalam surat agar dia bersikap bermusuhan.

"Keparat, tulikah engkau? Aku tidak sudi, sekali tidak sudi dan selamanya pun tak sudi. Mau bunuh, lekas bunuh, siapa takut mati?"

Tiba-tiba terdengar suara halus dari kamar tahanan yang ada di sebelah, "Hemm, suara Gu-suheng demikian gagah perkasa, sedangkan suara perempuan ini bagaikan siluman tukang bujuk yang tak tahu malu!" Itulah suara Hong Li yang ikut merasa tegang dan marah.

"Aihhh, adik manis, jangan terlalu galak, nanti kemanisanmu berkurang! Engkau tunggu saja, engkau akan menikmati kesenangan luar biasa dengan aku," kata Bi-kwi, sengaja berkata demikian untuk lebih meyakinkan hati Mo-li yang mengintai dan mendengarkan.
"Siluman jahat, tidak perlu engkau membujuk atau merayu aku!" Hong Li membentak marah dan Bi-kwi mengeluarkan suara ketawa mengejek.
"Siluman jahat, tak perlu banyak cakap lagi. Jika engkau datang hendak membunuhku, lakukanlah. Aku akan menghadapi kematian dengan kedua mata terbuka! Jangan harap engkau akan dapat membuat aku ketakutan dengan bujukan dan ancaman!"

"Hemm, jadi engkau tetap memilih mampus? Engkau tak takut mati? Hemm, aku masih belum mau percaya. Engkau tentu ingin menggunakan kepandaianmu untuk mencoba menipuku dan membuat aku lengah. Kalau memang benar engkau memilih mati, nah, ini aku bawakan sebotol kecil racun. Beranikah engkau meminumnya? Engkau akan mati dengan tenang, seperti orang pergi tidur saja. Ataukah engkau lebih memilih mati kuserang dengan jarum-jarum beracun dari luar kamar tahanan? Nah, minumlah ini kalau memang benar engkau tidak takut mati, bukan hanya bualan sombong belaka!"

Dari tempat persembunyiannya, Sin-kiam Mo-li terus mengintai dengan jantungnya yang berdebar-debar. Maukah pemuda itu minum obat yang akan membuatnya tunduk dan jinak seperti yang dijanjikan oleh Bi-kwi kepadanya?

"Gu-suheng, jangan percaya omongan siluman itu! Dari suaranya saja aku tahu bahwa ia adalah seorang manusia siluman yang jahat, kata-katanya penuh dengan bujuk-rayu dan tipu. Jangan mau minum racun itu!" terdengar suara Hong Li yang merasa khawatir sekali. Ia tidak dapat melihat apa yang sedang terjadi di kamar tahanan sebelah, akan tetapi dapat mendengar percakapan mereka.

Akan tetapi Hong Beng, setelah bertemu pandang yang penuh arti dengan Bi-kwi, lalu menerima botol kecil berisi cairan bening itu, dan berkata dengan lantang karena dia pun tahu bahwa sikap Bi-kwi yang penuh rahasia itu menunjukkan bahwa ada orang lain, tentu iblis betina Sin-kiam Mo-li, yang melakukan pengintaian.

"Hemm, siapa takut mati?" Dan dia pun membuka tutup botol dan meminumnya sampai habis. Diam-diam dia merasa geli karena tahu bahwa yang diminumnya itu hanyalah air putih biasa saja, tidak mengandung apa-apa yang mencurigakan!

Kini Bi-kwi yang bermain sandiwara. Suaranya terdengar girang sekali.
"Hi-hi-hik, kau kira aku sedang berpura-pura dengan ancaman kosong? Ha, lihat betapa wajahmu telah menjadi pucat, dan tubuhmu pasti menjadi lemas. Ha-ha-ha, ya, engkau boleh berusaha mengerahkan sinkang-mu, Gu Hong Beng, akan tetapi percuma saja. Semua kemauanmu telah lenyap, dan engkau sekarang menjadi penurut. Engkau akan mendengarkan semua perintah dan mentaatinya tanpa melawan sedikit pun. Ha-ha-ha!"

Dan Hong Beng yang sebetulnya tidak merasakan sesuatu, kini melakukan apa yang dikatakan Bi-kwi. Dengan ilmu sinkang-nya, ia dapat menahan dan memperlambat jalan darah dan membuat mukanya tampak pucat, lalu tubuhnya terhuyung dan jika dia tidak berpegang kepada jeruji, tentu dia sudah roboh. Kepalanya menunduk dan tergantung seolah-olah kepala itu terasa berat dan pening, matanya terpejam.

"Mo-li, ke sinilah dan lihat hasilnya!" Bi-kwi berseru ke belakang.

Sin-kiam Mo-li cepat berlari mendekati kamar tahanan itu. Ia menemukan Hong Beng dalam keadaan tak berdaya, bergantung ke jeruji jendela dan nampak pucat dan lemas. Giranglah hatinya melihat ini.

"Sekarang dia akan melakukan apa saja yang kau perintahkan, Mo-li."
"Ahh, terima kasih, Bi-kwi. Aku akan membawanya ke kamarku sekarang juga."
"Aihh, jangan lupa membuka kamar tahanan sebelah, Mo-li."
"Jangan khawatir. Nih kuncinya, kau buka sendiri. Akan tetapi, jangan sampai ia terluka apa lagi terbunuh. Engkau hanya boleh meminjamnya saja untuk memuaskan seleramu yang gila itu. Aku masih belum selesai dengan anak itu!"
"Baiklah, siapa mau mencelakakannya? Aku... aku sayang pada anak-anak seperti itu, bagaikan kuncup bunga yang mulai mekar, hi-hi-hik!"

Dua orang wanita itu membuka pintu kamar tahanan. Melihat masuknya seorang wanita yang tidak dikenalnya, akan tetapi yang diketahuinya adalah wanita yang tadi dimakinya siluman, yang tentunya sudah membius atau meracuni Gu Hong Beng seperti yang tadi didengarnya, Hong Li menjadi marah sekali. Begitu pintu kamar tahanan itu dibuka dari luar, dara cilik ini menyambut Bi-kwi dengan makian.

"Siluman betina keparat!"

Ia pun sudah menerjang dan menyerang dengan nekat, bagaikan seekor anak harimau yang marah. Akan tetapi, tentu saja serangannya itu tiada artinya bagi seorang wanita selihai Bi-kwi. Dengan cekatan, wanita ini menyambut tubuh kecil yang menyerangnya itu dengan tangkapan tangan kiri sedangkan tangan kanannya sudah menotok pundak Hong Li. Anak itu terkulai lemas dan segera dipondongnya sambil tertawa kecil.

Sementara itu, saat melihat pintu kamar tahanannya terbuka dan melihat Sin-kiam Mo-li masuk, sukar sekali bagi Hong Beng untuk menahan dirinya untuk tidak menerjangnya. Akan tetapi ia teringat akan pesan Bi-kwi. Ia harus berhati-hati karena Bi-kwi bermaksud untuk menyelamatkan Hong Li. Kalau dia sembrono dan hanya menurutkan nafsu hati lalu menyerang Mo-li, jangan-jangan dia membuat kapiran semua rencana Bi-kwi yang belum diketahuinya bagaimana.

Karena itu, ketika Mo-li menyentuh lengan dan pundaknya untuk meyakinkan diri, dia membuat tubuhnya lumpuh dan jalan darahnya berjalan sangat lambat sehingga wanita itu percaya bahwa dia benar-benar berada dalam pengaruh bius yang amat kuat. Ia pun membiarkan saja wanita itu merangkulnya, menciumnya kemudian tertawa kecil dan menuntunnya keluar dari dalam kamar penjara.

Ia bertemu dengan Bi-kwi di luar kamar tahanan, dan melihat Hong Li sudah terkulai lemas dipanggul oleh Bi-kwi. Bi-kwi tersenyum kepadanya.

"Bagaimana Mo-li? Tidak manjurkah obatku?"
"Memang ampuh sekali, dan aku berterima kasih padamu, Bi-kwi," kata Sin-kiam Mo-li sambil merangkul pinggang Hong Beng.
"Gu Hong Beng...," kata Bi-kwi dan Mo-li mengira bahwa rekannya itu akan mengejek tawanannya, akan tetapi ternyata panggilan itu oleh Bi-kwi disambung dengan seruan, "... serbuuu...!"

Dan ia sendiri mengirim tamparan keras ke arah kepala Mo-li! Tentu saja Sin-kiam Mo-li terkejut bukan main. Cepat ia miringkan tubuhnya mengelak dari tamparan yang amat berbahaya itu. Akan tetapi pada saat itu Hong Beng juga telah menyerangnya. Pemuda ini tadi dirangkul pinggangnya, maka hantaman Hong Beng yang amat dekat itu sukar sekali dielakkan dan biar pun ia sudah membuang diri, tetap saja punggungnya terkena pukulan tangan Hong Beng.

"Bukkk!"

Tubuh Sin-kiam Mo-li terpelanting keras dan ketika ia meloncat berdiri, dari mulutnya keluar darah segar! Wanita ini ternyata kuat sekali karena hantaman itu sama sekali tak membuatnya lemah. Dia bahkan mencabut pedangnya dan memandang dengan mata penuh kemarahan kepada Bi-kwi dan Hong Beng.

"Bi-kwi... manusia hina, khianat dan curang!" bentaknya.
"Hong Beng, bawa dia keluar dari sini, suruh dia menjadi penunjuk jalan. Cepat... biar kuhadapi siluman ini!" kata Bi-kwi sambil melemparkan tubuh Hong Li yang diam-diam telah ia bebaskan totokannya kepada Hong Beng.

Pemuda itu cepat menangkap Hong Li. Dipondongnya gadis cilik itu, kemudian maklum bahwa yang terpenting adalah menyelamatkan Hong Li, dia meloncat keluar dari tempat tahanan itu.

Mo-li hendak mengejar, akan tetapi Bi-kwi sudah menghadang di depannya dan Bi-kwi juga mencabut pedangnya, menghadang Mo-li sambil tersenyum mengejek.
"Nah, sekarang kita boleh mengadu kepandaian, Mo-li. Akulah lawanmu!"

Saking marahnya, Sin-kiam Mo-li tidak mampu mengeluarkan suara apa pun, bahkan saking marahnya, ia tak ingat untuk berteriak minta bantuan para pelayan dan juga para tamunya untuk mencegah Hong Beng dan Hong Li melarikan diri. Mulutnya menyeringai penuh kebencian, sepasang matanya mencorong seolah-olah ia hendak menelan Bi-kwi bulat-bulat. Ia lantas mengeluarkan suara melengking nyaring dan pedangnya berubah menjadi sinar berkelebat, tahu-tahu pedang itu telah menyambar dan menusuk ke arah dada Bi-kwi.

"Cringgg...!"

Bunga api berpijar menyilaukan mata ketika dua batang pedang bertemu. Bi-kwi merasa betapa telapak tangannya panas dan lengan kanannya tergetar hebat. Maklumlah dia bahwa Sin-kiam Mo-li memang sesuai dengan julukannya, Iblis Betina Berpedang Sakti, amat hebat ilmu pedangnya.

Oleh karena itu, sambil melawan dengan pedang, Bi-kwi mengeluarkan ilmu-ilmu tangan kosongnya yang tidak kalah hebatnya. Dia mengisi tangan kirinya dengan ilmu yang disebut Kiam-ciang (Tangan Pedang), ilmu dari Sam Kwi yang amat terkenal. Dengan ilmu ini, tangan kirinya kalau dipergunakan untuk menyerang, tiada ubahnya sebatang pedang pula, yang selain amat kuat, juga dapat membabat anggota tubuh lawan sampai buntung, bahkan lengan kiri ini berani menangkis senjata tajam karena telah dilindungi kekebalan Kiam-ciang.

Di samping ini, ia juga merubah-rubah ilmu pedangnya karena memang wanita ini telah mewarisi semua ilmu dari ketiga orang gurunya, yaitu mendiang Hek Kwi Ong si Raja Iblis Hitam, Im kan-kwi si Iblis Akhirat dan Iblis Mayat Hidup yang ketiganya merupakan datuk sesat yang terkenal dengan julukan Sam Kwi (Tiga Iblis).

Akan tetapi sekali ini Bi-kwi bertemu lawan yang sangat tangguh pula. Sin-kiam Mo-li adalah anak angkat mendiang Kim Hwa Nionio, sudah mewarisi semua ilmu dari nenek sakti itu dan ditambah dengan pengalamannya yang luas, ia merupakan seorang wanita yang amat lihai, bukan saja dalam ilmu silat, melainkan juga memiliki kekuatan batin yang hebat karena ia pernah mempelajari ilmu sihir.

Kalau saja ia tidak menghadapi seorang yang juga sudah matang seperti Bi-kwi, tentu ia dapat menjatuhkan lawan dengan ilmu sihirnya. Bahkan kini pun, dengan mengeluarkan lengkingan-lengkingan tajam yang mengandung kekuatan batin, beberapa kali Bi-kwi merasa jantungnya tergetar dan terguncang hebat yang hampir saja melumpuhkannya. Tetapi, maklum akan kesaktian lawan, Bi-kwi lalu mengerahkan segala kemampuan dan tenaganya untuk melakukan perlawanan dengan amat gigihnya.

Hong Beng memondong Hong Li keluar dari kamar tahanan itu menurutkan petunjuk Hong Li. Ternyata lorong yang membawa mereka ke atas itu tidak terjaga. Tiga orang pelayan Mo-li agaknya sedang asyik melayani tujuh orang tosu bersama wanita-wanita dusun.

Hong Li minta turun dari pondongan karena tubuhnya sudah terasa segar kembali dan gadis inilah yang menjadi petunjuk jalan untuk keluar dari daerah berbahaya itu. Akan tetapi, tiba-tiba Hong Beng teringat akan Bi-kwi. Bagaimana dia dapat melarikan diri dan meninggalkan Bi-kwi di tempat yang berbahaya itu? Selama ini dia telah salah sangka terhadap Bi-kwi, bahkan terhadap Bi Lan dan Sim Houw!

Dia sudah menganggap bahwa Bi-kwi adalah seorang wanita iblis yang tidak mungkin menjadi baik kembali. Akan tetapi, kini dia melihat kenyatan betapa keliru pendapatnya itu, pendapat yang dahulu didorong oleh perasaan iri dan cemburu karena cintanya terhadap Bi Lan gagal. Kini baru nampak olehnya, Bi-kwi telah menjadi seorang wanita yang gagah perkasa.

Hal ini telah dibuktikannya. Bi-kwi rela mengorbankan diri, menghadapi Sin-kiam Mo-li yang demikian lihainya, yang masih dibantu tujuh orang tosu. Bi-kwi mengorbankan diri demi menyelamatkan dia dan Hong Li. Dan bagaimana mungkin dia sekarang melarikan diri meninggalkan wanita itu begitu saja diancam bahaya maut? Ahhh.....

"Sumoi, tentu engkau tahu jalan keluar, bukan?"
"Tentu saja, aku sudah hafal jalan di sini dengan semua rahasianya. Jangan khawatir, suheng. Aku akan membawamu keluar dari sini dengan aman."
"Bukan itu yang kukhawatirkan, sumoi. Engkau sekarang larilah secepatnya keluar dan setelah di luar daerah ini, carilah sepasang pendekar yang bernama Sim Houw dan Can Bi Lan, lalu bawalah mereka masuk untuk membantu kami. Aku harus cepat kembali untuk membantu nona Ciong Siu Kwi."
"Siapakah itu?"
"Wanita tadi..."
"Ahhh,... siluman itu?"
"Tidak, sumoi. Dia hanya pura-pura, termasuk siasatnya agar dipercaya oleh Sin-kiam Mo-li. Ia datang untuk menyelamatkan engkau dan ia datang bersama Sim Houw dan Bi Lan itulah. Sudah, aku tidak dapat bicara banyak, engkau cepatlah lari mencari bantuan mereka. Kalau terlambat, mungkin nona Ciong dan aku akan tewas di tangan Mo-li dan tujuh orang tosu itu!" Tanpa menanti jawaban, Hong Beng melompat dan lari kembali ke arah bangunan besar di tengah hutan dan rawa itu.

Sejenak Hong Li berdiri bingung, akan tetapi ia pun dapat menangkap apa yang terjadi menurut cerita Hong Beng tadi, maka ia pun cepat melompat dan melanjutkan larinya ke luar dari daerah itu. Ia merasa amat khawatir akan keselamatan pemuda yang menjadi suheng-nya itu, dan ia harus dapat cepat menemukan sepasang pendekar seperti yang dikatakan oleh Hong Beng tadi.

Juga kini Hong Li baru melihat kenyataan betapa gurunya, Sin-kiam Mo-li, yang selama ini dianggapnya menjadi ibu angkat dan gurunya, amatlah jahatnya. Maka ia pun tidak ragu-ragu untuk membantu Gu Hong Beng, kalau perlu ia bahkan siap untuk menentang kejahatan subo-nya sendiri.

Perkelahian antara Bi-kwi dan Mo-li berjalan dengan sangat serunya dan selama itu, keduanya masih nampak seimbang. Walau pun Mo-li lebih kuat dalam tenaga sinkang, akan tetapi kekurangan Bi-Kwi diimbangi dengan kemenangannya dalam ilmu silat yang banyak ragamnya, terutama sekali Ilmu Sam-kwi Cap-sha-kun yang merupakan ciptaan terakhir dan hasil kerja gabungan dari ketiga orang tokoh sesat itu.

Akan tetapi, setelah berkelahi selama empat puluh jurus lebih, mendadak bermunculan tujuh orang tosu Pek-lian-pai dan Pat-kwa-pai yang menjadi tamu di rumah itu. Akhirnya mereka mendengar juga akan perkelahian itu ketika seorang di antara tiga pelayan yang kebetulan mempunyai keperluan ke belakang, mendengar suara denting pedang beradu yang keluar dari lorong rahasia bawah tanah.

Ang Nio, pelayan ini, segera memasuki lorong dan melihat betapa Mo-li berkelahi mati matian melawan Bi-kwi, sedangkan dua ruangan tahanan telah kosong. Ang Nio cepat berlari ke atas memberi tahu kepada tujuh orang tosu itu dan minta bantuan. Ketujuh orang tosu itu cepat berlompatan keluar dari dalam kamar sambil membetulkan pakaian mereka dengan tergesa-gesa, lalu mereka memasuki lorong bawah tanah.

Melihat betapa Mo-li berkelahi dengan mati-matian melawan Bi-kwi, mereka pun tanpa diminta sudah maju mengepung. Melihat munculnya tujuh orang musuh baru ini, Bi-kwi maklum bahwa ia terancam bahaya maut, namun ia sudah nekat. Ia rela mati, namun hatinya lega karena Hong Beng dan Hong Li tentu sudah dapat keluar dengan selamat.

Ia tidak takut mati, apa lagi mati sebagai seorang gagah yang menentang kejahatan. Suaminya yang amat dicintanya tentu maklum, dan akan merasa bangga pula dengan kematiannya. Maka, dengan penuh semangat, pedang di tangan dan tubuh basah oleh peluh, ia siap untuk mempertahankan nyawanya sampai titik darah terakhir.

Sementara itu, Sin-kiam Mo-li sudah marah sekali kepada Bi-kwi. Demikian besar rasa marah dan bencinya sehingga ia berseru kepada tujuh orang tosu yang membantunya, "Jangan bunuh perempuan keparat ini! Boleh saja buntungi kaki tangannya, akan tetapi jangan buntungi lehernya. Aku ingin menangkapnya hidup-hidup, menyiksanya sepuas hatiku. Pengkhianat keji ini harus mengaku mengapa ia membalik dan membela para pendekar!"

Seruan yang timbul dari kebencian dan kemarahan yang bergelora ini bahkan menolong nyawa Bi-kwi. Kalau saja tidak ada larangan itu, para tosu maju mengeroyok, agaknya tidak sampai sepuluh jurus Bi-kwi akan roboh dan tewas! Akan tetapi, karena dilarang membunuh oleh Mo-li, tujuh orang tosu itu pun menyerang tanpa menggunakan senjata dan mereka tidak melakukan serangan maut, melainkan berusaha merobohkan saja dan menangkapnya. Tidaklah mudah menangkap seseorang yang demikian lihainya seperti Bi-kwi tanpa membunuhnya!

Bi-kwi yang hendak mempertahankan nyawanya sampai napas terakhir, menggunakan seluruh kepandaiannya. Baru sakarang inilah selama hidupnya ia menghadapi lawan yang demikian kuatnya. Delapan orang yang rata-rata memiliki tingkat yang tinggi, dan untuk melawan seorang saja dari mereka sudah sukarlah baginya untuk keluar sebagai pemenang. Apa lagi dikeroyok delapan!

Ia lalu merubah-rubah ilmu silatnya. Bahkan ketika dalam benturan pedang yang amat dahsyatnya pedangnya dan juga pedang di tangan Sin-kiam Mo-li terlempar dan jatuh, ia melanjutkan perlawanan dengan kedua tangan kosong. Mo-li juga tidak mengambil pedangnya karena ia merasa yakin bahwa jika dibantu oleh tujuh orang tosu itu, tanpa pedangnya pun ia akan mampu menangkap Bi-kwi.

Dalam usaha untuk membela diri dan kalau mungkin merobohkan para pengeroyoknya, Bi-kwi menggunakan Hek-wan Sip-pat-ciang (Delapan Belas Jurus Silat Lutung Hitam) yang merupakan ilmu khas dari mendiang Raja Iblis Hitam. Dengan ilmu silat ini, kedua lengan Bi-kwi dapat mulur sampai dua kali lipat ukuran biasa!

Tentu saja ilmu ini hebat bukan main dan para pengeroyoknya kadang-kadang berseru kaget dan hampir celaka oleh serangan ilmu ini. Untung saja mereka itu berdelapan sehingga yang lain cepat membantu kalau ada yang terdesak.

Juga dalam menghadapi sambaran pukulan atau tendangan lawan, Bi-kwi melindungi dirinya dengan Ilmu Kebal Kulit Baja yang dipelajarinya dari mendiang Iblis Akhirat, juga tendangan Pat-hong-twi yang dapat dilakukan ke arah delapan penjuru dengan secara susul-menyusul dan cepat serta kuat sekali.

Kadang-kadang dia juga mengeluarkan pukulan Hun-kin Tok-ciang (Tangan Beracun Putuskan Otot) dari mendiang Iblis Mayat Hidup. Tetapi di samping semua ilmu ini, Ilmu Pukulan Kiam-ciang (Tangan Pedang) masih terus dia gunakan sehingga menggiriskan para pengeroyoknya, walau pun para pengeroyok itu memiliki ilmu yang tinggi.

Sudah berulang kali Bi-kwi menerima tendangan dan pukulan, tapi berkat perlindungan Ilmu Kebal Kulit Baja, ia tidak menderita luka walau pun pakaiannya sudah robek sana dan sini. Seluruh tubuhnya terasa nyeri-nyeri karena biar pun tidak terluka, tetap saja guncangan-guncangan yang diterimanya membuat tubuhnya nyeri semua.

Ia semakin terdesak dan agaknya tidak lama lagi ia akan kehabisan tenaga dan napas dan akan roboh tak berdaya sehingga ia akan menjadi korban kebencian Sin-kiam Mo-li yang ingin menyiksanya habis-habisan sebelum membunuhnya!

Pada saat ia kembali menerima sebuah tendangan yang kuat dari Ok Cin Cu, tosu yang agaknya juga amat membencinya karena pernah dikecewakan oleh pelayanannya yang dingin, hingga tubuhnya terbanting dan bergulingan, dan ia terpaksa menangkis dengan kedua lengannya karena pada waktu ia bergulingan itu datang tendangan bertubi-tubi, muncullah Gu Hong Beng!

Tanpa banyak cakap lagi, Hong Beng menyerbu dan menyerang Ok Cin Cu sehingga tosu ini terpelanting oleh sambaran angin pukulannya yang sangat panas karena ia tadi menyerang dengan pengerahan tenaga Hwi-yang Sinkang, satu di antara ilmu sinkang dari Pulau Es!

Hwi-yang Sinkang (Tenaga Sakti Inti Api) mengeluarkan hawa panas dan sangat kuat sehingga walau pun Ok Cin Cu tidak terkena pukulan secara langsung, tetap saja dia terpelanting! Semua orang terkejut. Dan melihat munculnya pemuda ini, Sin-kiam Mo-li menjadi girang. Kiranya pemuda ini belum lagi melarikan diri! Sekarang ia akan dapat menangkapnya dan menyiksanya bersama Bi-kwi.

"Tangkap pemuda jahanam ini pula!" bentaknya dan ia sendiri sudah menyerang Hong Beng dengan dahsyatnya. Pemuda ini juga amat membenci Sin-kiam Mo-li, maka dia pun mengerahkan tenaganya dan menangkis.
"Desss...!" Keduanya terdorong ke belakang.

Hong Beng merasa lega dan juga kagum melihat betapa Bi-kwi yang dikeroyok delapan orang lihai itu masih dalam keadaan selamat, walau pun pakaiannya sudah compang-camping dan wajahnya sudah pucat, dengan tubuh basah oleh keringat dan tampaknya wanita itu lelah sekali. Namun, melihat Hong Beng, Bi-kwi terkejut.

"Bagaimana dengan Hong Li?" tanyanya sambil meloncat ke belakang menghindarkan serangan dua orang lawan.
"Harap jangan khawatir, ia sudah selamat," kata Hong Beng. Ia makin kagum karena dalam keadaan nyawanya sendiri terancam bahaya, wanita itu masih teringat kepada anak itu.
"Kenapa kau mencari penyakit dan tidak pergi saja?" kata pula Bi-kwi, agak menyesal mengapa pemuda ini kembali untuk menyerahkan nyawa.
"Ciong-lihiap, aku masih belum begitu tersesat untuk bisa membiarkan engkau sendirian terancam bahaya. Mari kita hajar iblis-iblis ini!" kata Hong Beng.

Bi-kwi terbelalak dan wajahnya menjadi cerah sekali, sepasang matanya bersinar dan mencorong mendengar betapa ia disebut Ciong-lihiap oleh murid tokoh Pulau Es itu. Ia tertawa.
"He-he-he, engkau benar sekali, Gu-taihiap! Mari kita basmi siluman-siluman jahat ini!"

Dan seperti memperoleh tenaga baru, sebuah tendangan kilat mengenai paha Im Yang Tosu, membuat tosu Pek-lian-kauw yang menjadi salah seorang di antara pengeroyok itu terpelanting dan ketika meloncat bangun, kakinya agak terpincang. Dia menyumpah-nyumpah dan menerjang lagi.

Dengan penuh semangat, dua orang itu mengamuk dan mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaian mereka. Namun, delapan orang pengeroyoknya adalah orang-orang pandai yang setingkat dengan mereka, maka perlahan-lahan, mulailah Bi-kwi dan Hong Beng terdesak lagi. Mereka sudah mulai menerima hantaman-hantaman dan hanya karena kekebalan tubuh mereka dan besarnya semangat mereka saja, maka dua orang gagah ini masih terus melakukan perlawanan bagaikan dua ekor harimau yang sudah terluka dan tersudut, pantang menyerah sebelum roboh!

Sementara itu, dengan cepat sekali Hong Li lari menyusup-nyusup keluar dari daerah yang berbahaya karena penuh dengan perangkap-perangkap itu. Berkat kecerdikannya, karena ia sudah hafal benar keadaan di daerah itu, ia mampu berlari keluar di tempat gelap tanpa terancam jebakan dan akhirnya sampai juga ia di luar daerah tempat tinggal gurunya.

Sampai di sini, Hong Li merasa bingung sekali. Ia disuruh mencari dua orang gagah yang hanya diketahui namanya saja, yaitu Sim Houw dan Can Bi Lan. Akan tetapi ia belum pernah bertemu dengan mereka dan tidak tahu bagaimana wajah mereka. Ia tak akan mengenal mereka dan ke manakah ia harus mencari mereka?

Tetapi Hong Li adalah seorang anak yang cerdik sekali. Ia membayangkan keadaannya. Sekarang ia dapat menduga bahwa kalau suheng-nya yang bernama Gu Hong Beng itu datang sendirian untuk menyelamatkannya. Karena itu wanita yang disebut Bi-kwi oleh gurunya itu pasti datang bertiga bersama mereka yang kini harus dicarinya.

Agaknya Bi-kwi itu mengenal subo-nya, maka menggunakan siasat berkunjung kepada gurunya sebagai seorang sahabat dan kemudian bergerak dari dalam. Kalau demikian halnya, sudah pasti kedua orang temannya itu menunggu di luar hutan ini dan sekarang berada di suatu tempat tersembunyi. Mencari mereka tidaklah mungkin karena mereka bersembunyi, maka ia pun lalu mulai memanggil-manggil dengan suara nyaring.

"Dua orang gagah yang bernama Sim Houw dan Can Bi Lan...! Ji-wi (kalian) keluarlah! Sahabat ji-wi Bi-kwi berada dalam bahaya!"
"Sim Houw dan Can Bi Lan...!"

Hong Li berjalan ke sana-sini sambil berteriak-teriak. Usahanya berhasil. Belum sepuluh kali ia memanggil kedua nama itu. Tiba-tiba berkelebat bayangan orang dan tahu-tahu di depannya sudah berdiri seorang lelaki dan seorang perempuan yang dapat dilihatnya dalam cuaca remang-remang yang ditimbulkan oleh sinar laksaan bintang di langit.

"Siapa engkau?" yang wanita menyapanya dengan suara tegas setengah menghardik.
"Aku Kao Hong Li..."
"Ahhh...!" Dua orang itu cepat memegang lengannya dengan lembut.
"Kiranya adik Hong Li...! Apa artinya teriakanmu tadi?" tanya yang wanita. "Aku yang bernama Can Bi Lan, aku sumoi dari Bi-kwi itu, dan aku sumoi dari ayahmu..."
"Sumoi dari ayah?"
"Tidak ada waktu untuk bicara tentang itu. Hong Li, katakanlah, apa yang telah terjadi dan bagaimana engkau dapat sampai ke sini?"

"Engkau benar, bibi. Tidak ada banyak waktu untuk bicara. Kalianlah yang dicari oleh mereka yang kini berada dalam bahaya besar. Mereka berdua terancam bahaya maut. Di sana ada... Sin-kiam Mo-li dan tujuh orang tosu itu..."
"Berdua? Suci Bi-kwi dengan siapa?"
"Ia bersama suheng Gu Hong Beng. Tadinya suheng tertawan. Lalu muncul bibi Bi-kwi yang berhasil membebaskan aku dan suheng. Akan tetapi suheng menyuruh aku berlari sendiri dan dia kembali untuk membantu bibi Bi-kwi. Mari, mari cepat, biar aku menjadi penunjuk jalan. Ji-wi harus membantu mereka!"

Tanpa menanti, jawaban, Hong Li sudah melompat ke dalam hutan. Dua orang itu amat kagum dan mereka pun cepat mengikuti jejak Hong Li yang mulai menyusup-nyusup ke dalam hutan itu menuju ke tempat tinggal Sin-kiam Mo-li.

Kedatangan Bi Lan dan Sim Houw sungguh pada saat yang tepat sekali. Ketika mereka tiba di dalam rumah itu, mereka dihadang oleh tiga orang wanita yang bukan lain adalah Pek Nio, Ang Nio dan Hek Nio, tiga orang pelayan dan juga pembantu dan murid dari Sin-kiam Mo-li.

"Mereka adalah pembantu-pembantu Sin-kiam Mo-li," bisik Hong Li kepada dua orang itu.
"Tunggu! Siapakah kalian dan mau apa?" bentak Pek Nio dengan pedang melintang di depan dada.
Bi Lan yang sudah mendengar bisikan Hong Li tadi membentak, "Menggelinding pergi kalian!"

Dan ia pun menerjang ke depan. Tiga orang wanita pelayan itu menyambutnya dengan serangan pedang, akan tetapi begitu Bi Lan menggerakkan kaki tangannya, tiga orang itu berpelantingan ke kanan kiri dan terbanting keras, tak dapat bangkit kembali! Hong Li kagum bukan main melihat ini. Bibi gurunya! Adik seperguruan ayahnya! Demikian lihai!

"Mari, mari ke sini, bibi!" katanya sambil berlari masuk ke dalam rumah itu, diikuti oleh Bi Lan dan Sim Houw. Hong Li membuka sebuah pintu rahasia dan mereka pun memasuki terowongan bawah tanah.

Kalau tadi Bi Lan dan Sim Houw masih heran dan bingung, belum percaya penuh akan keterangan Hong Li bahwa Bi-kwi berada di situ bersama Gu Hong Beng, kini mereka dapat melihat sendiri. Memang Hong Beng bersama Bi-kwi yang sedang dikurung dan terdesak hebat oleh delapan orang pengeroyok itu! Sejenak mereka merasa kaget dan heran sekali.

Hong Beng bekerja sama dengan Bi-kwi menghadapi pengeroyokan delapan orang musuh! Sukar untuk dapat dipercaya karena mereka tahu betapa besarnya perasaan benci dalam hati Hong Beng terhadap Bi-kwi. Agaknya pemuda itu telah sadar sekarang dan hal ini membuat Bi Lan demikian girangnya sehingga ia berteriak nyaring.

"Hong Beng, jangan takut aku datang membantu!"

Sim Houw juga tidak banyak cakap lagi. Begitu tiba di situ, pendekar Suling Naga ini menggunakan pandang matanya yang tajam mencorong itu untuk menelitii keadaan. Dia melihat bahwa baik tingkat kepandaian Hong Beng mau pun Bi-kwi tidak kalah oleh tingkat masing-masing pengeroyok, dan dia merasa yakin bahwa Bi Lan akan mampu mengalahkan setiap dari mereka, kecuali wanita cantik itu yang amat lihai.

Bi Lan akan mampu menahan dua orang lawan, Hong Beng dan Bi-kwi menghadapi dua orang lawan dan dia sendiri akan menghadapi empat orang lawan termasuk wanita itu yang dia sangka tentulah Sin-kiam Mo-li adanya. Maka dia pun sudah mencabut suling naga dari pinggangnya dan bersama dengan Bi Lan dia menyerbu ke dalam arena perkelahian. Ruangan di depan kamar-kamar tahanan itu cukup luas sehingga dia dapat menggerakkan pedangnya yang luar biasa itu dengan leluasa.

Munculnya dua orang ini mengejutkan Sin-kiam Mo-li dan kawan-kawannya. Akan tetapi tidak membuat mereka menjadi gentar. Bagaimana pun juga, mereka berjumlah delapan orang, merupakan kekuatan yang sukar dilawan.

Mo-li maklum bahwa kawan-kawannya adalah tokoh-tokoh pilihan dari Pek-lian-pai dan Pat-kwa-pai, maka munculnya dua orang yang membantu Bi-kwi dan Gu Hong Beng tidak membuat ia menjadi gentar. Ia sudah menyambar pedangnya dan meloncat ke depan menyambut Sim Houw dan karena ingin cepat-cepat menyelesaikan perkelahian ini, tangan kirinya juga sudah melolos kebutan bulu merah bergagang emas. Dan begitu tubuhnya menerjang ke depan, pedangnya menusuk dada Sim Houw dan kebutannya menyambar ke arah muka pendekar itu.

"Tranggg…! Trakkk…!"
"Aihhhhh...!" Sin-kiam Mo-li menjerit ketika tubuhnya terhuyung ke belakang seperti di sambar petir.
"Dia Pendekar Suling Naga...!" teriak Thian Kek Sengjin yang pernah dikalahkan oleh pendekar ini. Demikian pula Ok Cin Cu amat terkejut melihat munculnya pendekar yang membuatnya gentar itu.

Mendengar ini, Sin-kiam Mo-li terkejut. Ia sudah mendengar nama besar pendekar yang baru muncul ini dan kini ia memandang ke arah pedang berbentuk suling naga itu. Akan tetapi ia tidak merasa gentar karena ia dibantu oleh teman-temannya dan bersama tiga orang tosu ia pun menerjang lagi ke depan, sekali ini lebih berhati-hati agar jangan bentrok senjata secara langsung karena ia tahu bahwa tenaga sinkang-nya masih kalah jauh dibandingkan pendekar ini.

Bi Lan sudah menghadapi dua orang tosu, yaitu Ok Cin Cu dan sute-nya, yaitu Lam Cin Cu, dua orang tokoh Pat-kwa-pai. Bi-kwi melawan Im Yang Tosu sedangkan Hong Beng berkelahi melawan Ang Bin Tosu, kedua-duanya dari Pek-lian-pai. Ada pun Sim Houw dikepung oleh Sin-kiam Mo-li yang dibantu oleh Thian Kek Sengjin dan Coa-ong Sengjin dari Pek-lian-pai, dan Thian Kong Cinjin yang merupakan tosu paling tangguh di antara mereka bertujuh, karena tosu ini adalah wakil ketua Pat-kwa-pai.

Hong Li berdiri agak jauh, nonton perkelahian itu dengan pandang mata penuh kagum ditujukan kepada Sim Houw dan Bi Lan. Sekarang sungguh amat mengejutkan pihak Mo-li, pertempuran itu berjalan dengan seimbang!

Andai kata Bi-kwi tidak demikian lelah dan nyeri-nyeri tubuhnya karena tadi menerima banyak pukulan, seperti juga halnya Hong Beng, tentu ia dan Hong Beng sudah mampu merobohkan lawannya yang hanya seorang saja.

Bi Lan yang tadi sudah melihat kelihaian para tosu, sekarang mengerahkan tenaga dan kepandaiannya, membuat kedua orang pengeroyoknya cukup repot meski kedua orang pengeroyok itu menggunakan tongkat untuk menyerangnya, sedangkan gadis itu hanya bertangan kosong saja.

Hong Beng juga sudah menerima beberapa pukulan keras ketika dia membantu Bi-kwi tadi sehingga gerakannya tidak leluasa, juga tenaganya banyak berkurang. Untung dia memiliki sinkang yang amat kuat dari gurunya, sinkang istimewa dari keluarga Pulau Es.

Maka biar pun lawannya, Ang Bin Tosu dari Pek-lian-pai juga merupakan tokoh lihai, sudah berusaha untuk mengalahkannya, tetap saja kakek tosu sesat itu tidak mampu mendesak Hong Beng. Bahkan ketika Hong Beng memainkan Liong-in Bun-hoat, ilmu silat yang amat tinggi dan sukar dilawan, yang halus namun mengandung kekuatan dahsyat, Ang Bin Tosu terkena dorongan tangan kiri Hong Beng dan kakek ini terhuyung lalu terpaksa meloncat ke belakang.

Pada saat itu, Bi-kwi yang keadaannya lebih parah dari Hong Beng, terdesak hebat dan sebuah sapuan tongkat panjang dari lawannya, yaitu Im Yang Tosu, membuat ia roboh terguling. Memang aneh, tadi ketika hanya berkelahi berdua saja dengan Hong Beng, dia begitu gigih, tetapi setelah datang bala bantuan, Bi-kwi merasa betapa tubuhnya lelah dan lemah.

Hal ini mungkin karena tadi ia tidak melihat adanya harapan dan hal itu membuatnya nekat, dan kini, kelegaan hati melihat kemunculan Bi Lan dan Sim Houw membuat daya tahan batinnya bahkan melemah. Untung Hong Beng cepat menubruk ke depan dan menghantam punggung Im Yang Tosu dengan pengerahan tenaga Swat-im Sinkang yang berhawa dingin.

"Bukkk!"

Punggung itu kena dihantam telapak tangan Hong Beng, keras sekali karena pemuda ini khawatir sekali dan ingin menyelamatkan Bi-kwi yang terancam maut oleh serangan susulan dari Im Yang Tosu yang menghantamkan tongkatnya ke arah kepala Bi-kwi. Pukulan tangan Hong Beng itu demikian kuatnya sehingga tubuh Im Yang Tosu lantas terpelanting keras, menggigil dan tidak mampu bangun kembali, bahkan tak lagi mampu berkutik!

Melihat rekannya roboh, Ang Bin Tosu marah sekali dan dengan teriakan marah dia menubruk ke arah Hong Beng. Ketika itu, Hong Beng yang tadi menggunakan seluruh tenaganya memukul Im Yang Tosu, berada dalam posisi yang tidak menguntungkan. Hong Beng memang sudah amat lelah dan telah banyak menerima pukulan pada saat bersama Bi-kwi menghadapi pengeroyokan delapan orang itu. Maka pengerahan tenaga sekuatnya tadi membuat ia terhuyung dan terengah, dan dalam keadaan seperti itu Ang Bin Tosu menyerangnya dengan pukulan dahsyat dari belakang!

"Desss...!"

Pada saat yang amat berbahaya bagi Hong Beng itu, Bi-kwi menerjang ke depan dan menyambut serangan tosu itu untuk menyelamatkan Hong Beng. Hebat sekali benturan tangan itu. Akibatnya, tubuh Bi-kwi yang sudah amat lelah dan lemah itu terjengkang dan wanita itu pun roboh pingsan. Namun Ang Bin Tosu juga terhuyung ke belakang dan terengah-engah karena benturan tenaga itu sangat hebat, membuat isi dadanya terguncang dan tergetar.

Melihat betapa dia baru terlepas dari bahaya maut karena pertolongan Bi-kwi, sehingga wanita itu roboh tidak bergerak lagi, Hong Beng menjadi marah sekali kepada Ang Bin Tosu.

"Tosu jahat!" bentaknya.

Dan dia pun menerjang tosu yang sedang terhuyung itu. Ang Bin Tosu yang kehilangan tongkatnya, menangkis dengan kedua lengannya, akan tetapi pukulan Hong Beng amat hebatnya sehingga tangkisan itu runtuh dan telapak tangan kiri Hong Beng mengenai dada Ang Bin Tosu. Kakek ini mengeluh dan roboh terjengkang, tak dapat bergerak lagi.

Sementara itu, pedang suling naga di tangan Sim Houw mulai membuat empat orang pengeroyoknya kocar-kacir. Pedang itu menyambar-nyambar, menjadi segulungan sinar yang amat panjang dan kuat, mengeluarkan bunyi melengking-lengking seperti orang bermain suling. Empat orang itu berusaha keras untuk mendesaknya, namun sebaliknya mereka berempat yang terdesak dan permainan senjata mereka menjadi kacau-balau.

Mula-mula Thian Kong Cinjin yang lebih dulu menjadi korban sinar pedang suling naga. Sim Houw melihat betapa di antara empat orang pengeroyoknya, yang paling tangguh adalah wakil ketua Pat-kwa-pai ini dan Sin-kiam Mo-li. Karena itu, ketika mendapatkan kesempatan dia pun menujukan sinar pedangnya mendesak Thian Kong Cinjin. Ketika kakek ini memutar tongkatnya untuk melindungi dirinya dari sinar pedang, Sim Houw meloncat dan menendang ujung tongkat itu dan pada saat tongkat itu menyeleweng dan terbuka lubang, Sim Houw memasukinya dengan sinar pedangnya.

"Crettttt!"

Robeknya jubah di bagian pundak disusul mengalirnya darah. Pundak itu telah terluka oleh pedang dan seketika lengan kanan Thian Kong Cinjin menjadi lumpuh kehilangan tenaga sehingga tongkatnya pun terlepas.

Pada saat itu pula tiga orang pengeroyok sudah menerjang dengan cepat sehingga Sim Houw harus meloncat mundur dan melindungi tubuhnya dengan sinar pedang sulingnya sehingga serangan senjata tiga orang pengeroyok itu dapat ditangkis semua.

Pada saat itu, Bi Lan berhasil merobohkan Lam Cin Cu dengan tamparan tangan kirinya yang mengenai pelipis tosu itu. Lam Cin Cu roboh tak berkutik lagi. Melihat robohnya sute ini, Ok Cin Cu terkejut dan juga gentar. Dia meloncat jauh ke belakang dengan muka pucat, apa lagi melihat betapa Im Yang Tosu dan Ang Bin Tosu juga sudah roboh.

Bi Lan kini menerjang ke dalam pertempuran membantu Sim Houw. Tentu saja tiga orang pengeroyok Sim Houw menjadi semakin repot. Tadi saja mengeroyok Pendekar Suling Naga, mereka sudah sangat kewalahan. Apa lagi kini Bi Lan ikut maju membantu kekasihnya. Meski gadis ini hanya bertangan kosong, namun tangan kakinya tak kalah ampuhnya dibandingkan dengan senjata.

Yang merasa penasaran dan marah sekali adalah Sim-kiam Mo-li. Dia mengandalkan tujuh orang tosu yang menjadi sekutunya itu dan kini sudah ada tiga orang tosu tewas, bahkan Thian Kong Cinjin juga sudah terluka pundaknya dan tidak mampu melanjutkan perkelahian. Ok Cin Cu yang belum terluka agaknya telah menjadi gentar dan menjauh, sehingga yang membantu Mo-li hanya tinggal dua orang lagi, yaitu Thian Kek Sengjin dan Coa-ong Sengjin dari Pek-lian-pai.

Biar pun para pengeroyok itu rata-rata memiliki ilmu kepandaian tinggi, kalau Sim Houw menghendaki, dengan ilmu pedang Suling Naga, agaknya sudah sejak tadi dia akan mampu merobohkan seorang atau dua orang di antara mereka kalau dia bermaksud membunuh mereka. Justru karena dia menahan diri agar tidak membunuh lawan maka sukar baginya untuk merobohkan mereka dan baru saja dia berhasil melukai Thian Kong Cinjin.

Kini, masuknya Bi Lan membuat keadaan menjadi lain. Kalau Sim Houw mengendalikan gerakannya supaya jangan membunuh lawan, sebaliknya Bi Lan masuk dan menerjang dengan serangan dahsyat yang penuh niat untuk membunuh lawan! Dan mudah diduga bahwa kebencian Bi Lan dijatuhkan kepada Sin-kiam Mo-li karena wanita inilah yang telah menculik Hong Li.

"Perempuan iblis, bersiaplah untuk mampus!" bentak Bi Lan.

Begitu ia terjun ke dalam pertempuran itu, langsung saja ia menyerang Sin-kiam Mo-li. Wanita ini menyambut dengan sepasang senjatanya, yaitu kebutan dan pedang, yang dengan dahsyat menyambut serangan Bi Lan dengan tusukan pedang dan sabetan cambuk ke arah muka gadis itu.

Bi Lan bukannya tidak tahu akan hebatnya lawan dari gerakan yang amat cepat dan mengandung angin keras itu, maka ia pun cepat mengelak ke samping dan dengan tubuh setengah berjongkok, dari samping kakinya mencuat dalam tendangan kilat ke arah lutut Mo-li.

Perlu diketahui bahwa seperti juga Bi-kwi, Bi Lan telah mewarisi ilmu dari ketiga orang gurunya. Ilmu tendangan Pat-hong-twi (Tendangan Delapan Penjuru Angin) merupakan satu di antara ilmu dari mendiang Iblis Akhirat yang sudah dilatihnya dengan amat baik. Maka tendangan yang datangnya tiba-tiba itu amat dahsyat, tidak tersangka dan juga selain cepat, mengandung tenaga yang kuat sekali.

Sementara itu, melihat betapa kekasihnya kini menghadapi Sin-kiam Mo-li, Sim Houw merasa khawatir. Di antara tiga orang pengeroyoknya, Mo-li merupakan lawan yang paling tangguh. Maka melihat majunya Bi Lan yang menghadapi Mo-li, dan sekarang kekasihnya itu diserang dengan hebat menggunakan kebutan dan pedang, Sim Houw menubruk ke depan sambil memutar pedang suling naga di tangan kanannya sambil mengerahkan tenaga.

Pada saat itu, Sin-kiam Mo-li sedang menghadapi tendangan dari bawah yang dilakukan oleh Bi Lan dalam posisi setengah berjongkok. Ia mengenal serangan dahsyat dan cepat tubuhnya mencelat ke belakang untuk menghindarkan diri dari tendangan itu. Dan pada saat itu, terdengar suara suling naga melengking ketika Sim Houw memutarnya dan menerjangnya.

Mo-li membalikkan tubuhnya, menangkis sinar pedang Sim Houw dengan pedangnya, sedangkan kebutan merahnya diputar ke belakang untuk melindungi dirinya kalau-kalau Bi Lan menyerang lagi. Namun Bi Lan justru sudah diserang oleh Thian Kek Sengjin. Kakek ini memang lihai sekali, maka Bi Lan harus mencurahkan kepandaiannya untuk menghadapi tongkat kakek itu, sebatang tongkat naga hitam dan mereka terlibat dalam perkelahian yang seru.

"Tranggg...!"

Terdengar Sin-kiam Mo-li menjerit karena pedangnya patah menjadi dua potong ketika bertemu dengan pedang suling naga dan telapak tangan yang memegang gagang pedang itu pun lecet berdarah! Maklumlah Sin-kiam Mo-li bahwa ia bersama kawan-kawannya tak akan menang kalau melanjutkan pertempuran itu. Maka sambil memutar kebutannya untuk melindungi dirinya, ia lantas mengeluarkan teriakan malengking dan tubuhnya meloncat jauh ke luar melalui terowongan itu.

Melihat ini Ok Cin Cu, Thian Kong Cinjin, Thian Kek Sengjin, dan Coa-ong Sengjin, empat orang tosu yang masih hidup, maklum bahwa keadaan amat berbahaya. Mereka pun mengeluarkan suara melengking dan berlompatan untuk melarikan diri.

Pada saat Bi Lan hendak mengejar, Sim Houw memegang lengannya sambil berteriak, "Awas...!"
Mereka berloncatan mundur pada saat terdengar ledakan-ledakan, dan tiba-tiba tempat itu menjadi gelap oleh asap hitam! Kiranya para tosu itu menggunakan alat-alat peledak untuk mencegah pihak musuh melakukan pengejaran.

Bi Lan cepat menarik tangan Hong Li dan mereka bertiarap seperti yang lain, khawatir kalau-kalau asap hitam itu beracun. Tetapi ternyata tidak. Asap itu hanya menggelapkan tempat itu dan tidak mengandung racun.

Pada saat Bi Lan, Hong Beng yang sudah kelelahan dan Sim Houw mengejar keluar, ternyata keempat orang tosu dan Sin-kiam Mo-li telah hilang tak nampak pula jejaknya. Mereka lalu kembali ke dalam ruangan bawah tanah, menggotong keluar Bi-kwi yang masih pingsan. Setelah berada di atas dan di tempat yang bersih dengan hawa yang segar, mereka bertiga memberikan pertolongan kepada Bi-kwi. Akan tetapi ternyata bahwa Bi-kwi hanya kehabisan tenaga, terlalu lelah dan biar pun ia banyak menerima pukulan seperti juga Hong Beng, namun tidak menderita luka yang parah.

Begitu siuman dari pingsannya dan melihat Hong Beng berlutut paling dekat dengannya, Bi-kwi tersenyum kepada pemuda itu dan bertanya lirih, "Apakah aku sudah mati?"

Hong Beng menggeleng kepala dan berkata, "Tidak, engkau masih hidup seperti juga kami semua."
Agaknya baru Bi-kwi teringat dan ia cepat bertanya, "Bagaimana dengan Hong Li?"
"Suci, ia selamat berkat bantuanmu," kata Bi Lan dan Hong Li segera mendekat.

Melihat betapa Hong Beng, Bi Lan, Sim Houw dan Hong Li semua berada di situ dalam keadaan selamat, Bi-kwi bangkit duduk dan wajahnya menjadi cerah gembira.

"Aihh, kita telah berhasil! Lalu bagaimana dengan mereka? Mo-li dan para tosu itu?"

Ia melihat ke kanan kiri lalu memandang ke arah tubuh tiga orang tosu yang rebah tak bergerak lagi, tubuh Ang Bin Tosu, Im Yang Tosu, dan Lam Cin Cu, sedangkan empat orang tosu lain bersama Sin-kiam Mo-li tidak nampak berada di situ.

"Tiga orang tosu dan tiga orang pelayan tewas, yang lain-lain melarikan diri bersama Sin-kiam Mo-li," kata Bi Lan.
"Sayang," Bi-kwi bangkit berdiri. "Iblis itu jahat dan palsu. Dalam kesempatan ini kita gagal membasminya, dan lain kali ia pasti akan menjadi ancaman bagi kita semua."

Ia memandang kepada Sim Houw dan pandang matanya seperti menegur, mengapa Pendekar Suling Naga itu tidak mencegah mereka melarikan diri karena ia tahu bahwa hanya pendekar ini yang memiliki kemampuan untuk membasmi mereka.

"Ciong-lihiap, mereka mempergunakan alat peledak dan menghilang di balik tabir asap hitam sehingga kami tidak berdaya mengejar mereka," kata Hong Beng.

Bi-kwi memandang wajah pemuda itu dan menarik napas lega, lalu sambil tersenyum gembira dia berkata. "Di samping berhasilnya usaha kita menyelamatkan Kao Hong Li dari tangan Sin-kiam Mo-li, satu hal yang amat menggembirakan hatiku adalah bahwa kini Gu-taihiap tidak lagi memusuhi aku!"

Wajah Gu Hong Beng berubah merah karena dia merasa tak enak dan malu kalau dia ingat akan sikapnya sendiri di masa lalu terhadap wanita ini, juga terhadap Sim Houw dan Bi Lan.

"Mataku terbuka sekarang dan aku menyadari kesalahanku. Biarlah aku menggunakan kesempatan ini untuk mohon maaf dari kalian bertiga atas sikapku yang tidak adil dan penuh dengan prasangka dan kecurigaan terhadap kalian. Aku telah dibutakan oleh ketinggian hati dan iri...," katanya sambil memandang kepada Sim Houw.

Sim Houw tersenyum dan mengangguk. "Hidup adalah belajar, saudaraku, sedangkan pengalaman merupakan guru yang sangat baik. Orang yang bisa menyadari kesalahan langkah di masa lalu merupakan orang yang beruntung sekali dan jika ia dapat merubah kesalahannya itu seketika berdasarkan kesadaran, maka dia seorang yang beruntung sekali."

Hong Li memegang tangan Hong Beng. "Suheng, sebenarnya apakah yang telah terjadi dengan aku? Sungguh sampai sekarang aku masih bingung memikirkan tentang subo... ehhh, Sin-kiam Mo-li itu. Selama ini kuanggap ia seorang yang amat baik kepadaku, bersikap baik dan penuh kasih, seolah-olah aku ini anaknya atau muridnya sendiri yang terkasih. Baru setelah suheng muncul dan aku membela suheng, ia bersikap buruk dan keras kepadaku. Apa sebenarnya yang telah terjadi ketika aku diculik oleh Ang I Lama?"

"Anak baik, akulah yang dapat menjelaskan kepadamu sebab baru saja aku mendengar sendiri dari Sin-kiam Mo-li. Ketika engkau diculik, yang melakukannya adalah seorang kakek berjubah pendeta Lama yang sudah tua, bukan? Dia mengaku bernama Ang I Lama, akan tetapi sesungguhnya penculikmu itu bukan lain adalah Sin-kiam Mo-li sendiri. Selain memiliki ilmu silat tinggi dan ilmu sihir, juga Mo-li pandai menyamar. Di tengah perjalanan, ia menipumu dan pura-pura menjadi penolongmu dengan mengusir Ang I Lama."

"Akan tetapi, mengapa ia harus berbuat demikian, bibi?" Hong Li bertanya penasaran, tidak melihat apa gunanya Mo-li berbuat seperti itu.
"Maksudnya semula adalah untuk sekali bertepuk mendapatkan dua ekor lalat. Pertama, menculikmu untuk menghancurkan hati orang tuamu yang dianggapnya musuh besar karena orang tuamu adalah keluarga Pulau Es dan keluarga Gurun Pasir. Dan kedua, untuk mengadu domba antara orang tuamu dengan Ang I Lama, seorang pendeta Lama di Tibet yang dihormati oleh para pendeta Lama. Sin-kiam Mo-li adalah anak angkat dan murid terkasih dari mendiang Kim Hwa Nionio yang tewas di tangan Pendekar Suling Naga, yaitu Sim-taihiap ini, ketika para pendekar bentrok dengan Kim Hwa Nionio dan kawan-kawannya."

"Kalau begitu, tentu dia amat membenciku. Akan tetapi kenapa setelah menculikku, ia tidak membunuhku, bahkan bersikap baik kepadaku, mengambil aku sebagai murid, bahkan sebagai anak angkat?"
"Tadinya memang ia bermaksud membunuhmu, akan tetapi agaknya ia tertarik dan suka kepadamu, Hong Li," jawab Bi-kwi atau Ciong Siu Kwi.
"Kukira bukan hanya karena tertarik dan suka," sambung Bi Lan. "Lebih tepat lagi kalau ia memang merencanakannya, mendidik Hong Li supaya kelak dapat diarahkan untuk memusuhi keluarga Pulau Es dan Gurun Pasir!"

Kao Hong Li mengerutkan alisnya. "Sungguh keji sekali jika begitu. Akan tetapi kenapa kemudian datang seorang kakek bernama Ang I Lama yang persis dengan kakek yang dulu menculik aku dan terjadi perkelahian antara kakek itu dan subo... ehhh, Sin-kiam Mo-li?"

Bi Lan yang kini memberi keterangan. "Gara-gara Mo-li mengaku sebagai Ang I Lama, ayah dan ibumu mencari Ang I Lama ke Tibet dan hampir terjadi bentrokan antara mereka. Akan tetapi orang tuamu tahu bahwa Ang I Lama memang tidak bersalah dan menduga bahwa ada orang lain yang mempergunakan nama kakek pendeta Lama yang saleh itu, maka dengan kecewa dan berduka mereka pulang. Ang I Lama sendiri merasa penasaran karena namanya dipergunakan orang. Dia melakukan penyelidikan dan akhirnya dapat menduga bahwa Sin-kiam Mo-li yang menyamar sebagai dirinya dan datang untuk menegurnya dan membebaskanmu. Akan tetapi dia kalah dan bahkan terluka, lalu tewas di depan para pendeta Lama. Karena kata-kata terakhir darinya menyebut nama orang tuamu, para pendeta Lama menyangka bahwa Ang I Lama terbunuh oleh orang tuamu. Di sini, siasat yang dipergunakan Sin-kiam Mo-li hampir berhasil, yaitu mengadu domba antara orang tuamu dengan para pendeta Lama."

"Jahat sekali...!" Hong Li kembali berseru penasaran.
"Masih ada lagi," kini Gu Hong Beng yang melanjutkan. "Orang tuamu mengadakan pesta ulang tahun, dengan maksud mengumpulkan semua tokoh kang-ouw agar supaya mereka membantu mendengarkan di mana kau berada dan siapa yang menculikmu. Ketika semua orang hadir, Sin-kiam Mo-li menyuruh pembantunya untuk mengacaukan pesta itu dengan mengadu domba antara orang tuamu dengan Ciong-lihiap ini, dengan jalan menukar bingkisan Ciong-lihiap ini dengan bingkisan lainnya yang berisi segumpal rambutmu dan hiasan rambutmu. Tentu saja hal itu menggegerkan, dan celakanya, aku sendiri yang tolol percaya sehingga menjatuhkan fitnah kepada Ciong-lihiap..."

"Aihh, Gu-taihiap, harap jangan sebut-sebut lagi urusan itu. Melihat betapa kini engkau merubah sikapmu kepadaku saja sudah mendatangkan kebahagiaan besar di dalam hatiku. Siapa orangnya yang takkan curiga kepadaku mengingat akan masa laluku?"
"Suci, jangan bicara seperti itu! Pada akhirnya semua orang akan tahu bahwa engkau benar-benar telah kembali ke jalan benar," kata Bi Lan.
"Tepat sekali!" Hong Beng berseru. "Aku tadinya lupa bahwa tidak ada seorang pun di dunia ini yang tanpa dosa, dan bahwa orang yang pernah bergelimang dosa sekali pun dapat bertobat dan menjadi orang yang baik. Aku telah bersikap bodoh dan tidak adil terhadap Ciong-lihiap, saudara Sim Houw dan Bi Lan. Biarlah dalam kesempatan ini aku mengaku salah dan mohon maaf sebesarnya!"

Tanpa ragu-ragu Hong Beng lalu menjura ke arah tiga orang itu yang cepat membalas. Hanya Bi Lan yang membalas agak ragu, karena bagaimana pun juga hatinya masih panas kalau teringat akan sikap Hong Beng kepadanya.

Mereka lalu bersepakat untuk membakar saja sarang Sin-kiam Mo-li itu. Berkobarlah api membakar rumah yang penuh rahasia itu, membakar seluruh isi rumah berikut jenazah tiga orang tosu dan tiga orang pelayan wanita. Api berkobar besar bagai menyambut munculnya matahari pagi dan empat orang gagah itu lalu mengiringkan Kao Hong Li meninggalkan bukit itu dan kembali ke Pao Teng.

Kao Cin Liong dan isterinya, Suma Hui, menyambut kedatangan rombongan yang membawa puteri mereka itu dengan kebahagiaan besar. Suma Hui merangkul puterinya sambil mengucurkan air mata dan suami isteri ini, yang ditemani oleh Suma Ciang Bun, menghaturkan terima kasih kepada Bi-kwi, Bi Lan dan Sim Houw.

Pandangan Suma Ciang Bun terhadap Sim Houw dan Bi Lan yang memang sudah meragukan sikap muridnya, kini menjadi cerah, bahkan dia pun merasa kagum terhadap Bi-kwi. Juga Kao Cin Liong dan isterinya kini tanpa ragu menganggap Bi-kwi sebagai seorang wanita berjiwa pendekar yang gagah perkasa dan pantas dianggap sebagai rekan.

Setelah menyerahkan Hong Li, Sim Houw dan Bi Lan lalu menceritakan kepada suami isteri itu tentang semua rahasia di balik petistiwa yang menodai nama suami isteri itu, juga mengenai siasat yang dilakukan oleh Sin-kiam Mo-li untuk mengadu domba dan menjatuhkan nama keturunan Pulau Es dan Gurun Pasir.

Legalah hati Kao Cin Liong. Selain puterinya telah dapat ditemukan kembali, sekaligus juga nama keluarganya dapat dibersihkan. Dia pun cepat membuat surat penjelasan dan mengirimkan surat kepada para pendeta Lama di Tibet, menerangkan mengenai perbuatan Sin-kiam Mo-li menculik puterinya dengan menyamar sebagai Ang I Lama dan kemudian melukai pendeta itu sampai tewas.

Sim Houw dan Bi Lan lalu berpamit untuk pergi ke Gurun Pasir, menghadap Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir, yaitu kakek Kao Kok Cu dan nenek Wan Ceng, mohon doa restu mereka karena mereka telah berhasil melaksanakan tugas yang dibebankan pada mereka oleh kakek dan nenek suami isteri yang sakti itu, dan mohon doa restu agar mereka dapat melangsungkan perjodohan antara mereka.

Beberapa bulan kemudian, pernikahan antara Can Bi Lan dan Pendekar Suling Naga Sim Houw dilangsungkan dengan sederhana. Acara ini dihadiri oleh keluarga Pulau Es dan Istana Gurun Pasir, juga para pendekar dan sahabat-sahabat mereka sehingga cukup meriah. Ketika mereka menikah, Bi Lan berusia dua puluh tahun dan Sim Houw berusia tiga puluh lima tahun.

Bi-kwi atau Ciong Siu Kwi bersama suaminya, Yo Jin, datang hadir dan karena semua pendekar telah mendengar belaka akan semua jasa Bi-kwi, dan mereka mendengar bahwa sekarang Bi-kwi betul-betul telah menjadi seorang pendekar wanita yang gagah perkasa dan menentang kejahatan, maka semua orang bersikap ramah dan hormat kepadanya, melupakan masa lalunya.

Juga kedua saudara kembar, Gak Jit Kong dan Gak Goat Kong, datang bersama isteri mereka, Souw Hui Lan, dan putera mereka yang masih kecil. Hadir pula kakek Cu Kang Bu dan isterinya, Yu Hwi, dan putera mereka, Cu Kun Tek yang pernah pula jatuh cinta kepada Bi Lan.

Gu Hong Beng dan gurunya, Suma Ciang Bun, membantu Kao Cin Liong dan Suma Hui yang menjadi tuan rumah dan wali karena pernikahan itu dilangsungkan di Pao-teng, di rumah suami isteri ini. Bahkan kakek Kao Kok Cu dan nenek Wan Ceng hadir pula di dalam pesta perayaan itu. Suma Ceng Liong dan Kam Bi Eng juga hadir. Bahkan Tiong Khi Hwesio juga hadir.

Dan yang mendatangkan kegembiraaan besar adalah hadirnya kakek sakti Bu-beng Lokai atau Gak Bun Beng, bersama dua orang muridnya, yaitu Suma Lian dan Pouw Li Sian! Tidak ketinggalan pula pendekar sakti Kam Hong dan isterinya, Bu Ci Sian. Di antara para tamu, terdapat pula wakil-wakil dari partai-partai persilatan dan pendekar-pendekar yang terkenal di waktu itu.

Dan peristiwa yang menggembirakan ini menjadi penutup dari cerita Suling Naga ini, agar tidak terlalu panjang dan bertele-tele. Tentu saja kisah ini masih ada kelanjutannya yang akan menceritakan keadaan keturunan para pendekar itu setelah menjadi dewasa, seperti Suma Lian, Pouw Li Sian, Kao Hong Li, putera Gak kembar dan lain-lain.

Juga menceritakan kembali tokoh-tokoh dalam cerita ini, terutama sekali Gu Hong Beng dan Cu Kun Tek yang semenjak ditolak cinta mereka oleh Can Bi Lan, belum juga dapat menemukan penggantinya. Dan munculnya tokoh-tokoh baru akan membuat cerita lanjutan Suling Naga menjadi kisah yang tidak kalah seru dan menariknya dibandingkan dengan kisah lain, dan semua itu akan memadatkan kisah baru "PEK HO COAN" (Kisah Si Bangau Putih) yang menjadi lanjutan dari kisah Suling Naga ini.....

T A M A T

>>>>   KISAH SI BANGAU PUTIH   <<<<
(Bagian Ke-13 Serial BU KEK SIANSU)
LihatTutupKomentar