Suling Naga Jilid 01


Penilaian, dalam bentuk apa pun juga, tentu dipengaruhi oleh suka dan tidak suka dari si penilai. Dan perasaan suka atau tidak suka ini timbul dari perhitungan rugi untung. Kalau si penilai merasa dirugikan, baik lahir mau pun batin, oleh yang dinilainya, maka perasaan tidak suka karena dirugikan ini yang akan menentukan penilaiannya, sehingga tentu saja hasil penilaian itu adalah buruk. Sebaliknya, kalau merasa diuntungkan lahir mau pun batin, akan timbul perasaan suka dan hasil penilaiannya tentu baik.

Penilaian menimbulkan dua sifat atau keadaan yang berlawanan, yaitu baik atau buruk. Tentu saja baik atau buruk itu bukanlah sifat asli yang dinilai, melainkan timbul karena keadaan hati si penilai sendiri.

Agaknya belum pernah ada kaisar atau orang biasa siapa pun juga yang dinilai baik oleh orang seluruh dunia. Kaisar Kian Liong, seperti dapat dilihat dalam catatan sejarah, adalah kaisar yang terkenal berhasil dalam memajukan kebesaran pemerintahannya. Akan tetapi, dia pun menjadi bahan penilaian rakyat dan karena itu, tentu saja dia pun memperoleh pendukung dan juga memperoleh penentang.

Seperti dalam pemerintahan kaisar-kaisar terdahulu, dalam pemerintahan Kian Liong ini pun tidak luput dari pemberontakan-pemberontakan, baik besar mau pun kecil. Akan tetapi, Kaisar Kian Liong selalu bertindak tegas dalam menghadapi pemberontakan-pemberontakan itu dan karena dalam pemerintahannya terdapat banyak panglima-panglima yang tangguh dan pandai, dengan bala tentara yang cukup besar, maka dia selalu berhasil memadamkan api-api pemberontakan yang terjadi di sana-sini.

Pemberontakan yang hebat terjadi pula di daerah Yunan barat daya. Bangsa Birma bersekutu dengan para pemberontak di Propinsi Yunan. Pasukan besar Bangsa Birma memasuki Propinsi Yunan bagian barat daya, menyeberangi Sungai Nu-kiang, bahkan bergerak sampai di tepi Sungai Lan-cang (Mekong).

Tentu saja Kaisar Kian Liong tidak mendiamkan saja bangsa tetangga itu mengganggu wilayah Yunan dan dia segera mengirimkan panglima-panglima perangnya, memimpin pasukan besar untuk menghalau para pengganggu dari Birma itu serta menumpas pemberontakan di Yunan. Kembali terjadi perang!

Perang adalah sebuah peristiwa yang amat jahat dan buruk dalam dunia ini. Puncak kebuasan manusia menuruti nafsu mengejar kesenangan. Perang merupakan perluasan dan pembiakan nafsu kotor dalam diri yang mengejar kesenangan dengan cara apa pun juga. Setiap orang atau benda yang dianggap menjadi penghalang usahanya mengejar kesenangan itu akan dihancurkan, dibinasakan.

Perang adalah permainan beberapa gelintir manusia yang kebetulan saja memperoleh kesempatan untuk duduk di tingkat paling atas, menjadi apa yang dinamakan pemimpin-pemimpin bangsa atau golongan atau kelompok, dalam usaha mereka untuk mencapai kedudukan paling tinggi dan kesenangan. Dan siapakah yang menjadi korban kalau bukan rakyat jelata? Para prajurit yang telah digembleng menjadi alat-alat membunuh atau dibunuh itu pun sebagian dari rakyat yang menjadi korban ulah beberapa gelintir manusia yang berambisi itu.

Perang itu amat kejam! Manusia-manusia dirubah untuk menjadi serigala-serigala dan harimau-harimau yang haus darah, menjadi orang-orang yang teramat kejam karena ketakutan, yang berdaya upaya untuk membunuh lebih dulu sebelum terbunuh, menjadi pembunuh berdarah dingin yang disanjung-sanjung serta dipuji-puji oleh mereka yang memperalatnya.

Di dalam perang berlakulah hukum rimba. Siapa kuat dia menang, siapa menang dia pasti benar dan berkuasa atas yang kalah. Bukan ini saja, tetapi di dalam perang juga timbul kejahatan-kejahatan yang diumbar karena desakan nafsu yang paling sesat. Para prajurit yang digembleng untuk melakukan kekerasan itu tentu saja berwatak keras. Bahaya-bahaya dan ancaman-ancaman di dalam perang membuat mereka berwatak keras dan kadang-kadang malah buas.

Ada pula akibat sampingan yang amat menyedihkan. Adanya perang membuat banyak daerah-daerah yang tak bertuan, hukum yang ada hanya hukum rimba. Kesempatan ini digunakan oleh gerombolan-gerombolan yang biasa melakukan perbuatan jahat untuk merajalela. Rakyat pula yang menjadi korban. Tempat atau daerah-daerah yang dilanda perang membuat rakyat jelata ketakutan dan larilah mereka pontang-panting, cerai-berai dan kacau balau meninggalkan dusun atau kota mereka yang mereka tinggali selama ini, sejak mereka kecil.

Terpaksa mereka melarikan diri demi mencari keselamatan, meninggalkan segala yang mereka sayang dan cinta, menuju ke tempat yang belum mereka ketahui atau kenal, memasuki nasib baru yang suram penuh rasa ketakutan dan tanpa adanya ketentuan. Mereka ini adalah rakyat jelata pula.

Pasukan prajurit, yang merupakan sebagian rakyat pula, dipaksa oleh para penguasa untuk menjadi bidak-bidak catur yang dimainkan oleh para penguasa kedua pihak yang saling bertentangan atau berebut kemenangan. Mereka, para prajurit itulah yang akan gugur tanpa dikenal.

Jika menang? Beberapa orang penguasa itulah yang akan menikmati hasil sepenuhnya, dan para prajurit yang mempertaruhkan nyawa dalam arti kata seluas-luasnya itu sudah cukup kalau diberi pujian dan sekedar hadiah atau kenaikan pangkat. Bagaimana kalau kalah? Prajurit-prajurit itu mempertahankan sampai titik darah terakhir, mati konyol atau tertawan, tersiksa, terbunuh, sedangkan para penguasa yang hanya beberapa gelintir orang itu kalau terbuka kesempatan akan cepat-cepat melarikan diri, menyelamatkan diri beserta keluarganya, tidak lupa membawa barang-barang berharga. Mereka akan mengungsi ke negara lain sebagai orang-orang yang kaya raya!

Hal ini bukanlah dongeng, melainkan kenyataan yang dapat kita saksikan, baik dengan menengok ke belakang melalui sejarah mau pun melihat keadaan sekarang di mana timbul perang yang keji itu.

Keluarga kecil itu terdiri dari suami-isteri dan seorang anak perempuan. Ayah itu berusia hampir empat puluh tahun, sang ibu baru berusia tiga puluhan tahun dan masih nampak cantik, sedangkan anak perempuan itu berusia kurang lebih sepuluh tahun. Mereka berhasil menyeberangi Sungai Lan-cang dengan sebuah perahu nelayan kecil. Mereka adalah penduduk di sebelah barat sungai itu. Karena pasukan-pasukan Birma sudah tiba di daerah itu, maka mereka melarikan diri mengungsi ke timur.

Namun mereka mendengar pula betapa pasukan Kerajaan Mancu tidak kalah buasnya dengan pasukan Birma atau pasukan pemberontak. Ternak peliharaan para penduduk desa habis disikat mereka, segala barang berharga dirampas dan banyak pula wanita-wanita diganggu untuk melampiaskan nafsu angkara mereka yang datang dengan dalih ‘hendak melindungi rakyat dari ancaman pemberontakan dan pasukan Birma’. Rakyat dihadapkan pada dua api yang sama-sama panas membakar. 

"Ibu, aku capai sekali...," anak perempuan itu mengeluh setelah perahu yang mereka pergunakan untuk menyeberangi Sungai Lan-cang itu hampir tiba di tepi bagian timur.

Anak yang usianya kurang lebih sepuluh tahun itu agak pucat dan nampak lelah sekali. Pakaiannya seperti biasa anak petani dan wajahnya yang ditutupi sebagian rambut panjang kusut itu memiliki garis-garis yang cantik manis, terutama sekali mulutnya yang kecil dengan hiasan lesung pipit di kanan kirinya.

Ibu muda ini merangkulnya, mencoba untuk tersenyum walau pun jelas ada garis-garis kegelisahan dan kelelahan di sekitar matanya. Ibu yang usianya tiga puluhan tahun ini bertubuh montok, dengan kulitnya yang putih dan rambutnya yang panjang hitam. Meski pun pakaiannya sederhana, namun nampak cantik dan manis.

"Kuatkanlah dirimu, Bi Lan, kita menderita kecapaian untuk mencari keselamatan." Ibu itu lalu mengusap air mata anaknya dan memijati kedua kaki anaknya yang nampak membengkak.

Selama sepekan mereka berjalan terus, hampir tak pernah beristirahat. Bahkan makan pun sambil berjalan dan boleh dibilang tidur sambil berjalan pula. Untung bagi mereka, ketika melarikan diri dari dusun mereka dan menyusup-nyusup keluar masuk hutan, naik turun bukit, mereka tidak pernah bertemu dengan gerombolan, hanya bertemu dengan orang-orang yang lari ke sana ke mari untuk menyelamatkan diri dari ancaman perang. Akhirnya mereka pun tiba di tepi Sungai Lan-cang dan berhasil menemukan seorang nelayan tua yang mau menyeberangkan mereka.

"Tenanglah, anakku. Setibanya di seberang kita dapat mengaso untuk menghilangkan lelah. Setelah tiba di seberang, barulah kita aman dan selanjutnya dapat meneruskan perjalanan seenaknya," kata si ayah menghibur.

Ayah ini dengan hati terharu dan duka melihat keadaan mereka yang benar-benar sengsara. Bukan saja kaki isteri dan anaknya luka-luka dan bengkak-bengkak, juga persediaan makan tinggal satu dua hari lagi, sedangkan mereka hanya membawa bekal uang yang kiranya hanya cukup untuk dibelikan makanan selama paling lama sebulan. Setelah itu, bagaimana?

Ngeri dia membayangkan. Belum tahu ke mana tujuan pelarian mereka, belum tahu bagaimana harus mendapatkan penghasilan, dan tidak mempunyai rumah atau tanah, dengan pakaian hanya tiga empat setel saja. Akan tetapi semua itu soal nanti. Yang penting sekarang adalah berada di tempat yang aman! Dan di seberang sungai itulah tempat aman!

Akan tetapi, itu hanya harapan saja. Di jaman seperti itu, tempat manakah yang dapat dianggap aman? Baik di dalam kota, mau pun dusun, di atas bukit atau di tengah hutan sekali pun, selama tempat itu masih didatangi orang, maka keamanan diri pun tidak terjamin lagi. Kejahatan tak memilih tempat, karena kejahatan muncul dari dalam batin, dan selama ada manusia, maka perbuatan jahat pun terjadilah.

Dengan ucapan terima kasih, keluarga yang terdiri dari tiga orang itu meninggalkan nelayan tua yang juga cepat-cepat menengahkan lagi perahunya ke sungai karena bagi nelayan ini, tempat yang paling aman adalah di tengah sungai, di mana dia hanya bergaul dengan perahu, dengan kemudi, dengan dayung, kail, jala dan ikan-ikan. Dan Can Kiong bersama isteri dan puteri tunggalnya, Can Bi Lan, melanjutkan perjalanan memasuki hutan di tepi sungai itu.

Setelah tiba di sebuah pohon besar di mana terdapat petak rumput, tempat yang teduh dan nyaman, barulah Can Kiong mengajak anak isterinya berhenti. Isterinya yang sudah hampir merasa lumpuh kedua kakinya lalu menjatuhkan diri duduk di atas rumput tebal sambil menghela napas panjang karena lega. Puterinya, Bi Lan, segera menjatuhkan diri rebah di atas rumput, berbantal paha ibunya dan dalam waktu sebentar saja anak yang sudah hampir pingsan kelelahan ini pun pulaslah.

Bi Lan tidak tahu berapa lama ia tertidur. Tiba-tiba tubuhnya terguncang dan terdengar suara riuh. Ia cepat membuka matanya dan ternyata ia telah rebah di atas tanah, tidak lagi berbantal paha ibunya karena ibunya sudah bangkit berdiri sambil berteriak-teriak ketakutan. Ketika ia melihat, ternyata mereka telah dikepung oleh belasan orang yang berpakaian seragam namun compang-camping, dengan jenggot kasar dan pandang mata liar! Belasan orang itu semua memegang senjata golok yang mengkilap tajam.

Yang amat mengejutkan hati Bi Lan adalah ketika melihat ayahnya sedang mati-matian melawan dua orang di antara mereka yang menyerang ayahnya dengan golok. Ayahnya berusaha mengelak ke sana-sini, tapi diiringi suara ketawa belasan orang itu, akhirnya dua orang itu dapat mempermainkan ayahnya dengan menyarangkan golok mereka, mula-mula hanya menyerempet saja, merobek-robek pakaian dan kulit, kemudian makin dalam dan akhirnya ayahnya, yang terus melawan mati-matian, roboh terguling dalam keadaan mandi darah. Dua batang golok masih terus mengejarnya dan menghujankan bacokan sampai tubuh ayahnya hanya menjadi onggokan daging merah yang berlumur darah!

Selagi terjadi pembantaian itu, ibunya menjerit-jerit, apa lagi ketika melihat ayahnya mandi darah dan terguling. Ibu ini hendak lari menubruk suaminya, akan tetapi tiba-tiba seorang laki-laki yang bercambang bauk, paling tinggi besar di antara mereka, dengan muka hitam totol-totol dan buruk sekali, menyambar tubuh ibunya dari belakang. Kedua tangannya meremas-remas dan muka penuh brewokan itu menciumi muka ibunya.

Wanita itu berteriak-teriak, meronta-ronta dan bahkan memukul dan mencakar, akan tetapi dengan hanya satu tangan saja, dua pergelangan tangan wanita itu ditangkap dan tubuhnya lalu dipanggul. Semua orang tertawa-tawa melihat wanita yang dipanggul itu menggerak-gerakkan kedua kaki dan pinggul, meronta-ronta dan menjerit-jerit. Mereka berbicara dalam bahasa asing karena memang mereka adalah Bangsa Birma, sisa pasukan yang terpukul mundur dan tercecer berkeliaran di dalam hutan.

Seorang di antara mereka yang bertubuh tinggi kurus, yang mukanya pucat seperti orang berpenyakitan, akan tetapi yang mempunyai sepasang mata tajam dan liar penuh kebengisan dan kekejaman, berkata sesuatu kepada si tinggi besar yang memanggul wanita itu. Si tinggi besar tertawa dan terkekeh ketika si tinggi kurus menuding ke arah Bi Lan yang masih tetap duduk di atas tanah dengan muka pucat dan tubuh menggigil ketakutan.

Anak ini tadi ikut menjerit-jerit dan menutupi mukanya saat ayahnya dibantai, kemudian melihat ibunya ditangkap, dia pun menangis dan berteriak-teriak. Hampir dia pingsan melihat semua itu dan kini ia hanya bisa duduk dengan mata terbelalak seperti seekor kelinci tersudut dan terkurung oleh segerombolan serigala.

Si tinggi kurus muka pucat itu dengan beberapa langkah saja sudah mendekati Bi Lan. Sebelum tahu apa yang terjadi, rambut Bi Lan yang panjang itu sekali dijambaknya dan dengan sekali sentakan saja membuat gadis cilik itu tubuhnya melayang ke atas dan kepalanya terasa sakit karena rambutnya dijambak dan disentakkan ke atas. Ia menjerit dan tubuhnya sudah dipondong oleh si tinggi kurus. Bi Lan menjerit dan meronta-ronta sekuat tenaga.

"Lepaskan anakku...! Jangan ganggu anakku, ohhh... bunuhlah aku, tapi jangan ganggu anakku...!" Ibu itu menjerit-jerit ketika melihat anaknya ditangkap pula.

Akan tetapi orang-orang kasar itu hanya tertawa bergelak dan Bi Lan dibawa pergi oleh si tingggi kurus. Bi Lan meronta-ronta, akan tetapi mana mungkin ia dapat melepaskan diri? Ia dibawa semakin jauh dan ia kini tidak melihat ibunya lagi, hanya mendengar jerit tangis ibunya yang makin lama makin jauh, kemudian tidak terdengar lagi sama sekali.

Kini baru Bi Lan teringat akan nasib dirinya sendiri setelah ia jauh dari ayah ibunya. Tadi ia lupa akan keadaan diri sendiri karena melihat mereka dan kini baru ia tahu bahwa dirinya dibawa pergi menjauh dari pada yang lain oleh si tinggi kurus bermuka pucat. Rasa takut membuat dia menangis sesenggukan dan tidak berteriak-teriak lagi, tidak meronta lagi.

Ketika tiba di tengah hutan, di dekat sebuah sumber air di mana tumbuh rumput tebal di bawah pohon-pohon rindang, si tinggi kurus itu melempar turun Bi Lan ke atas rumput. Anak itu terbanting perlahan, dan karena rumput itu tebal dan lunak, dia tidak terlalu menderita nyeri.

Akan tetapi, Bi Lan segera bangkit duduk. Tubuhnya masih lemas karena kelelahan, ditambah lagi dengan kengerian yang dilihatnya, dan rasa takut yang amat sangat, membuat dia seperti lumpuh. Kini, dengan muka pucat, dengan mata merah basah, dengan rambut kusut dan tubuh panas dingin, ia memandang kepada laki-laki yang berdiri amat tingginya di depannya itu dengan sinar mata liar ketakutan. Ia melihat wajah yang pucat kurus itu menyeringai, mata yang buas dan bengis itu ditujukan kepadanya.

"Nah, begitulah, anak manis. Diam saja dan jangan menangis. Aku paling benci kalau mendengar anak menangis. Nah, begitulah, jangan membikin aku marah."

Laki-laki itu menanggalkan bajunya, kemudian duduk di depan Bi Lan. Anak perempuan ini melihat betapa kulit dadanya yang kurus itu, kulit yang hanya membungkus tulang, cacat dengan guratan-guratan panjang bekas luka. Mengerikan sekali dan gadis itu semakin ketakutan. Apa lagi melihat laki-laki itu menjulurkan tangan dan jari-jari yang kecil panjang itu menyentuh dan mengusap pipinya, kemudian tangan itu mengusap rambutnya.

"Kembalikan... kembalikan aku... kepada ibuku..." Akhirnya Bi Lan mampu juga bicara karena melihat laki-laki itu tak bersikap kasar kepadanya.

Baru sekali ini nampak laki-laki itu tertawa dan hampir Bi Lan jatuh pingsan saking takut dan seramnya. Laki-laki kurus ini sejak tadi diam saja dan sikapnya itu penuh dengan kebengisan, akan tetapi kalau ia diam, masih baiklah. Akan tetapi kini dia tertawa dan suasana menjadi menyeramkan. Dia tertawa tanpa disertai bibir dan matanya. Mulutnya seperti diam saja akan tetapi dari kerongkongannya terdengar kekeh lirih yang amat mengerikan, pantasnya iblis yang bisa tertawa seperti itu.

Dan kini laki-laki itu, masih terkekeh, mencengkeram baju Bi Lan dan sekali renggut, terdengar kain robek dan baju itu pun terlepas dari pundak dan lengan Bi Lan! Tentu saja Bi Lan terkejut setengah mati dan ia pun menjerit dan menangis.

"Ehhh! Aku paling benci..." Laki-laki itu berteriak dan tangan kirinya menampar.
"Plakkk...!"

Rasa nyeri membuat Bi Lan yang terpelanting ke atas rumput itu seketika menghentikan tangisnya. Nyeri dan kaget bukan main. Tamparan pada pipinya itu membuat pandang matanya berkunang dan ujung bibirnya berdarah. Ketika ia membuka matanya lagi, tahu-tahu laki-laki itu telah menyambar tubuhnya, dipangkunya dan laki-laki itu mulai menciumi bibirnya yang berdarah.

Bagaikan seekor serigala, laki-laki itu menjilati bibir sendiri yang berlepotan darah yang keluar dari bibir Bi Lan yang pecah, kemudian menciumi lagi dengan buasnya, bukan mencium, melainkan lebih mirip hendak menghisap darah yang keluar itu sampai habis dari tubuh Bi Lan. Tentu saja Bi Lan semakin ketakutan dan kesakitan, meronta-ronta tanpa dapat mengeluarkan suara karena mulutnya tertutup mulut pria itu. Ia muak dan takut, matanya terbelalak dan ia masih belum mengerti mengapa orang itu melakukan hal seperti itu kepada dirinya. Keadaan orang tinggi kurus itu seperti mabok.

Memang, orang yang membiarkan dirinya dikuasai nafsu, tiada bedanya dengan orang yang mabok. Makin dibiarkan nafsu menguasai diri semakin parah pula maboknya itu sehingga ia lupa segala-galanya, yang teringat hanyalah bagaimana caranya untuk bisa melampiaskan nafsunya secepat mungkin dan sepuas mungkin.

Orang yang dikuasai oleh nafsu birahi seperti orang tinggi kurus itu, yang memang menjadi hamba dari nafsu birahinya dan membiasakan diri untuk tunduk kepada nafsu ini, tidak lagi melihat apakah perbuatannya dalam melampiaskan nafsunya itu sudah tepat dan benar. Dia lupa bahwa yang dicengkeramnya adalah seorang anak kecil yang baru berusia sepuluh tahun, bukan seorang wanita yang sudah dewasa dan sudah layak dijadikan pemuas nafsu birahinya. Dia tidak peduli lagi, yang penting baginya adalah bagaimana nafsunya dapat cepat tersalurkan.

Pada saat yang amat berbahaya bagi keselamatan diri Bi Lan itu, tiba-tiba terdengar suara orang ketawa-tawa. Suara ketawa itu terdengar aneh dan halus, tetapi menusuk anak telinga sehingga si tinggi kurus yang sedang menciuminya, atau seperti hendak memakannya dengan lahapnya itu, tiba-tiba mengangkat muka yang dibenamkannya pada leher anak perempuan itu dan menoleh.

Dia terkejut sekali melihat munculnya tiga orang yang tahu-tahu telah berada di situ. Karena tiga orang itu bukan anak buahnya, dia pun menjadi marah dan sekali dorong, dia telah membuat tubuh Bi Lan yang dipangkunya itu terlempar sampai dua meter lebih di depannya, bergulingan di atas rumput. Kemudian dengan sikap beringas karena merasa kesenangannya terganggu, dia meloncat ke atas seperti seekor harimau dan menghadapi tiga orang itu dengan dada dibusungkan. Tetapi karena memang tubuhnya kerempeng, biar pun dadanya dibusungkan, tetap saja nampak tidak gagah dan tidak menakutkan, malah lucu karena dadanya itu makin kelihatan kerempengnya.

Tiga orang itu memang aneh sekali keadaannya. Tiga orang kakek yang buruk rupa dan aneh, bahkan lucu dan agak menyeramkan. Usia mereka tentu tidak kurang dari enam puluh tahun.

Yang seorang bertubuh tinggi sekali, hampir satu setengah kali orang biasa dan seperti biasa orang yang mempunyai tubuh tinggi, dia condong untuk merendahkan tubuhnya hingga agak membungkuk dan kedua pundaknya pun terlipat ke dalam atau ke depan. Orang tinggi ini bertulang besar namun agak kurus, kulitnya penuh keriput kehitaman.

Mukanya agak meruncing ke depan seperti muka kuda. Kedua matanya yang berjauhan itu seperti menjuling jika memandang ke depan dan telah terbiasa untuk melihat dengan mata melirik hingga mukanya selalu tidak lurus menghadapi benda-benda yang sedang dipandangnya. Hidungnya juga mancung dan mulutnya meruncing. Mukanya yang lucu sekali, apa lagi di tambah dengan telinganya yang berdaun lebar dan panjang seperti telinga keledai.

Matanya yang menjuling itu seringkali disipitkan karena dia memang kurang awas. Kedua lengannya panjang sekali sampai tergantung ke tepi lutut, seperti lengan kera saja. Pakaiannya serba hitam yang menambah keburukannya, dengan sepatu hitam pula yang dilapisi dengan baja. Kedua kakinya juga panjang-panjang dan sedikit bengkok seperti punggungnya pula.

Orang buruk rupa ini sama sekali bukan orang yang biasa saja, bahkan keburukannya itu menambah ketenarannya di dunia kaum sesat karena orang ini adalah Hek-kwi-ong (Raja Iblis Hitam) yang memiliki kesaktian luar biasa, juga memiliki kekejaman yang hanya dapat disamakan dengan raja iblis sendiri. Akan tetapi, selama puluhan tahun ini dia tak pernah keluar dan baru sekarang nampak di hutan itu, suatu hal yang kebetulan saja nampaknya.

Orang yang kedua tidak kalah anehnya. Orangnya bulat seperti bal. Tingginya hanya tiga perempat orang biasa dan karena dia amat gemuk, terutama sekali perutnya yang gendut seperti bola, maka dia kelihatan bulat seperti sebuah gentong yang mempunyai kaki dan tangan. Mukanya yang bulat itu nampak cerah selalu karena dia memiliki mulut yang tidak dapat ditutup rapat, selalu terbuka sehingga nampaknya selalu tersenyum atau tertawa ramah.

Orang ini memang segala-galanya serba bulat. Matanya, hidungnya, mulutnya yang lebar bahkan telinganya juga bundar bentuknya. Lengan dan kakinya juga gemuk bulat, apa lagi pinggul dan perutnya. Pendeknya, manusia bundar ini memang kelihatan lucu sekali dari samping atau belakang. Akan tetapi jangan melihat dari depan, karena kalau melihat sinar matanya dan kalau tersenyum, baru nampak sesuatu yang mengerikan membayang dari sinar mata dan senyumnya.

Kalau dia diam saja malah mulutnya kelihatan tersenyum ramah, akan tetapi kalau dia tertawa atau tersenyum, sungguh mukanya seketika berubah seperti muka iblis! Dan matanya itu mengeluarkan sinar mencorong yang bagaikan bukan mata manusia lagi, melainkan mata serigala buas atau mata harimau di tempat gelap. Dia ini pun seorang yang luar biasa sekali, selain sakti juga pada puluhan tahun yang lalu amat terkenal dengan julukan Im-kan Kwi (Iblis Akhirat).

Orang ke tiga lebih menakutkan lagi. Tubuhnya hanya kulit pembungkus tulang saja, agaknya sama sekali tidak berdaging lagi, apa lagi bergajih. Mirip seperti tengkorak dan rangka terbungkus kulit, juga mukanya amat pucat seperti mayat. Bahkan kalau berjalan kadang-kadang mengeluarkan suara berkerotokan seakan-akan tulang-tulangnya saling beradu! Hanya kedua matanya saja yang nampak hidup, bahkan mata ini mencorong menakutkan. Orang ini sama dengan dua orang yang pertama, pada puluhan tahun yang lalu amat terkenal dengan julukan Iblis Mayat Hidup.

Karena tiga orang ini selalu saling bantu dari bekerja sama, maka mereka bertiga itu dikenal di dunia kaum sesat sebagai Sam Kwi (Tiga Iblis). Kurang lebih dua puluh tahun yang lalu, Sam Kwi ini pernah mencoba kepandaian Pendekar Super Sakti dari Pulau Es. Dan melalui perkelahian yang amat sengit, di mana Pandekar Super Sakti dikeroyok oleh mereka bertiga, akhirnya Sam Kwi dapat dikalahkan dan masing-masing menderita kekalahan yang cukup parah.

Oleh karena tadinya mereka menyombongkan diri, merasa bahwa dengan maju bertiga mereka dapat mengalahkan siapa pun juga, dan bersumbar di depan Pendekar Super Sakti bahwa kalau mereka bertiga kalah mereka takkan muncul lagi di dunia persilatan, maka setelah dikalahkan, mereka bertiga kemudian pergi menyembunyikan diri bertapa. Mereka merasa malu dan juga penasaran. Oleh karena itu, mereka mengasingkan diri jauh ke puncak yang terpencil dari Pegunungan Thai-san, di mana mereka bertapa dan memperdalam ilmu mereka, ditemani seorang murid yang pandai.

Setelah merasa bahwa ilmu mereka mencapai tingkat yang tertinggi, dan mendengar betapa negara kacau oleh pemberontakan-pemberontakan, tiga orang itu akhirnya turun gunung dan pergi ke timur. Pada hari itu, tanpa disengaja mereka tiba di hutan yang sunyi di sebelah timur Sungai Lan-cang. Di tempat inilah mereka melihat seorang pria tinggi kurus sedang mempermainkan dan agaknya hendak memperkosa seorang anak perempuan yang masih kecil.

Perbuatan seperti itu tentu saja tiada artinya bagi tiga orang datuk sesat yang pernah melakukan segala macam kejahatan seperti iblis itu, bahkan dianggap sebagai suatu perbuatan yang tak ada artinya dan memalukan, hanya pantas dilakukan oleh bajingan kecil saja. Maka, tadinya mereka hanya tersenyum-senyum melihat tingkah laku laki-laki tinggi kurus itu dan membiarkannya saja.

Akan tetapi ketika pada suatu ketika anak perempuan itu mengangkat mukanya yang pucat dan ketiga orang kakek itu melihat anak itu, tiba-tiba mereka bertiga melangkah maju dan ketiganya merasa amat tertarik. Pandang mata mereka yang tajam segera melihat bakat terpendam yang amat hebat dalam diri anak perempuan itu! Tentu saja Hek-kwi-ong tidak dapat melihat jelas, hanya melihat betapa anak perempuan itu sama sekali tidak berteriak minta tolong walau pun berusaha dan meronta untuk melawan dan hal ini saja dianggapnya sebagai suatu keberanian luar biasa.

"Wah, anak itu bagus sekali!" kata Im-kan-kwi.
"Benar, bahkan lebih bagus dari pada murid kita," sambung Iblis Mayat Hidup. "Dan dia pemberani dan tabah," berkata pula Raja Iblis Hitam tidak mau ketinggalan, karena hal ini sama saja mengakui bahwa matanya lamur!
"Sayang daging lunak dan lezat itu hendak dimakan anjing kotor," kata Iblis Akhirat.

Ketiganya lalu mengeluarkan suara ketawa dan tubuh mereka melesat seperti terbang saja, dalam sekejap mata tiba di dekat si tinggi kurus yang sedang menciumi anak itu. Suara ketawa inilah yang mengejutkan prajurit Birma tinggi kurus itu dan dia mendorong pergi Bi Lan, kemudian meloncat bangun dengan marah.

"Keparat busuk, sungguh kalian ini tiga orang tua bangka sudah bosan hidup, berani menggangguku!" bentak si tinggi kurus sambil mengamangkan goloknya ke arah tiga orang kakek itu.

Iblis Akhirat yang lebih suka bicara dari pada dua orang kawannya, kini tertawa bergelak dan seketika prajurit Birma tinggi kurus itu tercengang dan bergidik. Setelah tertawa, kakek yang kelihatannya ramah itu menjadi begitu menakutkan mukanya. Seperti setan!

"Ha-ha-ha-hah! Cucuku, siapakah engkau?" Iblis Akhirat bertanya, suaranya tentu saja memandang rendah sekali.

Melihat sikap ketiga orang ini, si tinggi kurus yang juga bukan seorang yang hijau atau bodoh, dapat menduga bahwa tentu tiga orang kakek ini bukanlah orang sembarangan sehingga sikap dan keadaannya demikian aneh. Akan tetapi dia tidak takut, bahkan dia ingin mendatangkan kesan dan wibawa pada tiga orang ini untuk menggertak mereka, maka jawabnya dengan angkuh, "Aku adalah perwira pasukan Birma yang jaya!"

Pada waktu itu, semua orang tahu bahwa pasukan Birma bersekutu dengan pasukan pemberontak, dan semua orang takut kepada pasukan Birma ini.

Akan tetapi, Iblis Akhirat itu agaknya sama sekali tidak takut. "Apa?! Dari bahasamu, jelas kamu ini bukan orang asing, bukan orang Birma, akan tetapi pekerjaanmu sebagai perwira pasukan Birma. Wah, kalau begitu engkau ini adalah seekor cacing busuk, seorang pengkhianat, ya? Kami paling benci deh melihat pengkhianat!"

"Anjing penjilat busuk!" kata Raja Iblis Hitam.
"Serigala masih lebih baik dari pada kamu!" bentak pula Iblis Mayat Hidup.

Tentu saja si tinggi kurus menjadi marah bukan main mendengar ucapan mereka. Dia sama sekali tidak tahu bahwa walau pun Sam Kwi merupakan iblis-iblis yang merajai dunia kaum sesat dan tidak segan melakukan kejahatan macam apa pun juga, akan tetapi mereka itu pada dasarnya merupakan orang-orang yang membenci pemerintahan Mancu dan karena itu tentu saja membenci negara Birma yang berani masuk dan mengganggu wilayah Yunan, dan lebih benci lagi terhadap orang-orang yang berkhianat membantu kekuasaan asing untuk memerangi bangsa sendiri.

"Keparat, kalian memang sudah bosan hidup!" bentak si tinggi kurus.

Dengan goloknya dia menerjang maju dan membacok ke arah kepala Iblis Akhirat yang berada paling dekat di depannya. Golok yang mengkilap itu menyambar ganas, kuat dan cepat ke arah kepala Iblis Akhirat yang botak. Akan tetapi si gendut itu sama sekali tidak mengelak dan agaknya bahkan tidak tahu bahwa kepalanya terancam senjata tajam yang akan dapat membelah kepalanya yang bundar dan botak itu menjadi dua!

"Singggg... krakkk!"

Perwira Birma yang sebenarnya berbangsa Cina itu mengeluarkan suara teriakan kaget. Tangannya terpaksa melepaskan gagang golok karena goloknya menimpa kepala yang kerasnya bagaikan baja, membuat golok itu rompal dan rusak. Dan saking kerasnya pertemuan antara golok dan kepala tadi, tangannya tergetar hebat dan menjadi seperti lumpuh sehingga terpaksa gagang golok terlepas dan dia sendiri kemudian terhuyung ke belakang! Barulah dia kaget dan takut. Kiranya kakek yang diserangnya itu adalah seorang sakti!

Sudah banyak dia mendengar mengenai orang sakti, dan kini, melawan seorang saja, dan baru sekali bacok goloknya malah rompal dan terlepas, apa lagi harus melawan tiga orang yang sedemikian saktinya. Dasar wataknya yang kejam itu terdorong oleh sifat pengecut dan penakut, begitu tahu bahwa dengan kekuatan dan kekuasaannya dia tak akan menang menghadapi tiga orang ini, tanpa banyak pikir lagi dia lalu menjatuhkan diri berlutut di depan Iblis Akhirat. Tubuhnya menggigil dan suaranya gemetar ketika dia berkata dengan suara mengandung penuh rasa takut.

"Harap sam-wi locianpwe (tiga orang tua sakti) sudi mengampuni nyawa hamba..."
"Uhhih, memuakkan!" Iblis Akhirat berseru sambil menggerakkan hidungnya yang bulat seperti orang mendengus bau busuk. Lalu dia menoleh kepada dua orang temannya. "Kita apakan saja tikus ini?"
"Kita bantai saja!" kata Raja Iblis Hitam.
"Siksa dia!" kata pula Iblis Mayat Hidup.
"Ampun... ampun...” Si tinggi kurus itu mengeluh ketakutan.
"Desss...!"

Tiba-tiba Iblis Akhirat menggerakkan kakinya dan kaki kanan yang pendek itu sudah menendang. Tubuh yang berlutut itu terlempar ke atas, tinggi sekali, sampai ada lima tombak tingginya. Si tinggi kurus berteriak kesakitan dan ketakutan. Ketika tubuhnya melayang turun, dia disambut oleh tendangan Raja Iblis Hitam.

"Desss...!"

Kembali tubuhnya terlempar ke atas, kini tendangan itu lebih keras lagi. Akan tetapi seperti juga tendangan Iblis Akhirat tadi, tendangan ini mengenai pangkal pahanya dan tidak mematikan, hanya menimbulkan rasa nyeri dan membuat tubuhnya terlempar jauh ke atas. Kembali si tinggi kurus berteriak ketakutan ketika tubuhnya melayang turun.

"Dukkk...!"

Sekali lagi tubuhnya mencelat ke atas ketika Iblis Mayat Hidup memperoleh giliran menyambut tubuhnya dengan tendangan. Agaknya tiga orang kakek ini tidak mau cepat membunuh korban mereka dan mereka seperti bermain bola, menendangi tubuh itu sampai berkali-kali terlempar ke atas. Baru setelah si tinggi kurus tidak mengeluh lagi, mereka membiarkan tubuh itu terjatuh ke atas tanah.

"Brukkk..."

Si tinggi kurus terbanting keras dan tidak mengeluh lagi karena sudah pingsan.

"Byurrrrr...!"

Tubuh itu terbaring ke kubangan air yang tidak dalam, akan tetapi cukup membenamkan tubuh yang jatuh miring itu. Begitu mukanya terbenam ke dalam air yang amat dingin, si tinggi kurus sadar kembali dan gelagapan bangkit dari genangan air. Dia segera teringat akan ancaman mengerikan dari tiga orang kakek itu yang kini berdiri melihat kepadanya sambil menyeringai. Rasa takut mendatangkan tenaga dalam tubuhnya yang ngilu dan nyeri semua itu, lalu dia melompat dan melarikan diri.

"Ho-ho-ho, berani melarikan diri?" tiba-tiba Iblis Akhirat berseru.

Sekali tubuhnya yang bulat bergerak, bagaikan sebuah bola yang menggelinding, cepat sekali dia mengejar dan tahu-tahu rambut kepala si tinggi kurus yang terurai karena tadi terlepas dari lindungan topi pasukan dan ikatan rambutnya ketika dijadikan bulan-bulan tendangan, sudah dijambaknya dan tubuh itu lalu diseretnya seperti seorang anak kecil menyeret sebuah benda permainannya.

"Ampun, locianpwe... ampun!" Si tinggi kurus merintih ketakutan.
"Brukkk...!"

Kakek gendut itu membanting tubuh korbannya ke atas tanah dan mereka bertiga lalu mengepungnya, seperti tiga orang anak yang sedang bermain-main dengan gembira.

"Ha-ha-ha, kau suka bermain-main dengan golok dan tadi mengetuk kepalaku dengan golokmu? Hemmm, coba sampai di mana ketajaman golok rompalmu!" Kakek gendut itu mengambil golok rompal milik si tinggi kurus yang memandang dengan pucat sekali dan mata terbelalak.

"Iblis Hitam dan Mayat Hidup," kata Iblis Akhirat kepada dua orang temannya. "Aku telah melatih semacam ilmu yang menarik sekali. Dari jauh, dengan golok ini, aku mampu mengambil daun telinga kiri tikus ini. Kalian mau lihat?"
"Apa sukarnya itu?" Iblis Mayat Hidup mendengus.
"Golok ini kubikin terbang mengambil daun telinga dan membawanya kembali ke tempat aku berdiri," sambung si gendut.
"Ahhh, masih harus dibuktikan itu!" kata Raja Iblis Hitam tak percaya.

Tentu saja dua orang datuk iblis itu tahu dan bahkan pandai menyerang lawan dengan golok terbang, yaitu hui-to atau golok yang disambitkan. Akan tetapi membuat golok itu mengambil daun telinga dan membawanya kembali ke tuannya, sungguh mustahil!

"Ha-ha-ha, kalian lihatlah baik-baik," berkata kakek gendut itu sambil meloncat menjauhi korbannya sampai sejauh lima belas meter.

Dia lalu menggunakan jari-jari kedua tangannya menekuk golok itu menjadi sebuah benda melengkung seperti gendewa patah tengahnya, dan beberapa kali ditimangnya di tangan kiri, lalu dibenarkan tekukannya. Setelah merasa puas dan menganggap bahwa bentuk senjatanya itu sudah sempurna, dia lalu mengukur jarak dengan matanya. Si tinggi kurus hanya memandang dengan muka pucat sekali, tidak tahu apa yang akan menimpa dirinya.

"Terbanglah!" Tiba-tiba Iblis Akhirat menggerakkan lengan kanannya yang pendek dan benda melengkung terbuat dari golok tadi telah melayang cepat ke arah si tinggi kurus, dengan berputar-putar aneh.
"Cratttt...! Auhhh..."

Tiba-tiba si tinggi kurus berteriak dan menutupi telinga kirinya yang berdarah. Kiranya daun telinga kirinya sudah putus disambar benda terbang tadi dan hebatnya, daun telinga itu seperti menempel pada benda itu yang kini terbang terus, kembali kepada Iblis Akhirat! Kakek gendut ini bergelak dan menerima kembali senjata aneh itu yang dilemparkannya ke atas tanah bersama daun telinga itu.

"Bagus...!" Dua orang kakek yang menjadi temannya memuji.
"Kalau hanya buntung sebelah menjadi kurang patut," tiba-tiba Raja Iblis Hitam berkata.

Dan sebelum si tinggi kurus tahu maksudnya, tiba-tiba si tinggi besar seperti raksasa itu sudah menjulurkan tangannya. Lengannya yang panjang itu terjulur dan betapa takutnya hati si tinggi kurus melihat betapa lengan yang dijulurkan itu terus mulur makin panjang mengejarnya. Dia terkejut dan ketakutan, bangkit berdiri dan dengan tangan memegangi bagian telinga kiri yang buntung, dia mencoba lari.

"Krakkk... aduhhhh...!"

Tubuh si tinggi kurus terpelanting dan dia bergulingan ke atas tanah. Sekarang sebelah tangannya menutupi telinga kanan yang sudah tidak berdaun lagi karena tadi, jari-jari tangan yang diulurkan panjang itu tahu-tahu sudah meremas daun telinga itu sehingga hancur dan buntung!

"He-he-heh-heh, ilmu memanjangkan lenganmu itu pasti bagus sekali untuk melakukan pencopetan di pasar, Iblis Hitam!" Iblis Akhirat terkekeh kagum. Sungguh tidak mudah menguasai ilmu untuk membuat anggota tubuh dapat mulur seperti itu.

"Kedua tangannya menyembunyikan hasil pertunjukan kalian, biar kusingkirkan!" kata Iblis Mayat Hidup yang melangkah maju menghampiri si tinggi kurus yang kini sudah ketakutan setengah mati.

Melihat betapa kakek yang seperti mayat hidup itu menghampirinya, dia melupakan rasa nyeri pada kedua telinganya dan dia pun cepat bangkit berdiri dan lari sekuatnya!

"Tak-tuk-krok-krok...!" Terdengar suara berkerotokan dan itulah suara tubuh Iblis Mayat Hidup yang lari berloncatan mengejar.

Gerakannya cepat sekali dan tahu-tahu iblis ini sudah berdiri menghadang di depan si tinggi kurus yang tentu saja terbelalak kaget melihat iblis itu telah berada di depannya. Dia membalikkan diri dan berlari ke lain jurusan, akan tetapi terdengar kembali suara berkeretokan dan tahu-tahu iblis itu sudah menghadang pula di depannya. Beberapa kali dia membalik sampai akhirnya dia digiring kembali ke tempat tadi.

"Ampun... ampun...!" katanya mengangkat kedua tangan ke atas, melepaskan pinggir kepala yang tadi ditutupinya. Nampak kedua telinga itu tidak bardaun lagi dan hanya merupakan sebuah lubang berlumuran darah.
"Wuuuuut... krakkkkk!"

Tangan Iblis Mayat Hidup bergerak menyambar ke arah dua pundak si tinggi kurus dengan cepat bukan main dan tahu-tahu nampak darah menyembur dari kedua pundak si tinggi kurus itu ketika lengannya tahu-tahu sudah buntung disambar jari-jari tangan kurus dari Iblis Mayat Hidup! Dengan babatan jari-jari tangan saja tengkorak hidup itu mampu membikin buntung dua lengan sebatas pundak. Sungguh merupakan ilmu yang amat luar biasa dan kekejaman yang mencapai puncaknya.

"Ha-ha-ha, bagus!" teriak Iblis Akhirat.
"Bagus sekali!" Raja Iblis Hitam juga memuji.

Akan tetapi si tinggi kurus hanya dapat menjerit dan dia pun roboh pingsan. Darah bercucuran dari kedua pundak yang sudah tidak berlengan lagi itu.

"Heh-heh, dia tidak boleh mati dulu!" Iblis Akhirat berkata.

Dan cepat dia meloncat ke dekat tubuh yang pingsan itu, sedangkan Iblis Mayat Hidup memutar-mutar kedua lengan yang dipatahkannya itu seperti seorang anak kecil main-main, lalu melemparkan kedua lengan itu jauh sekali ke dalam jurang. Si gendut itu mengeluarkan sebuah botol dan menuangkan isi botol yang berupa cairan hitam ke atas luka di kedua pundak dan juga di kedua telinga. Obat ini manjur bukan main, cepat kerjanya karena seketika darah berhenti mengalir. Dengan beberapa tekanan pada jalan darah, si tinggi kurus disadarkan kembali oleh Iblis Akhirat.

Begitu sadar si tinggi kurus itu merintih-rintih karena merasakan nyeri yang amat hebat menusuk sampai ke ulu hati. Ketika dia melihat bahwa dua lengannya telah lenyap, dia mengeluh dan dengan susah payah dia dapat bangkit duduk, memandang ke arah tiga orang kakek itu. Kini tahulah dia bahwa minta ampun tidak ada gunanya, maka dia pun menggigit bibirnya menahan nyeri, kemudian berkata, "Kalian bunuh sajalah aku!" Dia memang tidak dapat melihat jalan keluar lain kecuali mati dengan cepat.

Sementara itu, Bi Lan sejak tadi sudah bangkit duduk di atas rumput dan mengenakan kembali bajunya yang tadi direnggut lepas dan robek. Dia menonton semua peristiwa itu dengan mata terbelalak dan muka pucat. Selama hidup belum pernah ia menyaksikan tontonan yang demikian mengerikan. Seluruh tubuhnya menjadi panas dingin dan dia merasa ngeri sekali.

Bukan main hebatnya pengalaman yang dihadapi gadis cilik ini secara beruntun. Mula-mula dia melihat ayahnya terbunuh oleh perampok, lalu melihat ibunya diculik, dan dia sendiri dilarikan si tinggi kurus yang melakukan hal-hal tidak senonoh terhadap dirinya, perlakuan yang belum dimengertinya benar akan tetapi yang membuat ia hampir gila karena ngeri, muak dan takut.

Kemudian, munculnya tiga orang kakek aneh yang menyiksa si tinggi kurus itu membuat dia mencapai ketegangan yang sudah tiba pada puncaknya. Agaknya pemandangan menegangkan dan mengerikan yang datang bertubi-tubi menghantam perasaan Bi Lan, membuat gadis cilik itu terbiasa dan kini, meski dia memandang dengan mata terbelalak dan muka pucat, mulutnya tidak mampu mengeluarkan suara apa pun, akan tetapi dia tidak takut lagi, bahkan mulai menggunakan pikirannya.

Jelas baginya bahwa tiga orang kakek itu telah menyelamatkannya, bahwa ketiga orang kakek yang aneh itu tentu orang-orang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi akan tetapi juga memiliki kekejaman yang luar biasa. Dan ia tentu tidak akan terlepas dari tangan tiga orang kakek itu.

Dia harus pandai membawa diri, demikian pikirnya. Ia tidak boleh cengeng, tidak boleh bingung, harus dapat mempergunakan akalnya karena tidak ada orang lain di dunia ini yang akan dapat diharapkan menolongnya kecuali dirinya sendiri. Bahkan, di samping kengerian, timbul pula rasa senang dan puas ketika melihat betapa si tinggi kurus itu mengalami penyiksaan yang demikian mengerikan.

"Wah, ilmu kiam-ciang (tangan pedang) yang kau kuasai sudah hebat sekali, Mayat Hidup. Bagaimana pendapatmu, Iblis Hitam? Apa kau mampu menandinginya dalam hal kehebatan kiam-ciang itu?" kata si Iblis Akhirat kepada Hek-kwi-ong.

Raksasa hitam itu menggeleng kepala. "Aku tidak mampu sehebat dia."

"He-he, aku pun demikian. Akan tetapi, kita berdua pernah melatihnya. Coba kita lihat, apakah orang pengecut dan pengkhianat seperti dia ini mampu hidup tanpa lengan dan tanpa kaki," kata pula Iblis Akhirat yang melangkah maju mendekati si tinggi kurus yang sudah buntung kedua lengannya.

Hek-kwi-ong si Raja Iblis Hitam mengangguk dan menghampiri pula. Tiba-tiba mereka berdua menggerakkan tangan seperti yang dilakukan oleh Iblis Mayat Hidup tadi, tangan mereka membacok, masing-masing ke arah kaki kanan dan kaki kiri si tinggi kurus.

"Krokkk! Krokkk!"

Si tinggi kurus kembali menjerit dan tubuhnya roboh. Kedua kakinya, sebatas paha, buntung oleh bacokan tangan dua orang kakek itu! Kembali darah muncrat dan Im-kan Kwi si Iblis Akhirat yang gendut itu kembali mempergunakan obat cairan yang cepat menghentikan cucuran darah.

Ketika Im-kan Kwi mengurut jalan darah dan si tinggi kurus itu siuman kembali, tentu saja dia tidak mampu bangkit lagi. Tubuhnya hanya tinggal kepala dan badan, tanpa kaki tanpa lengan tanpa daun telinga, nampak menyedihkan sekali. Dia hanya merintih-rintih dan tergolek ke kanan kiri, mendesis-desis kesakitan. Dia tidak akan mati karena darahnya tidak bercucuran keluar, akan tetapi hidupnya takkan berguna lagi. Dan kalau tidak ditolong orang lain, tentu akhirnya akan tewas kelaparan atau diterkam binatang buas kalau dia dibiarkan di tempat itu.....

Kini tiga orang kakek itu agaknya sudah bosan mempermainkan si tinggi kurus, dan mereka lalu menghampiri Bi Lan. Akan tetapi anak perempuan ini tidak takut. Ia bahkan bangkit berdiri, memandang tiga orang kakek itu dengan sinar matanya yang jernih. Mukanya masih pucat, akan tetapi tidak terbayang ketakutan pada muka yang manis itu.

"Tiga orang kakek buruk, sesudah kalian membunuh bangsat itu, apakah juga akan membunuh aku? Tapi jangan siksa aku seperti dia."

Tiga orang kakek itu saling pandang. Lalu Iblis Akhirat yang gendut terkekeh, Raja iblis Hitam yang seperti raksasa itu tersenyum lebar dan Mayat Hidup menyeringai aneh.

"Ha-ha-ha-ha, anak baik. Kami suka padamu dan tidak akan membunuhmu, akan tetapi kami ingin mengambilmu sebagai murid. Bagaimana, maukah kau menjadi murid kami? Mau tidak mau harus mau!" Dalam suara kakek gendut itu terdengar nada mengancam!

Akan tetapi Bi Lan tetap tenang. Anak ini tadi sudah memutar otaknya dan mengambil keputusan bahwa ia harus dapat menggunakan kepandaian tiga orang kakek ini untuk menolong ibunya dan membalas dendam!

"Tentu saja aku mau, akan tetapi kalian juga harus memenuhi permintaanku lebih dulu!"

Tiga orang kakek itu kembali saling pandang dan tersenyum girang. Mereka amat suka pada anak pemberani dan anak perempuan ini cukup berani, bahkan berani menyebut mereka ‘tiga kakek buruk’, sebutan yang menggembirakan hati mereka!

"Permintaan apa?" tanya Iblis Mayat Hidup yang biasanya jarang sekali bicara.
"Pertama, kalian harus menolong ibuku. Ke dua, kalian harus membunuh gerombolan penjahat yang tadi membunuh ayah dan menculik ibu."
"Ha-ha-ha, permintaan yang mudah saja. Coba, ceritakan siapa namamu dan apa yang terjadi dengan ayah ibumu," kata Iblis Akhirat.

Meski Iblis Akhirat tertawa-tawa, akan tetapi hatinya menjadi tak senang karena iri hati mendengar anak itu menyebut-nyebut ayah ibunya. Apa pun yang terjadi, jika ayah dan ibu anak itu masih ada, harus mereka bunuh dulu sebelum mengambil anak ini menjadi murid, pikirnya. Pikiran yang luar biasa kotor dan jahatnya!

"Namaku Can Bi Lan. Aku bersama ayah dan ibu sedang melakukan perjalanan untuk mengungsi dari sebelah barat Sungai Nu Kiang. Pada waktu kami menyeberang Sungai Lan-cang, di tepi sungai sebelah timur kami dikepung oleh belasan orang perampok itu dan Ayah yang melakukan perlawanan mereka bunuh, Ibu diculik dan aku dilarikan oleh si keparat itu. Nah, kalau kalian mau menolong Ibu dan membunuh belasan orang itu, aku pun mau menjadi murid kalian."

"Baik, baik, mari kita pergi!" kata iblis Akhirat. "Hek-kwi, kau yang tinggi besar dan kuat gendonglah Bi Lan murid kita ini."

Hek-kwi-ong Si Raja Iblis Hitam itu mendengus, lalu tangannya yang besar itu dijulurkan ke arah Bi Lan. Gadis ini merasa ngeri melihat lengan yang panjang itu dapat mulur ke arahnya, akan tetapi ia menahan rasa takutnya dan diam saja ketika tiba-tiba tangan itu menangkap tangannya dan sekali disentakkan tubuhnya melayang ke atas dan tiba di punggung kakek raksasa hitam itu!

Mereka bertiga lalu melangkah pergi dengan sangat cepatnya, meninggalkan si tinggi kurus yang kini tidak tinggi lagi, hanya merupakan kepala dan badan yang bergelimang di rumput yang berlepotan darah. Dia mengeluarkan suara dari tenggorokannya, entah tawa atau pun tangis. Peristiwa yang amat hebat menimpa dirinya, membuat si tinggi kurus ini menjadi gila saking takutnya.....
********************
"Brakkkkkk...!"

Pintu pondok kecil di tengah hutan yang tertutup rapat itu jebol, mengejutkan seorang laki-laki tinggi besar yang mukanya bercambang bauk, juga bertotol-totol hitam buruk yang sedang rebah dengan dada telanjang, hanya mengenakan celana dalam yang tipis. Siang itu hawanya panas dan laki-laki ini pun berkeringat. Bau arak yang keras tercium ketika pintu itu jebol, dan melihat wajah laki-laki buruk rupa itu yang kemerahan, juga matanya liar, bau arak yang keluar dari mulutnya, jelas menunjukkan bahwa dia terlalu banyak minum arak.

"Ibu...!" Bi Lan menjerit ketika melihat ibunya tergantung di dalam kamar itu.

Wanita yang malang ini tergantung dalam keadaan telanjang bulat, dengan kepala di bawah dan kaki terikat pada tali yang digantungkan di tiang melintang di atas. Melihat tubuh telanjang itu sama sekali tidak bergerak, dan melihat mata yang terbuka akan tetapi tanpa sinar itu, mudah saja bagi tiga orang kakek Sam Kwi untuk menduga bahwa wanita itu sudah tewas, seperti juga mayat laki-laki yang menjadi ayah Bi Lan yang menggeletak di luar dengan tubuh hancur oleh senjata tajam.

Tiga orang Sam Kwi bernapas lega. Ayah ibu anak ini sudah mati. Bagus! Mereka tadi mempergunakan ilmu kepandaian mereka untuk mengejar gerombolan itu dan melihat mereka semua berada di dalam hutan itu. Anak buah pasukan Birma yang berubah menjadi gerombolan penjahat itu nampak tidur-tiduran di bawah pohon. Guci-guci arak berserakan dan agaknya mereka baru saja makan minum dan kini tertidur setelah puas kekenyangan.

Apa lagi dalam keadaan mabok dan tidur, andai kata mereka dalam keadaan sadar dan tidak tidur sekali pun, sangat mudah bagi tiga orang kakek itu untuk mendatangi pondok itu tanpa dapat mereka ketahui. Melihat bahwa ayah anak itu sudah tewas di tempat perampokan, mereka bertiga lalu melakukan pengejaran dan jelas nampak jejak kaki mereka sampai di tengah hutan itu.

Karena ibu anak itu tidak ada, mereka dapat menduga bahwa tentu wanita itu dibawa ke dalam pondok kecil itu. Maka mereka langsung saja mendobrak daun pintu itu sampai jebol. Dan benar saja, wanita itu berada di dalam kamar, akan tetapi agaknya sudah tidak bernyawa lagi setelah mungkin diperkosa beramai-ramai lalu digantung karena mungkin wanita itu melawan.

Si tinggi besar brewokan yang menjadi kepala pasukan itu, seorang Birma yang biasa hidup dalam kekerasan, terkejut bukan main. Baru saja ia memuaskan diri memperkosa dan menyiksa wanita itu sampai mati, kemudian dia makan dan minum-minum sampai mabok dan merebahkan diri untuk tidur. Kini, kaget karena melihat jebolnya daun pintu dan melihat tiga orang kakek yang aneh, seorang di antaranya menggendong anak perempuan yang tadi dilarikan oleh pembantunya, dia mencium bahaya.

Cepat dia bergerak kepada anak buahnya dan menyambar golok besarnya, menerjang ke depan, membabat ke arah Iblis Mayat Hidup yang paling menyeramkan dan berdiri paling dekat. Akan tetapi, rangka terbungkus kulit itu dapat bergerak cepat bukan main. Golok itu menyambar seperti mengenai sasarannya membabat pinggang, akan tetapi tiba-tiba saja tubuh kurus kering itu lenyap dan ternyata sudah mengelak ke samping dan pada saat itu si tengkorak hidup menggerakkan tangannya yang kurus.

"Tukkk!"

Hanya perlahan saja jari tangan Iblis Mayat Hidup menyentuh lengan yang memegang golok. Akan tetapi seketika golok itu terlepas dan lengan itu pun lumpuh dan berubah menghitam karena di sebelah dalamnya, beberapa otot besar putus dan darah mengalir liar membuat lengan itu nampak hitam! Bukan kepalang rasa nyeri pada lengan kanan itu, membuat si brewok berteriak-teriak. Namun kembali tangan kurus itu menyambar, sekali ini leher si brewok yang disentuh dan seketika si brewok roboh. Suara mengorok keluar dari lehernya, mukanya berubah hitam dan dia berkelojatan dalam sekarat.

Dia tewas tak bergerak lagi ketika anak buahnya yang belasan orang banyaknya itu sudah datang menyerbu dengan golok di tangan. Melihat betapa pemimpin mereka itu sudah roboh dengan muka berwarna hitam, tak bergerak lagi, belasan orang kasar itu menjadi marah sekali. Langsung mereka menerjang tiga orang kakek itu dengan golok mereka. Tiga orang kakek itu melangkah keluar dari pondok. Perkelahian yang aneh, lucu dan tidak seimbang pun terjadilah.

Sepasang lengan Raja Iblis Hitam itu mulur dan tanpa mempedulikan golok-golok itu, dua tangannya menangkapi lawan, membanting, melontarkan tinggi-tinggi ke atas dan mambiarkan tubuh lawan itu terbanting keras, menangkapi dua kepala dan mengadu kedua kepala itu.

Si gendut Iblis Akhirat sambil menyeringai aneh dan menyeramkan juga membiarkan golok-golok itu mengenai kepala botaknya atau lengannya, dan hanya kedua kakinya saja yang pendek-pendek dan besar-besar itu bergerak cepat ke kanan kiri dan setiap orang yang terkena tendangannya tentu terlempar, terbanting roboh dan tidak dapat bangkit kembali.

Iblis Mayat Hidup lebih mengerikan lagi. Dengan tulang-tulangnya mengeluarkan bunyi berkerotokan, dia membagi-bagi pukulan dan setiap kali tangannya menyentuh tubuh lawan, karena sentuhan perlahan itu tidak pantas dinamakan pukulan, lawan lalu roboh dengan bagian badan yang disentuh berubah kehitaman!

Dalam waktu singkat saja, belasan orang itu roboh semua dan tidak seorang pun dapat bangkit atau bergerak lagi karena mereka telah tewas. Kepala-kepala pecah berantakan sampai otak dan darah berceceran, tulang-tulang berkerotokan pada saat patah-patah, bahkan ada kulit yang robek-robek dan mayat yang ternoda hitam-hitam mengerikan.

"Ha-ha-ha-ha! Bi Lan, murid yang baik, apakah kini engkau telah puas? Lihat, semua musuhmu telah kami bunuh," kata Iblis Akhirat kepada Bi Lan.

Gadis cilik itu melorot turun dari gendongan Raja iblis Hitam. Dia pun memasuki pondok, sejenak berdiri memandang mayat ibunya yang tergantung dengan tubuh terbalik. Pada bagian tubuh tertentu dari ibunya nampak lula-luka guratan senjata tajam. Betapa ingin dia menjerit, akan tetapi batinnya mengalami guncangan hebat sehingga dia tidak lagi dapat menangis.

"Ibumu sudah mati," tiba-tiba terdengar suara orang dan ketika gadis cilik itu menengok, yang bicara adalah Iblis Mayat Hidup.

Dua kakek lainnya juga sudah berdiri di belakangnya. Gadis cilik ini tidak tahu betapa tiga orang kakek itu memandang ke arah mayat ibunya dengan hati girang, bukan hanya karena gadis cilik itu sekarang sudah terlepas dari semua ikatan keluarga, juga karena mereka bertiga itu kagum akan cara gerombolan itu menyiksa wanita ibu Bi Lan!

"Ha-ha-ha! Bi Lan, kami sudah memenuhi semua permintaanmu, sekarang berlututlah dan angkat kami sebagai gurumu dan menyebut suhu," kata Iblis Akhirat.
"Nanti dulu," gadis cilik itu berkata. "Sebelum itu kuminta supaya kalian suka mengubur jenazah ibuku, juga jenazah ayahku, dikubur bersama dalam satu lubang di tempat ini."

Tiga orang kakek itu saling pandang. "Wah, apa-apaan ini?" Raja Iblis Hitam mengeluh.

"Ada-ada saja!" Iblis Mayat Hidup menyambung. Jelas bahwa keduanya merasa tidak senang dengan pekerjaan itu.
"Apa gunanya?" Si gendut Iblis Akhirat berseru. "Biarkan saja begitu, akhirnya juga akan habis sendiri."
"Tidak!" Bi Lan berseru. "Kalau kalian tidak mau, biar aku sendiri yang akan melakukan penguburan itu. Mereka harus dikubur supaya jenazah mereka tidak dimakan binatang buas!"
"Hemm, apa kau kira di dalam tanah tidak ada binatang buasnya? Kulit dagingnya akan digerogoti tikus dan cacing-cacing sampai habis!"

Mendengar ucapan si gendut itu, Bi Lan bergidik. "Biarlah, mereka hancur dikubur dan kalau kalian tidak mau, akan kulakukan sendiri dan aku tidak akan sudi menjadi murid kalian."

Tiga orang kakek itu saling pandang dan menggaruk-garuk kepala. Akan tetapi tiba-tiba nampak bayangan berkelebat disertai suara berkerotokan dan Iblis Mayat Hidup sudah lenyap dari tempat itu. Tidak lama kemudian dia datang kembali membawa mayat Can Kiong, ayah Bi Lan yang sudah penuh luka itu. Dan tanpa banyak cakap lagi, tiga orang kakek itu lalu menggali sebuah lubang besar. Cepat sekali pekerjaan ini dilakukan oleh tiga orang sakti itu, mempergunakan golok-golok para korban amukan mereka tadi.

Setelah mengubur dua orang suami isteri itu dan menutupi lubang dengan tanah, atas permintaan Bi Lan mereka lalu menaruh sebuah batu bundar sebesar gajah di tempat kuburan. Mereka lalu berdiri berjajar dan menuntut agar Bi Lan suka menjadi murid mereka dan memberi hormat seperti layaknya seorang yang mengangkat guru.

Sekarang Bi Lan tidak ragu-ragu lagi. Kalau bukan tiga orang kakek aneh ini, siapa lagi manusia di dunia ini yang mempedulikannya? Ia lalu menjatuhkan diri berlutut di depan kaki tiga orang itu, memberi hormat dengan sungguh-sungguh.

"Suhu... suhu... suhu...!" katanya setiap kali ia menyembah di depan kaki salah seorang kakek. Tiga orang itu girang bukan main.
"Muridku yang baik!" kata Raja Iblis Hitam.

Tiba-tiba Bi Lan merasa tubuhnya melayang jauh tinggi di udara. Anak itu tentu saja terkejut bukan main, sama sekali tidak menyangka bahwa raksasa hitam yang menjadi seorang di antara gurunya itu akan melakukan hal seperti itu, melemparkan tubuhnya tinggi ke udara! Dia teringat betapa tadi suhu-nya yang ini melempar-lemparkan tubuh lawan ke atas dan tubuh itu terbanting jatuh dengan kepala pecah berantakan.

Tentu saja ingatan ini mendatangkan rasa takut yang hebat dalam batinnya yang sehari itu sudah mengalami guncangan-guncangan luar biasa. Akan tetapi justeru guncangan-guncangan hebat itu membuat Bi Lan kehilangan rasa takut, atau andai kata ada rasa takut, ia berani menghadapinya dan justru mendatangkan suatu kenekatan besar. Maka, betapa pun ngerinya, ia mengatupkan bibirnya yang kecil dan tidak mau mengeluarkan suara yang membayangkan ketakutan!

Ketika tubuhnya melayang turun berputaran, tangan Iblis Akhirat sudah menyambutnya dan kembali ia dilemparkan ke atas oleh kakek itu yang terkekeh senang. Ketika merasa betapa tubuhnya tidak terbanting melainkan disambut hendak di lemparkan lagi ke atas, mengertilah Bi Lan bahwa tiga orang gurunya itu bermain-main atau mungkin hendak menguji ketabahannya.

Hal ini membesarkan hatinya. Ia akan memperlihatkan kepada tiga orang kakek aneh itu bahwa ia tidak takut! Maka, ketika untuk kedua kalinya tubuhnya terlempar ke atas, ia mengeluarkan suara ketawa cekikikan sebagai tanda bahwa dia pun senang dilempar-lemparkan seperti itu.

Akan tetapi terdengar suara Iblis Mayat Hidup mencela. "Apa ketawa-ketawa! Dalam setiap keadaan, engkau harus belajar karena setiap peristiwa mengandung bahan yang baik untuk dipelajari!”

Dan ketika tubuhnya meluncur turun, ia disambut pula oleh kakek kurus kering itu dan dilontarkan pula ke atas. Bi Lan menghentikan ketawanya, takut kalau ketiga orang gurunya marah. Gila, pikirnya, dilempar-lempar ke udara seperti itu dapat mempelajari apakah?

Lalu teringatlah dia betapa kalau meluncur lagi ke bawah, tubuhnya berputaran tidak karuan. Kenapa ia tidak mau belajar agar luncurannya itu nyaman dengan kaki di bawah dan kepala di atas? Bukankah jika dia terpaksa terbanting ke atas tanah, akibatnya tak begitu parah kalau kakinya lebih dulu dari pada kepalanya? Mulailah dia menggerak-gerakkan kaki tangannya, mengatur keseimbangan supaya tubuhnya tidak jungkir balik atau berputaran.

Agaknya tiga orang gurunya girang melihat ini. Begitu ia meluncur turun, ia disambut lagi bergantian untuk dilontarkan pula ke atas. Akhirnya setelah puluhan kali dilontarkan ke atas, Bi Lan berhasil mengatur luncuran tubuhnya sehingga kakinya selalu meluncur di bawah, kedua tangan dikembangkan sedangkan kedua kaki dipentang seperti orang menunggang kuda. Melihat ini, tiga orang gurunya bergantian memberi petunjuk, bagai mana harus mengatur tangan atau kaki, kemudian bagaimana harus mengatur napas dan gerakan-gerakan lain.

Bi Lan yang tahu bahwa tiga orang gurunya ini adalah orang-orang aneh dan begitu ia mengangkat mereka sebagai guru, mereka itu langsung menguji dan memberi pelajaran yang begitu aneh! Maka ia pun memperhatikan dengan tekun dan tanpa mengenal lelah ia terus berusaha, walau pun tubuhnya yang memang sudah amat lelah, apa lagi baru saja mengalami hal-hal yang amat hebat itu, terasa sakit-sakit. Bahkan ia menahan rasa lapar dan kantuknya sampai akhirnya dia tertidur selagi tubuhnya dilemparkan lagi ke atas oleh Iblis Mayat Hidup.

Melihat betapa murid mereka itu meluncur turun dengan tubuh lunglai, tiga orang kakek itu terkejut setengah mati, khawatir kalau-kalau murid mereka yang masih lemah dan amat lelah itu tidak kuat dan mati di udara! Mereka menyambutnya dan legalah hati mereka melihat bahwa murid mereka itu hanya tertidur pulas!

Meledaklah suara tawa mereka dan hati mereka puas dan bangga. Dilempar-lemparkan seperti itu, murid mereka ini malah bisa tidur nyenyak, dan itu dianggap oleh mereka sebagai tanda nyali yang sangat besar, ketabahan yang jarang dimiliki seorang anak kecil, apa lagi anak perempuan.
Tiga orang Sam Kwi itu lalu meninggalkan hutan itu menuju ke timur. Mereka melakukan perjalanan cepat sekali, mengambil jalan melalui bukit-bukit dan rawa-rawa, melalui sungai dan hutan yang liar yang jarang didatangi manusia.

Mereka mengambil jalan memotong, dan menerjang jalan yang betapa sukar sekali pun, dengan kepandaian mereka yang tidak lumrah manusia. Jika mereka melalui perjalanan yang amat sukar, yang tidak dapat dilalui manusia biasa, mereka memondong Bi Lan bergantian, akan tetapi kalau melalui jalan biasa sambil menikmati pemandangan alam, mereka membiarkan Bi Lan berjalan kaki di belakang mereka.

Dasar orang-orang aneh, kadang-kadang mereka pun meninggalkan Bi Lan begitu saja, membuat gadis cilik itu berlari-larian setengah mati mengejar mereka, dan kalau Bi Lan sudah hampir putus asa karena tak mampu mengejar dan guru-gurunya lenyap, barulah mereka muncul! Di sepanjang perjalanan, mereka melatih Bi Lan dengan dasar-dasar ilmu silat, dan menggembleng gadis cilik itu dengan latihan-latihan untuk menghimpun tenaga sinkang.

Ada kalanya tiga orang itu berebut untuk melatih Bi Lan yang ternyata memiliki bakat yang sangat hebat, tepat seperti dugaan mereka. Setiap pelajaran yang diberikan guru-gurunya dapat ditangkap dengan mudah oleh Bi Lan dan hanya dalam latihan sajalah gadis cilik itu perlu memperoleh tekanan.

Dan gadis cilik itu pun cerdik bukan main. Segera ia dapat merasakan betapa tiga orang gurunya yang aneh itu amat menyayanginya, bahkan berlomba dalam menyayangnya. Hal ini dipergunakannya sebagai senjata untuk menguasai tiga orang kakek itu!

Pada suatu hari, tiga orang kakek itu terlibat dalam ketegangan dan perbantahan ketika mereka akan mulai menurunkan ilmu silat tinggi kepada murid mereka. Mereka saling memperebutkan, ilmu silat siapakah yarig harus diutamakan sebagai dasar.

"Siapa yang mampu menandingi ilmuku Hek-wan Si-pat-ciang (Ilmu Silat Delapan belas Jurus Lutung Hitam)?" bentak Raja Iblis Hitam. "Aku akan mengajarkan ilmu lebih dulu kepada Bi Lan!"
"Ha-ha-ha, sombongnya. Apa artinya pukulan-pukulanmu bagi orang yang mempunyai kekebalan seperti ilmuku Kulit Baja? Sebaiknya Bi Lan kulatih lebih dahulu dalam ilmu tendanganku yang tak ada bandingan, yaitu Pat-hong-twi (Tendangan Delapan Penjuru Angin). Dan untuk kematangannya, ia perlu memiliki dasar tenaga sinkang yang amat kuat seperti aku," bantah Iblis Akhirat.
"Ahhh, tidak! Seorang wanita seperti Bi Lan harus memiki ginkang (ilmu meringankan tubuh) seperti aku sebagai dasar, sambil mempelajari ilmu silatku Hun-kin Tok-ciang (Tangan Beracun Memutuskan Otot)!" bentak Iblis Mayat Hidup.

Tiga orang kakek itu tidak mau saling mengalah. Di atas padang rumput yang sunyi di sebuah lereng bukit itu, mereka ngotot tidak mau saling mengalah dan akhirnya mereka menentukan bahwa harus diuji lebih dulu ilmu siapa yang paling kuat dan dialah yang berhak memberi bimbingan pertama kali kepada Bi Lan. Dan terjadilah perkelahian di antara mereka!

Bukan sembarang perkelahian, bukan sekedar adu otot dan adu ilmu, tetapi perkelahian sungguh-sungguh dengan serangan-serangan mematikan. Hebat bukan main serang-menyerang yang terjadi di antara mereka bertiga dan karena memang tingkat mereka seimbang, tentu saja sukarlah bagi salah seorang di antara mereka untuk memperoleh keunggulan.

Kalau ada seorang di antara mereka yang nampaknya memperoleh angin dari orang ke dua, orang ke tiga kemudian turun tangan mendesak sehingga yang tadinya nampak memperoleh angin sebaliknya menjadi terdesak kembali. Dan perkelahian itu bukan hanya mempergunakan ilmu pukulan biasa, melainkan mempergunakan sinkang yang membuat tempat di sekitarnya dilanda angin pukulan yang bersiutan dan berdesingan. Mereka juga saling mengerahkan khikang, mengeluarkan suara berupa bentakan yang melengking nyaring.

Bi Lan yang berdiri menjauh dan merasa dilupakan oleh tiga orang gurunya, merupakan satu-satunya penonton dan satu-satunya orang yang paling menderita di antara mereka. Angin pukulan yang dahsyat dan menyambar-nyambar itu tadi telah membuat dia jatuh bangun dan terguling-guling seperti sehelai daun kering dilanda badai. Ia yang cerdik cepat menggerakkan tubuhnya bergulingan di atas padang rumput sampai agak jauh.

Akan tetapi, setelah angin pukulan tidak mampu meraihnya karena jauh, suara-suara yang mengandung tenaga khikang itu menyiksanya. Anak itu merasa betapa suara itu menusuk-nusuk anak telinganya dan biar pun dia sudah menutupi kedua telinga dengan kedua tangan, tetap saja suara itu membuat isi perutnya jungkir balik dan menyiksanya dengan hebat.

"Sudahlah, biar kalian bunuh saja aku!" Akhirnya dia berteriak sambil berlari ke tengah medan perkelahian, berloncatan dan dengan nekat terjun di antara mereka bertiga.

Tiga orang kakek yang lihai itu tentu saja dapat melihat munculnya murid mereka yang meloncat ke tengah medan perkelahian. Kalau orang lain yang berbuat demikian, tentu mereka bertiga akan menjatuhkan pukulan maut sehingga tubuh orang yang berani mengganggu mereka itu akan hancur lebur. Akan tetapi melihat bahwa yang datang adalah Bi Lan, ketiganya tiba-tiba saja menghentikan gerakan mereka, masing-masing menarik diri dan mundur, berdiri dengan tubuh berkeringat dan tidak bergerak bagaikan patung, tidak tahu harus berbuat apa.

"Kenapa suhu semua berhenti? Hayo teruskan perkelahian itu!" berkata Bi Lan dengan suara marah.
"Ahhh, berbahaya untukmu. Menyingkirlah, Bi Lan, agar kami dapat melanjutkan untuk menentukan siapa yang berhak lebih dulu mengajarmu," Iblis Akhirat berkata.
"Tidak perlu teecu menyingkir. Sejak tadi teecu sudah tersiksa. Biarlah kalau teecu mati juga, menemani seorang atau dua orang di antara suhu yang akhirnya tentu akan kalah dan mati pula!"

Baru mereka tahu bahwa Bi Lan marah karena perkelahian mereka tadi. "Kami... kami berkelahi memperebutkan hak mengajarmu lebih dulu." Kembali Iblis Akhirat berkata memberi keterangan.

"Teecu (murid) sudah mengangkat suhu bertiga menjadi guru semua, mengapa mesti berebutan lagi? Kenapa suhu bertiga tidak memberi pelajaran bersama-sama saja?" Ia berhenti sebentar untuk melihat tarikan muka mereka, lalu melanjutkan lagi, "Kalau suhu bertiga berebutan dan berkelahi lagi, teecu tidak akan mau belajar dari yang paling menang!"

Mendengar ancaman dari murid yang mereka tahu amat keras hatinya ini, tiga orang kakek itu saling pandang.

"Bergabung...?" Raja Iblis Hitam berkata bingung.
"Ilmu ketiga orang disatukan?" Iblis Mayat Hidup menyambung ragu.
"Wah, mengapa tidak? Kita ajarkan bersama ilmu-ilmu kita dan karena ilmu-ilmu itu amat tinggi, tentu sukar baginya untuk menerima semua."

"Justeru karena menerima setengah-setengah inilah maka dia akan dapat menggabung ilmu-ilmu itu menjadi hanya satu ilmu yang tentu hebat karena mengandung dasar dan kelihaian ilmu kita masing-masing!"
"Bagus!" kata Raja Iblis Hitam girang.
"Tepat sekali!" kata pula Iblis Mayat Hidup.
"Sama sekali tidak bagus dan tidak tepat!” Tiba-tiba terdengar suara merdu seorang wanita.

Bi Lan terkejut dan merasa heran ada orang berani mencampuri percakapan tiga orang gurunya. Ketika ia menengok, ia melihat seorang wanita yang usianya sekitar dua puluh lima tahun, berpakaian rapi dan mewah, berwajah cantik sekali dengan sinar mata yang tajam. Kecantikannya aneh mengandung hawa dingin, tapi ada kecabulan membayang dalam senyum dan kerlingnya.

Hati Bi Lan merasa khawatir sekali. Wanita ini sudah bosan hidup, pikirnya. Ia sudah mulai mengenal watak tiga orang gurunya yang aneh dan kadang-kadang amat kejam, apa lagi setelah ia mendengar julukan guru-gurunya yang memperkenalkan diri sebagai Sam Kwi dengan julukan yang seram-seram itu. Ia malah bisa menduga bahwa gurunya adalah orang-orang yang amat kejam dan jahat, akan tetapi yang amat baik kepadanya karena sayang kepadanya.

Karena takut kalau-kalau tiga orang gurunya itu menurunkan tangan secara tiba-tiba membunuh gadis itu, Bi Lan mendahului, meloncat dan menghadap tiga orang gurunya. "Suhu sekalian harus dapat memaafkan cici ini!" teriaknya.

Akan tetapi kini terjadi hal yang sangat mengherankan hati Bi Lan. Iblis Akhirat yang gendut pendek itu berteriak kegirangan, "Aha, Bwi-kwi (Iblis Cantik), kau baru muncul? Waah, aku sudah kangen sekali padamu!" Dan si gendut langsung memeluk pinggang wanita cantik itu dan menariknya.

Anehnya, gadis itu tersenyum lalu merendahkan kepalanya dan kakek gendut itu lantas mencium mulutnya dengan bernapsu sekali sampai mengeluarkan bunyi, "ceplok!"

Tentu saja Bi Lan menjadi bengong melihat ini, apa lagi melihat dua orang suhu-nya yang lain juga menghampiri gadis itu. Raja Iblis Hitam mengelus rambut gadis itu, dan si Iblis Mayat Hidup mencolek dadanya! Dan gadis cantk itu hanya tersenyum manis saja, sama sekali tidak marah.

"Suhu, siapakah bocah itu?" gadis itu bertanya dan kini tahulah Bi Lan bahwa gadis itu adalah murid tiga orang suhu-nya.
"Ha-ha-ha, ia adalah murid kami yang baru. Bakatnya bagus sekali, melebihimu, Bi-kwi. Namanya Can Bi Lan, heh-heh-heh, dua orang murid kami semua cantik-cantik. Kami menyebutmu Bi-kwi, biarlah mulai sekarang Bi Lan kami sebut Siauw-kwi (Iblis Kecil). Ha-ha-ha!"

Tiba-tiba sepasang mata yang indah dan bersinar tajam itu berkilat memandang ke arah Bi Lan. "Murid suhu? Hemm, sejak dahulu murid suhu bertiga hanya aku, dan setiap ada orang berani merubah keadaan ini harus dibunuh. Anak ini pun harus kubunuh!"

Berkata demikian, tiba-tiba saja wanita itu menggerakkan tangan kanannya dan lengan kanan yang montok itu tiba-tiba mulur panjang dengan dua jari yang mungil menotok ke arah dada Bi Lan! Tetapi, biar baru beberapa bulan lamanya, Bi Lan sudah menerima latihan-latihan dasar dari tiga orang sakti, maka begitu ada tangan menyerangnya, gadis cilik itu mampu melempar tubuh ke belakang dan berjungkir balik dengan sigapnya.

"Ehh...! Ia malah sudah belajar dari suhu!" bentak Bi-kwi.

Dia pun menyerang lagi, sekarang kakinya melangkah ke depan. Akan tetapi tiba-tiba pinggangnya dipeluk dari belakang oleh Raja Iblis Hitam, dan dua tangannya dipegang masing-masing oleh Iblis Akhirat dan Iblis Mayat Hidup.

"Hemm, suhu bertiga menghalangi? Berarti suhu bertiga tidak lagi cinta kepadaku!"
"Ehhh? Tenang... sabar, sabar...! Kami sudah menjelajah dunia ramai lagi dan melihat perubahan-perubahan hebat terjadi di dunia persilatan. Engkau seorang diri tidak akan kuat menghadapi mereka, oleh karena itu kami sengaja memilih Bi Lan untuk menjadi murid kedua. Apa salahnya itu?"
"Hanya murid?" Gadis cantik itu menegaskan.
"Heh-heh, cemburu? Hanya murid karena bagi kami sebagai laki-laki, engkau seorang sudah lebih dari cukup dan memuaskan. Nah, maukah engkau berbaik dengan Bi Lan?" tanya Iblis Akhirat.

Bi-kwi mengangguk. "Baiklah, tadi pun dia sudah berusaha menolongku. Tidak apa-apa mengampuni nyawa anjingnya. Akan tetapi kalau kelak ada tanda-tanda bahwa suhu bertiga... hemm, aku pasti akan membunuhnya."

Bi Lan mengerutkan keningnya. Ia tidak tahu apa sebenarnya maksud percakapan aneh itu. Dia pun masih tertegun menyaksikan adegan aneh ketika gadis cantik itu menerima ciuman Iblis Akhirat dan belaian-belaian dua orang suhu-nya yang lain. Akan tetapi ia tahu bahwa gadis itu berbahaya bukan main, agaknya tak kalah jahatnya dibandingkan dengan tiga orang kakek itu. Ia harus berhati-hati menghadapi gadis ini, pikirnya.

"Ha-ha-ha, bagus… bagus sekali. Bi Lan, lekas berterima kasih kepada suci-mu (kakak seperguruanmu) yang baru saja mengembalikan nyawamu," kata Iblis Akhirat.

Sam Kwi kelihatan gembira sekali dengan pertemuan itu dan Bi Lan, walau pun hatinya tidak senang, namun anak ini mempergunakan kecerdikannya. Ia tahu bahwa gadis ini mempunyai kekuasaan atas tiga orang gurunya agaknya tiga orang gurunya pun tidak akan dapat menyelamatkannya atau menjamin keselamatannya jika sampai ia dimusuhi gadis ini. Sebaiknya ia bersiasat dan menyenangkan hati gadis ini sebelum mengenal benar keadaannya.

Maka dia pun lalu bangkit dan menjura pada gadis itu, berkata dengan suara manis dan tersenyum. Oleh tiga orang gurunya, dia diingatkan betapa manisnya kala tersenyum, betapa timbul sepasang lesung pipit kanan kiri mulutnya.

"Suci yang cantik dan gagah perkasa, aku menghaturkan terima kasih kepadamu."

Gadis cantik itu menjebikan bibirnya. "Huh, baiknya engkau tadi berusaha melindungiku dari kemarahan suhu, kalau tidak… Baiklah, kalau selanjutnya engkau tunduk dan taat kepadaku, mulai saat ini engkau adalah sumoi-ku."

"Terima kasih, suci."
"Bi-kwi, kenapa tadi engkau mengatakan bahwa pendapat kami untuk menggabungkan ilmu dan diajarkan kepada Siauw-kwi tidak betul dan tidak tepat?" Iblis Akhirat bertanya sambil menggandeng tangan wanita cantik itu dengan sikap yang kangen sekali.

"Tentu saja tidak tepat, karena di sini ada aku yang dapat mewakili suhu bertiga untuk mengajarkan ilmu-ilmu kita kepada sumoi. Kalau seorang anak kecil seperti sumoi itu sekaligus menerima pelajaran dari suhu bertiga, mana kuat menerimanya? Serahkan saja kepadaku dan suhu bertiga tidak perlu susah-susah."

Tiga orang kakek itu mengangguk-angguk dan tersenyum gembira. "Ha-ha, lihat, betapa beruntungnya kita bertiga mempunyai seorang murid seperti Bi-kwi," kata Iblis Akhirat.

"Bi-kwi, bagaimana dengan tugasmu?" tiba-tiba Raja Iblis Hitam bertanya.

Bi Lan merasa heran mendengar suara kakek raksasa hitam ini. Biasanya dia pendiam dan kalau bersuara terdengar keras, parau dan bengis, akan tetapi sekarang suaranya terdengar lembut dan mengandung kemesraan.

Gadis yang disebut Bi-kwi (Iblis Cantik) itu sebenarnya bernama Ciong Siu Kwi yang sejak berusia lima tahun sudah menjadi murid Sam Kwi. Seperti juga Bi Lan, Siu Kwi atau yang kini disebut Bi-kwi ini yatim piatu. Ayah ibunya dibunuh oleh Sam Kwi sendiri yang ingin menguasai anak ini dengan bebas.

Memang pada mulanya, Sam Kwi mengambil murid ini hanya untuk menurunkan ilmu karena melihat bakat baik pada diri Siu Kwi, juga agar anak ini dapat menemani mereka dalam persembunyian dan pertapaan mereka di puncak pegunungan Thai-san. Akan tetapi, makin dewasa, Bi-kwi atau Siu Kwi ini makin nampak watak aslinya, watak yang genit dan cabul, di samping wajahnya yang cantik.

Gadis ini mempelajari ilmu-ilmu tinggi, tetapi juga melayani Sam Kwi, mencuci pakaian, memasak dan segala macam kebutuhan tiga orang kakek itu. Setelah ia berusia hampir delapan belas tahun, tiga orang kakek itu tidak tahan melihat kegenitannya. Mulailah mereka bertiga itu tertarik sebagai pria terhadap wanita kepada murid sendiri dan mulailah terjadi hubungan perjinahan antara ketiga Sam Kwi dengan murid tunggal mereka itu!

Luar biasanya, gadis yang semenjak kecil hidup di tempat pengasingan di Thai-san itu, menyambut tiga orang kakek buruk rupa yang menjadi suhu-nya itu dengan tangan dan hati terbuka! Dan sejak berusia delapan belas tahun itulah, Siu Kwi menjadi murid dan merangkap kekasih Sam Kwi dan mulai pula dia menguasai tiga orang kakek itu yang namanya saja guru-gurunya, akan tetapi dalam banyak hal mereka bertiga itu tunduk dan taat kepada Siu Kwi!

Mendengar pertanyaan Hek-kwi-ong tentang tugasnya tadi, Siu Kwi melepaskan tangan Iblis Akhirat, dan mengerutkan alisnya, kemudian dia duduk di atas sebuah batu yang bersih. Tiga orang kakek itu pun duduk di depannya dan Bi Lan yang ingin pula turut mendengarkan juga duduk di dekat Siu Kwi.

Gadis ini menarik napas panjang beberapa kali, lalu berkata dengan suara jengkel.

"Dua urusan yang suhu serahkan kepadaku itu semua gagal! Yang pertama mengenai Pendekar Super Sakti Majikan Pulau Es, ternyata telah tewas belasan tahun yang lalu!"
"Wah, sialan!" Raja Iblis Hitam berseru kecewa sambil mengepal tangannya yang besar.
"Pengecut! Mampus lebih dulu!" Iblis Mayat Hidup juga berseru kecewa.
"Ha-ha-ha, biarlah dia mampus, kelak di akhirat toh kita masih dapat mencarinya untuk membuat perhitungan!" berkata Iblis Akhirat yang kemudian memandang Siu Kwi. "Dan bagaimana dengan urusan yang lain?"

"Urusan Liong-siauw-kiam (Pedang Suling Naga) lebih menjengkelkan lagi. Dengan susah payah selama berbulan-bulan aku mencari kakek Pek-bin Lo-sian (Dewa Tua Muka Putih) di sekitar Pegunungan Himalaya dan belum kutemukan jejaknya. Akan tetapi, akhirnya dari para pertapa aku mendengar bahwa kakek tua bangka itu pun sudah meninggal dunia."
"Dan pusakanya?" Raja Iblis Hitam memotong.
"Itulah yang menjengkelkan hatiku. Menurut keterangan para pertapa yang mengenal Pek-bin Lo-sian, sebelum kakek itu meninggal dunia, mereka sering kali melihat kakek itu berbincang-bincang dengan seorang pendekar sakti dan menurut mereka, sangat boleh jadi kakek itu mewariskan Liong-siauw-kiam kepada pendekar itu."

"Wah-wah, siapa pendekar jahanam itu?" bentak Iblis Akhirat dengan marah.
"Mereka tidak tahu, akan tetapi, dalam penyelidikanku selanjutnya, ada sebuah berita yang amat menarik, yaitu munculnya seorang pendekar yang dijuluki Pendekar Suling Naga yang kabarnya membawa senjata sebatang suling naga..."
"Itulah orangnya!" bentak Iblis Mayat Hidup. "Di mana dia?"

Gadis itu menggerakkan pundaknya. "Menurut penyelidikanku, pendekar yang berjuluk Pendekar Suling Naga itu merantau ke selatan. Karena aku ingin mendengar keputusan suhu dalam hal ini, maka aku lalu mencari suhu untuk melapor."

Tiga orang kakek itu saling pandang, kemudian Iblis Akhirat yang biasa menjadi juru bahasa mereka berkata, "Tugasmu menjadi semakin berat, Bi-kwi. Pendekar Super Sakti sudah mati, akan tetapi keturunan Suma tentu masih banyak berkeliaran. Karena itu kita harus berusaha membasmi semua keturunan Suma Han si Pendekar Super Sakti yang pernah membuat kami bertiga harus menyembunyikan diri selama puluhan tahun. Akan tetapi, di samping itu juga kita harus mencari orang yang menguasai Pedang Suling Naga untuk merampasnya. Tidak mungkin tugas-tugas berat itu kau pikul sendiri. Maka, sebaiknya kita melatih Siauw-kwi ini sampai pandai agar supaya kelak dapat membantumu menunaikan tugas-tugas itu. Kami sendiri sudah terlalu tua untuk berkeliaran mencari orang."

Bi-kwi menoleh ke arah Bi Lan dan mengerutkan alisnya. Dia adalah seorang cerdik. Mewakili suhu-suhu-nya bermusuhan dengan keturunan Pendekar Super Sakti adalah tugas yang amat berat dan tidak menarik hatinya. Ia sudah mendengar bahwa Pendekar Super Sakti adalah seorang tokoh besar yang amat tinggi ilmu kesaktiannya dan sukar dilawan. Bahkan tiga orang gurunya yang pernah mengeroyok pendekar itu pun tidak mampu menang.

Tentu keturunannya juga sangat lihai, dan bagaimana kalau keturunannya itu banyak jumlahnya? Dan urusan balas dendam guru-gurunya karena pernah dikalahkan ini tiada apa-apanya yang menarik hatinya karena tidak ada yang menguntungkan. Sebaliknya, mencari pusaka Suling Naga itu lebih menarik baginya. Karena itu, menghadapi dua tugas ini memang sebaiknya jika ia ditemani orang yang dapat dipercaya, dan agaknya Bi Lan inilah orangnya.

"Hemm, aku meragukan apakah anak ini akan sanggup. Siauw-kwi, sanggupkah engkau membantuku kelak dalam dua urusan itu?"

Bi Lan sejak tadi mendengarkan dan kini ia menghadap ketiga orang suhu-nya. "Urusan suhu dengan keluarga Pendekar Super Sakti itu mudah teecu mengerti. karena tentu urusan dendam pribadi yang melibatkan keluarga Pendekar Super Sakti yang sudah mati. Akan tetapi urusan ke dua, teecu kurang jelas. Apakah pusaka Suling Naga itu dan mengapa dijadikan rebutan?"

"Ha-ha-ha, engkau memang anak cerdik yang ingin memasuki suatu urusan tapi tidak secara membuta. Baiklah, akan kuceritakan padamu mengenai pusaka itu."

Im-kan Kwi atau Iblis Akhirat yang bertubuh pendek bundar itu lalu dengan ringkas bercerita tentang pusaka yang dinamakan Pedang Suling Naga itu. Benda pusaka itu telah ribuan tahun usianya, terbuat dari semacam kayu yang tumbuh di Pegunungan Himalaya, dan kayu itu diukir dan dibuat menjadi sebuah suling yang amat indah oleh seorang abi di Pegunungan Himalaya kurang lebih seribu tahun yang lalu. Benda itu lalu direndam dalam obat-obatan rahasia yang membuat kayu itu menjadi keras membaja, bahkan kabarnya lebih keras dari pada baja.

Pusaka yang indah itu dapat ditiup sebagai sebatang suling yang suaranya merdu, juga bisa dipegang sebagai sebatang pedang. Kepala naga menjadi gagang dan badan serta ekornya menjadi pedangnya. Ukiran naga itu sedemikian hidupnya, sepasang mata di bagian kepalanya dibuat dari batu permata sehingga nampak bernyala dan hidup sekali. Selama ratusan tahun, benda itu menjadi pusaka dan menjadi lambang kekuasaan raja-raja Khitan.

Sampai akhirnya, di jaman Kaisar Jenghis Khan, raja Mongol ini dalam penyerbuannya ke barat berhasil merampas benda itu dan karena amat kagum dan suka, benda itu menjadi pusaka kesayangan Kaisar Jenghis Khan. Akan tetapi pada suatu hari, pusaka itu lenyap dari dalam gudang pusaka. Kaisar Jenghis Khan marah sekali akan tetapi urusan itu dirahasiakan karena kaisar akan merasa malu kalau terdengar rakyat bahwa pusaka yang paling disayang itu dapat lenyap begitu saja dari dalam gudang pusaka.

Saking marahnya Kaisar Jenghis Khan menghukum mati tiga puluh orang pengawal dan pelayan yang dicurigai! Semenjak saat itu, pusaka Suling Naga dianggap lenyap dan tak pernah dapat ditemukan kembali walau pun Kaisar Jenghis Khan telah mengeluarkan banyak sekali biaya dan mengerahkan banyak orangnya untuk mencarinya.

"Sebenarnya yang mencuri benda pusaka itu ialah seorang sakti yang menyembunyikan dirinya di pegunungan sebelah utara. Benda itu menjadi kebanggaannya karena tentu saja orang yang mampu mencuri benda dari gudang pusaka Kaisar Jenghis Khan adalah seorang yang sangat sakti. Benda itu turun temurun menjadi milik murid-murid keturunannya dan akhirnya jatuh ke tangan suhu dan susiok kami yang dulu bertapa di Pegunungan Himalaya. Ketika suhu meninggal dunia, pusaka itu oleh suhu diserahkan kepada susiok Pek-bin Lo-sian yang bertapa di Pegunungan Himalaya. Kami pernah memintanya, akan tetapi susiok mengatakan bahwa pusaka itu tidak pantas menjadi milik kami. Tentu saja kami berusaha merampasnya, akan tetapi susiok Pek-bin Lo-sian terlalu tangguh bagi kami. Tak ada lain jalan kecuali menanti sampai kakek yang sudah tua renta ini mampus. Akan tetapi, sungguh tak terduga sekali halnya kami dikalahkan oleh Pendekar Super Sakti sehingga kami terpaksa mengundurkan diri bertapa sampai dua puluh tahun dan ketika kami mengutus Bi-kwi, ternyata kakek tak tahu malu itu telah mampus dan mewariskan pusaka itu kepada orang lain!"

Iblis Akhirat menghentikan ceritanya dan tiga orang kakek itu nampak beringas serta marah sekali.

"Bagaimana, Siauw-kwi, maukah engkau membantu suci-mu dalam mencari pusaka itu dan membalaskan dendam kami terhadap keturunan Suma?" tiba-tiba Iblis Mayat Hidup bertanya.

Cerita itu amat menarik hati Bi Lan. Bagaimana pun juga, tiga orang suhu-nya memang berhak mendapatkan kembali pusaka itu dan pendekar yang menerimanya dari Pek-bin Lo-sian tidak berhak. "Baik, suhu. Teecu akan belajar giat agar kelak mampu membantu suci."

Mereka berlima lalu meninggalkan tempat itu, kembali ke puncak Pegunungan Thai-san. Di sepanjang perjalanan, dengan hati kaget, heran, dan muak, Bi Lan melihat betapa tiga orang gurunya itu mengadakan hubungan amat mesra dengan suci-nya. Ia belum begitu mengerti tentang hubungan perjinahan seperti itu, akan tetapi nalurinya membuat ia selalu membuang muka dan menyingkir kalau melihat pertunjukan tak tahu malu di sepanjang perjalanan itu. Karena perbuatan ini saja, diam-diam Bi Lan merasa sangat tidak suka kepada suci-nya dan kepada tiga orang suhu-nya, walau pun dengan cerdik ia dapat menyembunyikan perasaan ini di lubuk hatinya.

Demikianlah, sesudah tiba di puncak Pegunungan Thai-san, di tempat terpencil sunyi, Bi-kwi atau Su Kwi mulai melatih sumoi-nya dengan ilmu silat. Akan tetapi, dasar orang yang licik, curang dan juga hatinya diliputi penuh kebencian, Bi-kwi yang tidak rela kalau ada orang kelak lebih pandai atau setidaknya mengimbangi kepandaiannya, ia melatih dengan cara yang kadang-kadang dibalikkan, dengan harapan supaya sumoi-nya tentu mewarisi ilmu yang keliru cara melatihnya sehingga menjadi ilmu sesat yang akan membahayakan sumoi itu sendiri. Ilmu bersemedhi dan menghimpun tenaga sinkang misalnya, kalau dilatih dengan cara yang keliru, amat membahayakan, dapat membuat orang menjadi menderita luka dalam, atau dapat membikin orang menjadi gila, atau bahkan mati keracunan.....
********************
Kita tinggalkan dulu Bi Lan, anak berusia hampir sebelas tahun yang kini sedang digembleng secara keliru oleh Bi-kwi atau Siu Kwi itu, di tempat terasing, satu di antara puncak Thai-san dan mari kita menengok peristiwa yang terjadi di lain tempat, jauh dari Thai-san.

Peristiwa pemberontakan yang berkembang di dalam perang saudara antara pasukan pemerintah dan para pemberontak, yang dicampuri pula oleh pasukan asing Birma yang bersekutu dengan para pemberontak, telah membuat seluruh negeri menjadi tidak aman. Oleh karena pemerintah pusat mencurahkan perhatian terhadap pemberontakan- pemberontakan itu, maka pengurusan keamanan di daerah-daerah tidak terlalu diawasi. Hal ini membuat para pembesar setempat seakan-akan menjadi raja yang berdaulat, tidak ada yang menentang, tidak ada yang mengawasi. Akan tetapi, juga tidak ada yang melindungi sehingga pembesar-pembesar itu hanya mengandalkan pasukan keamanan setempat. Oleh karena inilah, maka para penjahat pun muncul dan merajalela di wilayah masing-masing, mengganggu rakyat jelata.....

Selanjutnya baca
SULING NAGA : JILID-02
LihatTutupKomentar