Badai Fitnah Latanahsilam
BADAI FITNAH LATANAHSILAM
(Episode Ketiga Belas Petualangan Wiro Sableng Di Latanahsilam)
SINOPSIS
"Aku khawatir kau akan kesalahan menjatuhkan tangan," kata Pendekar 212.
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab menyeringai. "Saat ini aku justru tengah memikirkan cara bagaimana paling enak bagimu! Perbuatan kejimu terhadap dua cucuku harus benar-benar mendapat balasan setimpal!"
"Aku tidak memperkosa Luhkemboja dan Luhkenanga. Juga tidak menganiayanya! Ada orang yang memfitnah!"
"Kau boleh mencari seribu akal seribu upaya. Jangan harap aku bisa percaya!"
“Kau harus tahu dua cucumu itu mempunyai kelainan mungkin perbuatannya menggagahi anak gadis orang telah menimbulkan dendam kesumat dimana-mana. Lantas ada orang yang membalaskan sakit hati..."
"Kau menuduh orang melakukan fitnah! Padahal kau sendiri saat ini tengah melancarkan fitnah!" teriak Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Dalam marahnya kakek ini melompat dari batu besar. Kaki kirinya menendang. Yang dihantam bagian dada murid Sinto Gendeng.
WWW.ZHERAF.NET
SATU
SOSOK berjubah hitam Hantu Santet Laknat serta merta berhenti melangkah dan berbalik begitu ada suara menegur di belakangnya.
"Dari pada jauh-jauh dan susah-susah pergi ke Gunung Latinggimeru untuk membuang kapak itu, lebih baik serahkan saja padaku!"
Lalu menyusul suara lain berucap. "Pemiliknya dicintai tapi barangnya mau dibuang! Hik hik hik! Lucu juga nenek peot satu ini!"
Dua mata Hantu Santet Laknat yang tak memiliki alis, menyembul berputar. Dihadapannya berdiri seorang nenek bermuka kuning, seorang kakek yang daun telinga sebelah kanannya terbalik aneh dan badannya menebar bau pesing, lalu seorang bocah berambut kaku tegak, berpakaian serba hitam.
"Mereka mampu mengikutiku tanpa mengeluarkan suara. Mereka pasti memiliki kepandaian tinggi. Tapi si Muka kuning ini agaknya harus aku awasi…" membatin Hantu Santet Laknat. Setelah pandangi ke tiga orang itu sesaat Hantu Santet Laknat lantas berkata. "Sebelumnya kalian bertiga kulihat di pinggir rimba Lasesatbuntu. Tahu-tahu berada disini. Sikap kalian seperti mau menghadang! Apu maksud ucapan-ucapan kalian tadi? Aku juga mendengar barusan ada yang menghinaku dengan kata-kata nenek peot!"
Kakek yang kuping kanannya terbalik dan bukan lain adalah Si Setan Ngompol melangkah mendekati Hantu Santet Laknat. Sinenek segera membentak.
"Tua bangka bau pesing! Cukup sampai di situ! Jangan berani mendekat! Satu langkah lagi kau berani maju, kubuat terpisah kepala dengan tubuhmu!"
Sebenarnya Hantu Santet Laknat bukan saja jijik terhadap Setan Ngompol yang celananya sebelah bawah basah kuyup oleh air kencing, tapi seperti yang diberitahu oleh gurunya sang Junjungan segala air kencing makhluk hidup merupakan pantangan besar yang bisa mencelakai dirinya.
Setan Ngompol tersentak kaget dan keluarkan kencing mendengar bentakan Hantu Santet Laknat. Apa lagi dilihatnya kapak sakti bermata dua di tangan kanan si nenek diangkat tinggi-tinggi, siap untuk dibabatkan ke lehernya!
"Kapak yang kau pegang itu," Naga Kuning berkata seraya menunjuk pada Kapak Maut Naga Geni 212 yang dipegang si nenek, "adalah senjata milik sahabat kami Wiro Sableng! Bagaimana bisa berada ditanganmu?!"
Hantu Santet Laknat menyeringai. "Apakah aku merasa layak menjawab pertanyaan makhluk-makhluk tak berguna macam kalian?!"
Setelah keluarkan suara mendengus si nenek meludah ke tanah. Ludahnya masih bercampur darah akibat luka dalam yang dideritanya sehabis bertempur melawan Wiro (baca Episode sebelumnya berjudul Hantu Santet Laknat)
Si nenek muka kuning bernama Hantu Selaksa Angin alias Selaksa Kentut mendongak ke langit lalu tertawa panjang. Dia songgengkan pantatnya dan but…pret dia keluarkan kentut.
"Hidup puluhan tahun, malang melintang di delapan penjuru angin Negeri Latanahsilam, baru hari ini aku melihat seorang tua bangka buruk bermuka setengah manusia setengah binatang bicara keliwat sombong dan menghina! Kita bertiga katanya makhluk-makhluk tidak berguna! Hik hik hik! Berkaca dulu di pantatku! Agar tahu bagaimana tampangmu! Hik hik hik!"
Hantu Santet Laknat mendengus keras. Matanya Berapi-api memandang ke arah nenek muka kuning. Saat Itu terdengar Setan Ngompol berucap.
"Nenek muka burung gagak ini pasti telah mencuri kapak sakti itu dari tangan Wiro! Mungkin juga Wiro telah dicelakainya!"
"Persetan dengan kalian semua! Menyingkirlah! Jangan berani menghadang! Apa lagi meminta kapak Ini!"
Hantu Selaksa Kentut alias Selaksa Angin batuk-batuk beberapa kali lalu butt… pret! Dia keluarkan angin dari bagian bawah tubuhnya.
“Jahanam muka kuning! Dari tadi kau bertingkah kurang ajar! Beraninya kau kentut dihadapanku!” Bentak Hantu Santet Laknat.
“Memangnya ada aturan aku harus kentut dimana, Kapan dan dihadapan siapa?!" tukas Hantu Selaksa Kentut dan tertawa cekikikan. Lalu kembali dia songgengkan pantatnya tapi sekali ini kentutnya tak bisa keluar!
“Sialan!” maki si nenek muka kuning sambil tepuk-tepuk pantatnya sendiri tapi dengan senyum-senyum!
Naga Kuning kemudian menimpali. "Masih mending nenek sahabatku ini cuma membuang kentut! Untung tadi dia tidak membuang kotoran di mukamu!" kata Naga Kuning pula membuat si nenek muka kuning tertawa cekikikan sementara tampang Hantu Santet Laknat yang menyerupai gagak hitam nampak menggembung tanda marah.
Setelah mendehem panjang Hantu Selaksa Kentut usap-usap dua tangannya satu sama lain lalu berkata. "Wahai! Seperti kataku tadi. Jika kau memang tidak suka menyerahkan kapak itu pada dua orang ini, lalu dari pada kau bersusah payah membuangnya jauh-jauh ke Gunung Latinggimeru baiknya diberikan padaku!"
Hantu Santet Laknat kembali hendak mendamprat. Tapi mendadak dia ingat sesuatu. "Makhluk muka kuning, kau kelihatannya sangat menginginkan senjata ini. Aku tidak keberatan menyerahkan padamu. Tapi aku tidak akan memberikan begitu saja! Aku butuh imbalan!"
"Butt… Pret!"
Hantu Selaksa Kentut semburkan kentutnya mendengar ucapan Hantu Santet Laknat itu. Jengkel dan tersinggung karena merasa dihina dipermainkan Hantu Santet Laknat membalas dengan meludah ke tanah lalu membentak.
"Angin busuk apa yang mendekam dalam perutmu hingga setiap saat kau selalu mengeluarkan kentut tak karuan begitu rupa! Makanan beracun apa yang kau telan? Atau kutuk apa yang jatuh atas dirimu?!"
Si nenek muka kuning pencongkan mulutnya lalu menjawab. "Kita di sini tidak membicarakan angin atau kentutku atau apapun yang aku makan! Kita membicarakan kapak sakti yang kau curi itu! Kau mau menyerahkannya padaku atau bagaimana…?"
Hantu Santet Laknat meludah lagi ke tanah. "Aku menyirap kabar, sebuah sendok terbuat dari emas ada padamu. Kau rampas dari tangan Hantu Kaki Batu! Jika kau mau memberikan sendok itu padaku, kapak bermata dua ini akan menjadi milikmu!"
Hantu Selaksa Kentut menyeringai. Setelah kentut dulu but… pret, baru dia menjawab. "Aku setuju! Kapak Itu kau serahkan dulu padaku. Sendok akan kuberikan padamu kemudian!"
"Mana bisa begitu…!" tukas Hantu Santet Laknat. "Berikan sendok emas itu padaku, baru aku akan menyerahkan kapak ini padamu!"
" Sendok emas itu tidak ada sangkut paut langsung denganmu. Kapak yang kau curi itu ada sangkut paut dengan dua kerabatku Ini! Kau mau memberikan atau tidak?!"
“Wahai! Jika kau keliwat memaksa mengapa tidak? Kau boleh ambil kapak ini! Nanti sendok emas itu akan Kuambil dari sosokmu yang sudah jadi bangkai!"
Habis berkata begitu Hantu Santet Laknat yang sudah hilang kesabarannya lalu membabatkan Kapak Maut Geni 212 kearah nenek muka kuning. Cahaya putih menyilaukan berkiblat. Suara seperti ribuan tawon mengamuk menusuk telinga dan hawa sangat panas menghampar seolah memanggang tubuh. Karena serangan itu dilancarkan pada nenek muka kuning maka sambaran angin panas dan cahaya menyilaukan dengan sendirinya menghantam ke arahnya.Mata kapak membabat panas menyambar batang lehernya!
Kejut si nenek muka kuning bukan alang kepalang. Belum pernah dia melihat senjata sedahsyat itu. "Tua bangka jahanam! Kau berani menyerang mencari perkara! Jangan kira aku takut padamu!"
"But… Pret!"
Sosok kuning Hantu Selaksa Kentut berkelebat ke atas. Gerakannya laksana kilat. Saking cepatnya tubuhnya seolah berubah menjadi bayangan kuning. Begitu sambaran maut Kapak Naga Geni 212 lewat dibawahnya Hantu Selaksa Kentut kebutkan lengan baju kuningnya.
"Tombak Kuning Pengantar Mayat." teriak Hantu Selaksa Kentut menyebut nama serangan pukulan saktinya. Lalu butt… pret!
Serangkum angin berwarna kuning dengan ganas menderu ke arah tangan kanan Hantu Santet Laknat. Si nenek muka burung gagak hitam ini berseru kaget ketika lengan kanannya mendadak bergetar hebat. Seolah ada satu benda tajam seperti tombak yang tak kelihatan menusuk pergelangan tangannya. Rasa sakit luar biasa yang dideritanya membuat dia terpaksa lepaskan pegangan pada gagang kapak.
Senjata ini dilemparkannya ke udara lalu cepat disambar kembali dengan tangan kiri. Begitu gagang kapak berada dalam genggaman tangan kiri Hantu Santet Laknat keluarkan satu pekik menggeledek. Sosok hitamnya berkelebat lalu kelihatan cahaya putih perak menyilaukan berbuntal-buntal di udara. Suara deru tawon mengamuk dan sambaran-sambaran sinar panas menggebu.
Dalam waktu singkat sosok Hantu Selaksa Kentut lenyap dibungkus serangan Kapak Maut Naga Geni 212. Yang terdengar hanya kentut si nenek bat-but-bat-but-prat-pret! Dibungkus serangan yang menebar hawa panas namun si nenek Hantu Selaksa Kentut malah keluarkan keringat dingin.
Seumur hidup baru sekali itu dia menghadapi serangan demikian cepat dan ganasnya. Dua tangannya kiri kanan bergerak cepat lepaskan pukulan-pukulan Tombak Kuning Pengantar Mayat. Dalam sekali gebrakan saja masing-masing tangan lepaskan tiga rangkum sinar kuning.
"Breett!"
Salah satu serangan Hantu Selaksa Kentut merobek jubah si nenek berwajah gagak hitam di bagian bahu. Jubahnya kepulkan asap dan bolong besar sementara daging bahunya sakit seperti ditempel besi panas! Dalam keadaan menderita sakit begitu rupa, secara luar biasa Hantu Santet Laknat masih mampu selamatkan diri dari hantaman lima sinar kuning lainnya dongan cara menamengi dirinya dengan memutar Kapak Maut Naga Geni 212. Dua kali sinar kuning berbenturan dengan kiblatan cahaya putih perak.
Dua kali pula terdengar letusan menggeledek yang membuat tanah bergetar dan dua orang yang sedang baku hantam Itu tegak terhuyung-huyung dengan dada berdenyut. Walau dirinya selamat tapi diam-diam Hantu Santet Laknat merasa bergeming juga nyalinya. Dilain pihak Hantu Selaksa Angin diam-diam merasa kagum melihat kehebatan kapak sakti bermata dua di tangan lawan, lapi dia tidak mau perlihatkan sikap jerih.
"But… pret!"
Hantu Selaksa Angin tertawa mengokoh. "Kau masih belum mau menyerahkan kapak sakti itu padaku?"
"Kau hanya mampu menggertak! Tapi tak sanggup merampas kapak ini dari tanganku!" ejek Hantu Santet Laknat lalu meludah ke tanah. "Aku memberi kau kesempatan tiga jurus lagi! Jika dalam waktu tiga jurus kau tidak mampu mengambil senjata ini maka kau harus berlutut tunduk dan selanjutnya menjadi budakku! Atau nanti akan kusumpal pantatmu dengan batu hitam biar tidak bisa kentut lagi seumur-umur!" Hantu Santet Laknat tutup ucapannya dengan tawa mengekeh lalu meludah ke tanah.
Ucapan yang sangat menghina dari Hantu Santet Laknat itu membuat Hantu Selaksa Angin marah besar. Rahangnya menggembung. Dari mulutnya kemudian keluar suara menggembor. "Orang sombong jadi makanan kepompong! Orang sombong jadi makanan kepompong!" Ucapan nenek muka kuning itu ternyata sekaligus merupakan mantera.
Karena begitu dia selesai berucap tubuhnya berubah menjadi sebuah kepompong raksasa warna coklat, memiliki dua tangan panjang yang masing-masing berjari dua belas! Makhluk kepompong ini gerakkan tubuhnya demikian rupa hingga keluarkan suara bergaung dan berputar seperti gasing. Angin besar menderu laksana badai. Batu-batu kecil dan debu membubung ke udara. Batang-batang pohon bergetar keras, dedaunannya luruh berjatuhan. Beberapa ranting dan cabang-cabang pohon berderak patah.
Naga Kuning tegak tergontai-gontai, cepat berlindung ke balik sebatang pohon sementara Si Setan Ngompol terkencing-kencing lari mencari perlindungan di balik serumpunan semak belukar. Makhluk kepompong tiba-tiba melesat ke arah Hantu Santet Laknat. Dua tangannya yang berjari dua belas menyambar laksana kilatan petir.
DUA
Si nenek muka gagak hitam hantamkan Kapak Maut Naga Geni 212 menyongsong serangan lawan. Maksudnya dia hendak membabat dua tangan yang menggasak ke arahnya. Tapi angin yang keluar menyambar dari tubuh kepompong membuat dia tertekan hebat hingga terjajar sempoyongan ke belakang sampai beberapa langkah.
Selagi dia bertahan mengimbangi diri dua tangan panjang makhluk kepompong menyambar ganas. Satu ke arah kepala, satu lagi seperti hendak menjebol perutnya! Hantu Santet laknat keluarkan pekik keras. Dia cepat bentengi dirinya dengan memutar kapak sakti di tangan kiri. Sesaat dia bisa membendung serangan dua tangan makhluk kepompong.
Namun ketika makhluk kepompong ini keluarkan suara panjang, tubuhnya seperti membal terus berputar mendekati lawan. Gerakan dua tangannya berubah aneh Serangannya datang bertubi tubi laksana curahan hujan. Menyambar dan menyelinap di antara sambaran cahaya kapak sakti, mencari sasaran di kepala atau bagian tubuh yang mematikan!
Lama lama Hantu Santet Laknat mulai terdesak. Kalau saja bukan Kapak Maut Naga Geni 212 yang berada di tangannya sudah tadi-tadi pertahanannya dijebol lawan. Namun dalam satu perkelahian tingkat tinggi, bukan cuma senjata yang menentukan kehebatan seseorang. Dalam satu gebrakan hebat Hantu Santet Laknat tak mampu selamatkan dirinya dari serangan tangan yang menyambar ke arah dadanya.
"Bukkk!"
Hantu Santet Laknat terlempar dan menjerit keras. Tubuhnya terguling-guling di tanah. Darah merah kehitaman mengucur di sela bibirnya. Tapi hebatnya dia masih mampu berdiri dan Kapak Naga Geni 212 masih tergenggam di tangan kirinya. Sementara di depan sana makhluk kepompong kembali berputar dahsyat, siap menyambar ke arahnya. Nyali si nenek muka burung gagak hitam ini mau tak mau bertambah goyah. Hantu Santet Laknat tempelkan Kapak Maut Naga Geni 212 di atas dadanya yang cidera. Suaranya bergetar perlahan ketika mengucap penuh keyakinan.
"Kapak Sakti, aku tahu kau menyimpan daya kekuatan menahan segala macam racun dan daya kekuatan penyembuhan! Tolong diriku! Aku adalah makhluk malang yang sangat mencintai tuan pemilikmu. Pendekar 212 Wiro Sableng!"
Tiba-tiba terjadi satu keanehan. Dua mata kapak sakti memancarkan kilatan cahaya. Kemudian si nenek merasa ada hawa sejuk meresap ke dadanya lalu menjalar ke segenap bagian tubuhnya. Sebelum serangan dua tangan makhluk kepompong datang menghantamnya kekuatan si nenek telah pulih! Didahului satu bentakan garang tubuhnya melesat ke udara. Kapak Maut Naga Geni 212 berkiblat mengikuti lompatannya. Lalu dari dua mata sinenek menyambar dua larik sinar hitam!
Makhluk kepompong yang sebenarnya adalah Hantu Selaksa Kentut tersentak kaget melihat lawan tiba tiba mampu melancarkan serangan begitu hebat, terlebih ketika salah satu sinar hitam yang keluar dari mata Hantu Santet Laknat sempat menyambar hangus sosoknya sebelah kiri! Dari dalam sosok kepompong keluar suara seperti air mendidih. Lalu bagian atas kepompong ini kelihatan terbuka.
Semula baik Naga Kuning maupun Si Setan Ngompol mengira dari bagian kepompong yang terbuka akan keluar sesosok ulat raksasa berwarna coklat bintik hitam putih. Yaitu seperti yang pernah mereka saksikan sewaktu terjadi apa yang disebut Bakucarok antara Lakasipo dengan Lahopeng dulu.
Mengenai bacucarot antara Lakasipo dan Lahopeng, harap baca Episode pertama Wiro di Negeri Latanahsilam berjudul Bola Bola Iblis
”Si nenek memiliki Ilmu Hantu Kepompong seperti Lahopeng!” Kata Naga Kuning yang telah bergabung dengan Si Setan Nyompol dan mendekam di balik semak belukar lebat.
Ternyata dugaan kedua orang Itu keliru. Didahului kepulan asap hitam melesatlah tiga kepompong kecil berwarna coklat tiga kepompong ini kemudian berubah bentuk menjadi sebesar kepompong pertama! Hantu Santet Laknat maklum dia bakal mendapat gempuran hebat dari empat kepompong jejadian itu. Maka dia mendahului menghantam Dua mata kembali semburkan dua larik sinar hitam, tangan kanan lepaskan satu pukulan tangan kosong mengandung tenaga dalam tinggi. Lalu kapak sakti di tangan kiri ikut pula dibabatkan.
Empat kepompong keluarkan suara menderu Aneh. Lalu melesat menyerbu ke arah Hantu Santet Laknat. Dari bagian atas kepompong bersiuran asap kecoklatan. Hidung berbentuk paruh nenek jubah hitam itu mencium bau aneh yang membuat matanya bukan saja jadi perih tapi pemandangannya berubah kabur.
"Kurang ajar! Keparat muka kuning ini ternyata memiliki ilmu hitam juga!" memaki Hantu Santet Laknat. Sebelum penglihatannya bertambah gelap dan empat sosok makhluk kepompong datang lebih dekat nenek ini usap mukanya dengan tangan kanan. Lalu dia berseru keras!
"Nenek muka kuning! Celakalah dirimu dan makhluk-makhluk jejadianmu! Kau menyerang dirimu sendiri!"
Begitu ucapannya lenyap mendadak sontak sosok Hantu Santet Laknat berubah rupa. Mukanya menjadi kuning. Wajahnya adalah wajah Luhkentut alias Hantu Selaksa Angin. Pakaian dan sosok tubuhnya juga berubah seperti keadaan nenek muka kuning itu!
Empat kepompong keluarkan suara aneh tanda terkejut. Yang tiga hentikan gerakan dan tertegak bergoyang-goyang, tidak meneruskan serangan mereka. Lain halnya dengan kepompong yang asli. Kepompong satu ini masih terus menyambar sambil hantamkan dua tangannya.
"Celakalah dirimu! Nenek muka kuning! Kau hendak membunuh dirimu sendiri!" Hantu Santet Laknat yang telah merubah diri menjadi Hantu Selaksa Angin kembali berseru.
Gerakan kepompong utama sekonyong-konyong tertahan seolah-olah terbendung oleh satu kekuatan yang tak bisa ditembus. Bagaimanapun dia berusaha mendekati lawannya tetap saja tidak berhasil.
"Dukun jahat jahanam! Ilmu hitamnya benar-benar tinggi! Akan kuhajar dia sampai tahu rasa dan tahu diri!"
Ucapan itu keluar dari dalam kepompong utama yang tampak mengepulkan asap coklat. Di lain kejap sosok kepompong raksasa itu berubah lenyap dan serata perlahan berganti kembali menjadi sosok asli Luhkentut alias Hantu Selaksa Angin. Perubahan ini dimulai dan bagian kepala lebih dulu, lalu bergerak turun ke bawah. Begitu sosoknya mulai berubah kentutnya sudah terdengar. Butt…. Prot!
Belum keseluruhan sosok Hantu Selaksa Angin kembali ke ujudnya semula tiba-tiba Hantu Santet Laknat angkat kaki kirinya ke atas. Kemudian tumitnya dihunjamkan ke tanah!
“Rrreettt…!”
Tanah di depan Hantu Santet Laknat mendadak Sontak bergerak menjalar terbelah selebar dua langkah mengejar ke arah tiga kepompong dan Hantu Selaksa Angin yang tengah berubah ujud!
Tiga kepompong coklat melesat ke atas selamatkan diri tapi tertambat. Tanah yang terbelah lebih dulu menyedot dan menelan mereka dan rrrttt…! Tiga kepompong keluarkan suara seperti raungan srigala di malam buta. Lalu ketika tanah yang terbelah itu bertaut kembali, tiga kepompong serta merta lenyap dari permukaan tanah!
Hantu Selaksa Angin yang tengah berganti ujud, terkejut melihat apa yang terjadi, berseru kaget dan tidak sadar kalau di depannya menjalar tanah yang terbelah. Pada saat sepasang kakinya kembali ke bentuk semula, tanah yang terbelah sudah mencuat di bawah kakinya. Tubuh nenek ini serta merta terjeblos masuk. Si nenek baru sadar apa yang terjadi. Dia berusaha melompat namun tubuhnya telah tenggelam sampai kelutut!
"Lihat!" teriak Naga Kuning.
"Astaga!" seru Setan Ngompol. "Kita harus menolong nenek itu!"
Lalu tanpa menunggu lebih lama dia melompat dari balik semak belukar.Naga Kuning jatuhkan diri, berguling melintang di atas tanah yang terbelah. Kalau Setan Ngompol cepat merangkul pinggang si nenek maka Naga Kuning cepat tangkap sepasang kakinya lalu ditarik ke samping.
"Wussss!" Tanah yang terbelah menutup kembali dengan mengeluarkan suara menggidikkan.
"Breettt!" Ujung jubah kuning Hantu Selaksa Angin yang terjepit robek besar dibagian bawah tapi sepasang kakinya selamat. Ketiga orang itu kemudian jatuh terguling-guling di tanah dan baru berhenti begitu tubuh mereka menabrak semak belukar.
Malang bagi si nenek waktu jatuh dan terguling tak sengaja sosok si bocah Naga Kuning menyusup ke bagian bawah jubahnya yang robek. Sedang Setan Ngompol yang terkencing-kencing rebah menangkring di atas sosok si nenek, tepat di atas mukanya hingga wajah kuning itu basah kuyup oleh air kencing!
"Tua bangka jahanam! Apa yang kau lakukan!" teriak si nenek marah lalu menggebuk punggung Setan Ngompol Kakek ini menjerit kesakitan, terguling jatuh di tanah sementara si nenek pancarkan kentutnya. Hantu Selaksa Angin cepat bangkit berdiri. Tapi baru setengah duduk gerakannya tertahan karena kepala Naga Kuning masih mengganjal di antara dua pahanya!
"Anak kurang ajar! Kau minta mati!"
"Bukkk! Butt… Prett!"
Si nenek gebuk pantat Naga Kuning. Bocah ini menjadi kesakitan lalu melintir terguling di tanah. Hantu Selaksa Kentut melompat bangkit sambil usap-usap wajah kuningnya yang basah oleh air kencing setan Ngompol dan memaki habis habisan.
"Aduh sakitnya! Punggungku digebuk nenek muka kuning Itu!" mengeluh Setan Ngompol seraya mencoba bangkit berdiri terhuyung-huyung.
"Pantatku seperti hancur dihantamnya!" kata Naga Kuning pula lulu menyeka muka, tetutama bagian hidungnya berulang kali" Nenek sialan itu, dia pasti tidak pakai celana dalam…”
“Anak sial, sudah digebuk orang kau masih bisa Bicara tak karuan!”maki si kakek. Tapi ada rasa ingin tahu hingga setengah berbisik dan menyeringai dia bertanya pada si bocah. “Eh, bagaimana kau bisa tahu nenek itu tidak pakai celana dalam?"
Waktu kepalaku tak sengaja menyangsrang dibawah perutnya, aku mencium bau aneh. Mau tanggal rasanya hidungku! Lalu waktu tadi kuusap hidungku terasa basah!”
“Hik hik hik!" Si Setan Ngompol tertawa cekikikan mendengar ucapan Naga Kuning itu dan tentu saja sambil terkencing kencing!
Di depan sana Hantu Santet Laknat berdiri dengan tolakkan tangan kanan di pinggang. Sambil lontarkan senyum mengejek dia berkata. "Makhluk muka kuning, apa kau masih belum mengaku kalah dan berlutut di hadapanku?”
Dada Hantu Selaksa Angin seperti terbakar. Wajahnya yang kuning sekilas berubah kebiru-biruan. "Hantu celaka! Jangan bermimpi bisa mengalahkan diriku!" teriak Hantu Selaksa Angin lalu dia pancarkan kentutnya.
"But…. Prett!"
"Oh begitu? Hik hik hik! Wahai! Kalau dua makhluk tolol buruk tadi tidak menolongmu, kau sudah bergabung dengan tiga kepompong ciptaanmu di perut bumi!"
Hantu Selaksa Angin tegak renggangkan dua kaki. Bahunya kiri kanan naik ke atas. Dua tangan dikepal di bawah dada. Lalu perlahan-lahan jari-jari yang mengepal terbuka. Saat itu juga seluruh tangan yang tersembul dari balik lengan jubah pancarkan cahaya kuning gelap. Tempat itu serta merta dirasuk bau aneh seperti bau setanggi dibakar. Lalu udara perlahan-lahan berubah menjadi dingin.
Hantu Santet Laknat mengerenyit kaget. Dia tersurut satu langkah. "Aku tidak menduga…" katanya dalam hati. "Dia benar-benar memiliki ilmu kesaktian yang bisa menghancurkan alam gaib dan alam hitam Itu! Wahai… Kapak sakti, aku ingin kita bersatu menghadapi lawan!"
Si nenek lalu pindahkan Kapak Maut Naga Geni 212 ke tangan kanannya. Seluruh tenaga dalamnya dikerahkan hingga dua mata kapak memancarkan cahaya berkilauan. Sepasang matanya memberojol keluar pertanda dari mata ini dia bakal mengeluarkan ilmu kesaktian untuk menghadapi lawan. Sementara itu tangan kirinya dipentang tergantung di sisi kiri dengan telapak terkembang, mengarah pada Hantu Selaksa Angin.
"Luhkentut! Pukulan Salju Putih Latinggimeru memang bisa mengakhiri semua kemelut ini! Tapi jangan serakah! Aku lebih berhak atas nyawa Hantu Santet Laknat!"
Satu suara lantang disertai berkelebatnya bayangan berwarna ungu membuat terkejut semua orang yang ada di tempat itu. Terutama Luhkentut alias Hantu Selaksa Angin dan Hantu Santet Laknat. Hantu Selaksa Angin menggeram. Dua matanya pancarkan sinar kuning berkilat.
"Makhluk kurang ajar dari mana dia mengenali dan berani menyebut pukulan yang hendak kulepaskan?!"
TIGA
Naga Kuning pegang lengan Setan Ngompol di sebelahnya. "Kek, aku ingat betul. Kakek berpakaian ungu itu! Bukankah dia yang dulu pernah kita temui dan memberikan sendok emas pada Lakasipo?"
"Memang dia," menyahuti Si Setan Ngompol. "Urusan bisa jadi tumpang tindih ditempat ini! Menurut cerita Lakasipo bukankah dia salah satu korban santetan Hantu Santet Laknat?"
Untuk jelasnya harap baca Episode berjudul Rahasia Kincir Hantu
Hantu Selaksa Kentut pelototkan mata kuningnya pada kakek berpakaian serba ungu. Lalu dia membentak. "Kau kenal diriku! Aku tidak! Aku tidak perduli siapa kau adanya! Mengapa berani mencampuri urusan orang?!"
Orang berpakaian ungu lebih dulu pandangi wajah si nenek. Dalam hati dia membatin. "Sulit menduga, wajah siapa sebenarnya di balik pupur kuning yang menyatu dengan kulit mukanya itu. Kalau melihat perawakannya memang sama, tapi gerak-gerik dan suaranya tidak mungkin sama sekali. Mungkin nanti aku perlu mencari kerabatku Sejuta Tanya Sejuta Jawab untuk turut membantu…" Setelah membatin begitu orang tua tadi menjura memberi hormat pada Hantu Selaksa Angin baru berkata. "Maafkan diriku, bukan maksud mencampuri urusanmu. Namun antara aku dengan dukun laknat itu ada silang sengketa lantai terjungkat! Kalau hari ini dia bakal menemui kematian, aku merasa layak dia harus mati di tanganku! Sebelumnya dia telah mengguna-gunai diriku hingga hampir menemui ajal dalam sengsara kalau tidak ditolong oleh seorang sahabat."
"Begitu…?" Hantu Selaksa Angin menyeringai lalu pancarkan kentutnya. "Apapun alasanmu hendak membunuh nenek laknat itu aku tidak perduli. Aku tak ingin urusanku dicampuri orang! Kalau dia sudah mati di tanganku, kau boleh membunuhnya sekali lagi!"
"Luhkentut, kau bergurau. Mana ada orang bisa mati dua kali…" kata kakek berpakaian serba ungu.
"Wahai, kau kenal diriku, apa aku kenal dirimu?" ujar Hantu Selaksa Angin. Lalu meneruskan. "Untuk manusia sejahat dia, mati sepuluh kalipun masih belum cukup!" Nenek muka kuning ini lalu songgengkan pantatnya.
"Butt! Prett!"
Si Nenek kentut lalu maju selangkah ke arah Hantu Santet Laknat. Kakek berpakaian ungu segera memotong jalan nenek muka kuning. Lagi-lagi dia menjura sebelum bicara. Dia sengaja memberi tahu siapa dirinya agar Luhkentut mengenal siapa dia adanya dan menaruh segan.
"Wahai kerabat bernama Luhkentut yang dikenal dengan julukan Hantu Selaksa Angin alias Hantu Selaksa Kentut. Namaku Lawungu. Puluhan tahun silam bersama dua orang kerabatku bernama Lasedayu yang kemudian dikenal dengan julukan Hantu Langit Terjungkir dan Hantu SejutaTanya Sejuta Jawab, kami membentuk satu kelompok orang-orang berkepandaian tinggi. Tidak ada orang di Negeri Latanahsilam yang tidak tahu siapa kami. Baru mendengar nama kami saja orang pasti sudah goyah lututnya. Apa lagi kalau sampai berhadapan langsung dengan kami!"
Nenek muka kuning menyeringai. "Orang lain mungkin akan terkagum-kagum mendengar kisahmu atau menaruh hormat padamu. Tapi wahai! Aku bukan anak kecil yang bisa tertidur oleh cerita bagusmu! Lekas menyingkir dari tempat ini. Jika kau memang ingin membalaskan sakit hati pada Hantu Santet Laknat, silahkan menunggu. Kau boleh datang kembali kalau dia sudah jadi bangkai!"
Kakek berjubah ungu merenung sejenak. Dalam hati dia berkata. "Aku sudah menyebut nama itu, tapi dia tidak menaruh perhatian sama sekali. Mungkin memang bukan dia…" Lawungu lalu berucap. "Maafkan diriku. Mana mungkin aku menuruti aturan seenak isi perutmu itu!" kata kakek bernama Lawungu.
Suaranya yang selama ini perlahan dan lembut berubah keras dan kasar pertanda dia telah kehilangan kesabarannya menghadapi Luhkentut yang tidak bisa dibuat mengerti. Tanpa perdulikan si nenek, Lawungu melangkah cepat ke hadapan Hantu Santet Laknat.
Melihat kakek Ini mendatanginya Hantu Santet Laknat segera melintangkan Kapak Maut Naga Geni 212 di depan dada. Lawungu berhenti empat langkah dihadapan Hantu Santet Laknat. Matanya memandang tajam pada senjata yang dipegang si nenek.
"Tak pernah kutahu ada orang di Negeri Latanahsilam memiliki senjata aneh ini. Dari mana perempuan laknat ini mendapatkan. Jangan-jangan dia merampas milik orang. Mungkin senjata ini milik orang-orang yang datang dari negeri seribu dua ratus tahun mendatang…"
"Kakek pandir! Mengapa kau mendadak berubah seperti pikun berdiri dihadapanku?!" Hantu Santet Laknat membentak.
Walau hatinya panas tapi Lawungu masih bisa tersenyum. "Kau pandai menyembunyikan nyali yang telah leleh! Ada beberapa orang menginginkan nyawamu saat ini. Aku beruntung bisa melakukan pembalasan lebih dulu!"
"Mana bisa begitu! Berani kau menyentuh dia, kau kubunuh lebih dulu!" Hantu Selaksa Angin berteriak lalu melompat ke samping Lawungu.
Lawungu tidak perdulikan nenek muka kuning ini. Tangan kanannya meraba ke balik sisi pakaiannya sebelah kanan. Ketika tangan itu ditarik maka tersembullah sebatang bambu sepanjang empat jengkal. Lawungu meniru sikap Hantu Santet Laknat. Dia pegang bambu dengan tangan kanan dan dimelintangkan di depan dada. Sementara jari-jari tangan kirinya membuka kayu penyumpal salah satu ujung bambu.
"Hantu Santet Laknat, dulu dengan binatang berbisa ini kau menyantet diriku hingga aku hampir menemui ajal secara mengenaskan! Sekarang kukembalikan dia padamu! Harap kau mau menerima dengan senang hati!"
"Desss!"
Kayu penyumpal ujung bambu terbuka. Dengan cepat Lawungu pukulkan bambu itu ke bawah. Saat Itu juga dari dalam bambu meluncurlah sebuah benda bulat panjang berwarna hitam berkilat, jatuh bergelung di tanah.
Luhkentut terpekik. Sambil terkentut-kentut nenek muka kuning ini melompat jauhkan diri. Setan Ngompol cepat tekap bagian bawah perutnya. Naga Kuning tegak merinding.
Tapi si nenek Hantu Santet Laknat tetap tenang. Dia baru bergerak ketika mendadak benda yang bergelung di tanah rentangkan tubuhnya lalu meluncur cepat ke arahnya sambil keluarkan suara mendesis keras. Benda ini ternyata adalah seekor ular hitam sangat berbisa sepanjang hampir setengah tombak dan besarnya hampir sebesar pergelangan lengan.
"Ular hitam ular kiriman! Dulu aku yang membuat kau dari tiada kepada ada! Jangan turuti kehendak orang penerima celaka! Jangan berani menentang kehendak si penimbul bala! Sudah saatnya kau kembali ke alam tiada!" Hantu Santet Laknat gerakkan tangan kanannya yang memegang Kapak Maut Naga Geni 212.
"Craasss!"
Ular hitam itu terbabat putus di pangkal lehernya. Darah menyembur muncrat. Sosok ular yang terpotong dua terpental ke udara.
"Taarrr! Taarr!"
Terdengar dua kali letupan. Bagian-bagian tubuh ular hitam yang terkutung dua hancur bertabur di udara lalu berubah menjadi asap yang membersitkan bau busuk. Hantu Santet Laknat menghembus dua kali. Kepulan asapserta merta lenyap. Bau busuk hilang. Si nenek memandang pada Lawungu lalu tertawa mengekeh melihat bagaimana wajah si kakek berubah tercekat.
"Lawungu, kedatanganmu ke sini untuk membalas dendam hanyalah satu kesia-siaan belaka! Dulu aku yang mencarimu, kini kau sendiri yang sengaja datang mengantar nyawa!"
"Dukun iblis! Sudah saatnya kau harus dibasmi dari bumi Latanahsilam ini!" teriak Lawungu marah.
Lalu dengan sebat dia melompat kehadapan si nenek seraya dorongkan tangan kirinya. Selarik pukulan tangan kosong yang memancarkan cahaya ungu menyambar keluar dari telapak tangan si kakek. Takut akan kedahuluan orang, nenek muka kuning Lahkentut tidak tinggal diam. Setelah kentut lebih dulu nenek ini menyerbu dari samping kanan. Hantu Santet Laknat kiblatkan Kapak Maut NagaGeni 212. Cahaya putih panas menyilaukan menyambar ke depan, membuat Lawungu terkejut dan buru-buru membuang diri ke samping. Dari samping dia kembali lancarkan serangan. Kali ini dia menghantam dengan dua dorongan tangan sekaligus!
"Wusss! Wusss!"
Dua larik cahaya ungu melabrak Hantu Santet Laknat. Dia masih berusaha mengandalkan kapak sakti untuk menangkis namun dari arah lain nenek muka kuning memberondong dengan pukulan sakti yang mampu menghantamkanempat bagian.
"Tombak Kuning Pengantar Mayat!" Hantu Santet Laknat membentak keras. "Lihat kapak!" teriaknya. Lalu...
"Wuuttt… wuuuttt! Suara seperti ribuan tawon mengamuk menggelegar. Cahaya panas bertabur menyilaukan.
Naga Kuning kucak-kucak matanya. "Astaga!" seru anak ini sambil menepuk punggung Si Setan Ngompol hingga kakek ini tersentak kaget dan terpancar air kencingnya. "Lihat! Bagaimana mungkin kapak itu kini bisa berubah jadi empat!"
Saat itu Kapak Maut Naga Geni 212 memang kelihatan berubah menjadi empat buah. Satu yang berada dalam genggaman tangan kanan Hantu Santet Laknat sedang tiga lainnya melayang-layang di udara, menyambar ke arah dua kakek nenek yang mengeroyok nenek muka gagak hitam itu!
"Hantu Santet Laknat pasti keluarkan ilmu hitam yang bisa menipu pandangan kita dan pandangan lawan!" kata Setan Ngompol pula.
"Dukun jahat itu bukan cuma menipu pandangan orang tapi lihat! Lawungu dan nenek muka kuning tampak kelabakan mendapat serangan empat kapak sekaligus!"
Ketika dari sepasang mata Hantu Santet Laknat menyembur pula dua larik sinar hitam, dua lawannya benar-benar jadi dibikin kalang kabut. Hantu Selaksa Angin kertakkan rahang. Tak ada jalan lain. Dia harus mengeluarkan ilmu kesaktianyang paling diandalkannya, yang tadi sebenarnya sudah siap untuk dikeluarkan kalau tidak terganggu oleh kedatangan Lawungu.
Didahului dengan bentakan keras Hantu Selaksa Angin membuat lompatan setinggi pinggang. Dua tangannya mengepal di bawah dada. Begitu tubuhnya berada di udara jari-jari dibuka. Cahaya kuning pekat memancar dari dua tangannya. Bau setanggi terbakar menebar menusuk penciuman. Bersamaan dengan itu udara terasa sangat dingin.
"Pukulan Salju Putih Latinggimeru!" seru Hantu Santet Laknat tercekat. Manteranya yang bisa membuat Kapak Naga Geni 212 terlihat menjadi empat serta merta lenyap. Sekujur tubuhnya menggigil seperti ditimbun salju dingin luar biasa.
Tadi-tadi sebenarnya dia sudah merasa jerih ketika melihat si nenek muka kuning hendak mengeluarkan ilmu kesaktian itu. Kini baru saja dia kehilangan kekuatan manteranya dan dari samping Lawungu menggempur dengan serangan-serangan gencar, tiba-tiba dari depan Hantu Selaksa Angin sudah lancarkan serangan. Sepuluh kuku jari tangannya pancarkan sinar kuning ketika pergelangan tangannya diputar maka menyemburlah sepuluh larik sinar kuning!
Untuk ke dua kalinya Hantu SantetLaknat keluarkan jeritan tegang. Dia baru saja berhasil mengelakkandua serangan Lawungu. Ketika pukulan Salju Putih Latinggimeru datang menyambar dia tidak punya kesempatan lagi untuk menangkis atau mengelak.
"Muka kuning jahanam! Aku mengadu jiwa denganmu!" teriak Hantu Santet Laknat. Dia melompat ke udara, maksudnya kemudian berjungkir balik lalu menghantam dengan Kapak Maut Naga Geni 212.
Tapi begitu kakinya tidak lagi menginjak tanah, mendadak sekujur tubuhnya yang tadi diserang hawa dingin kini seolah berubah menjadi sosok terbuat dari es, mengepulkan hawa putih. Tangan dan kakinya seolah kaku, tak bisa digerakkan. Dari depan saat itu juga sepuluh larik sinar kuning datang menggebubu!
Pada saat sangat menegangkan itu tiba-tiba ada derap kaki-kaki kuda mendatangi dengan cepat. Lalu terdengar ringkikan dahsyat. Tanah bergetar keras.
"Tahan serangan!" Ada suara orang berteriak lantang disusul berkelebatnya satu bayangan putih, menyambar tubuh Hantu Santet Laknat.
Sebelumnya satu gelombang angin dahsyat telah lebih dulu menderu berusaha membabat sepuluh larik sinar kuning pukulan sakti Salju Putih Latinggimeru. Walau gempuran itu hanya mampu membelokkan sedikit sepuluh larik sinar kuning namun sudah cukup memberikan satu kesempatan bagi bayangan putih tadi untuk menyelamatkan Hantu Santet Laknat.
Ketika sepuluh larik sinar putih menghantam sebuah pohon raksasa dan sebuah batu besar di seberang sana hingga pohon dan batu itu berubah menjadi putih dan mengepulkan asap dingin laksana timbunan salju, Hantu Santet Laknat telah berada di tempat lain. Nenek ini coba berpaling untuk melihat siapa tuanpenolongnya. Terkejutlah dia karena tak menyangka. Suaranya tercekat antara tidak percaya dan penuh haru ketika dia berseru.
"Kau…!"
EMPAT
Semua mata memandang ke depan. Semua orang merasa heran dalam keterkejutan. "Pendekar212Kencing Kuda!" berteriak nenek muka kuning Hantu Selaksa Kentut. Dalam bahasa Latanahsilam sableng artinya kencing kuda. Itu sebabnya dalam marahnya si nenek memanggil Wiro dengan Kencing Kuda.
"Kau menolong mahluk jahat terkutuk yang hendak membunuh kami, bahkan menjadi pencuri kapak saktimu!"
Sepuluh tombak di depan sana Wiro tampak berdiri masih memegang sosok setengah kaku Hantu Santet Laknat yang barusan di selamatkannya pada bagian pinggang. Tak jauh dari tempat dia berdiri kelihatan sosok kuda raksasa hitam berkaki enam bertanduk dua dan memiliki sepasang mata berwarna ncrah. Dipunggung binatang bernama Lnekakienam ini tergantung dua sosok, masing-masing berada dalam jala atau jaring berwarna biru.
Sosok pertama adalah Hantu Kaki Batu alias Lakasipo. Tubuhnya ponuh luka bakar dan saat itu dia dalam keadaan setengah sadar setengah pingsan. Orang kedua adalah Luhsahtini, istri Hantu Bara Kaliatus. Ke dua orang Ini seperti diceritakan dalam Episode sebelumnya (Hantu Santet Laknat) telah terjebak ke dalam jaring Api Iblis Penjaring Roh yang ditebar oleh Hantu Bara Kaliatus.
Untung saja kakek sakti Lasedayu alias Hantu Langit Terjungkir turun tangan menolong, hingga jaring yang semula terbuat dari larikan-larikan api ganas berwarna biru itubisa dirubah menjadi seperti tali-tali biasa.
"Edan gila!" Setan Ngompol ikut memaki. "Anak geblek itu mengapa dia berbuat begitu? Menyelamatkan Hantu Santet Laknat!"
"Jangan-jangan dia sudah kawin dengan dukun muka gagak hitam itu!" kata Naga Kuning pula.
"Berarti dia sudah diguna-guna! Celaka! Tolol betul! Aku saja yang tua bangka begini akan berpikir seribu kali mau kawin dengan nenek jahat itu!" ucap Si Setan Ngompol.
Di depan sana perlahan-lahan Wiro turunkan sosok Hantu Santet Laknat ke tanah. Begitu menginjak tanah si nenek berbisik. "Aku berterima kasih, kau telah menyelamatkan diriku. Sangat bahagia rasanya diselamatkan oleh orang yang kucintai!"
Saat si nenek sudah bisa gerakkan tubuhnya yang tadinya kaku akibat serangan Hantu Selaksa Kentut.
"Jangan bicara tidak karuan! Menghindar dari tempat ini, tapi awas! Jangan kau berani pergi sebelum kau mengembalikan kapak saktiku!"
"Cinta memang membuat aku jadi tidak karuan. Akan kubuktikan kalau aku memang mencintaimu wahai pemuda dari negeri seribu dua ratus tahun mendatang. Sebenarnya sejak aku jatuh hati padamu di dalam rimba belantara Lasesatbuntu aku aku tidak ingin melanjutkan semua niat jahat padamu. Kapak ini kubawa hanya sekedar untuk merasa dekat denganmu…"
Mau tak mau tengkuk Pendekar 212 jadi merinding mendengar ucapan si nenek. Selagi dia terkesiap heran, Hantu Santet Laknat ulurkan tangan kanannya.
"Ini, aku kembalikan senjata milikmu. Kau pasti membutuhkan menghadapi orang-orang itu!"
Habis berkata begitu nenek muka burung gagak ini serahkan Kapak Mau Naga Geni 212 pada Wiro. Tapi sebelum Pendekar 212 sempat mengambilnya tiba-tiba Hantu Selaksa Kentut dan kakek berjubah ungu Lawungu sudah lebih dulu melompat sambil dorongkan tangan masing-masing. Sinar ungu dan sinar kuning bergabung melanda murid Sinto Gendeng.
"Kalian mengapa menyerangku!" teriak Pendekar 212 yang jadi sempoyongan dilabrak dua gempuran angin dahsyat. Sebelum tubuhnya disapu roboh Wiro cepat melompat setinggi satu tombak lalu sekaligus pukulkan dua tangannya ke bawah untuk menangkis hantaman dua kakek nenek berkepandaian tinggi itu.
"Bummm! Buuum!"
Dua letusan keras menggoncang seantero tempat. Tubuh Wiro mencelat sampai tiga tombak. Dadanya mendenyut sakit akibat bentrokan pukulan-pukulan sakti mengandung tenaga dalam tinggi itu.
Di depan sana walau sosok mereka terhuyung-huyung dan hampir jatuh terduduk di tanah namun Lawungu dan Hantu Selaksa Kentut cepat kendalikan diri lalu kembali hendak menyerbu. Sekali ini gerakan mereka tertahan karena mendadak Hantu Santet Laknat berkelebat menyongsong sambil sapukan Kapak Maut Naga Geni 212 ke depan sedang dari ke dua matanya dia semburkan dua larik sinar hitam.
"Jahanam! Dukun jahat ini ternyata memang telah berserikat dengan pemuda itu!" teriak si nenek muka kuning. Baik dia maupun Lawungu mau tak mau sesaat terpaksa bersurut mundur menghindari serangan ganas Hantu Santet Laknat.
"Kekasihku Wiro Sableng!" tiba-tiba Wiro mendengar suara mengiang ditelinga kirinya. Suara Hantu Santet Laknat! Si nenek sengaja bicara dengan ilmu yang disebut Menyadap Suara Batin hingga orang lain yang tidak dituju tidak dapat mendengar. "Keadaan tidak menguntungkan bagi kita berdua. Lekas ikuti aku…"
"Tunggu! Kembalikan dulu kapak itu!" seru Wiro.
Tapi saat itu Lawungu dan Hantu Selaksa Angin sudah berada di hadapannya. Siap untuk menyerang kembali. Melihat hal ini Hantu Santet Laknat segera tinggalkan tempat itu. Wiro kembali mendengar suara mengiang di salah satu telinganya.
"Kekasihku, aku tunggu kau di Tebing Batu Terjal di sebelah selatan Bukit Batu Kawin."
Belum sempat mengejar Hantu Santet Laknat telah lenyap sementara itu Lawungu dan Hantu Santet Laknat telah berada di hadapannya.
"Tahan, jangan menyerang! Biar aku menjelaskan lebih dulu!" Wiro berseru begitu dilihatnya dua orang di depannya kembali hendak menggebrak.
"Perlu apa penjelasan! Kami hanya melihat kenyataan! Kau menolong musuh besarku berarti kau adalah musuh besarku juga!" Membentak kakek bernama Lawungu.
"Kau berserikat dengan nenek jahat itu. Aku tidak suka walau kau telah menolong penyakit kentutku!’ ikut berkata Luhkentut, si nenek muka kuning.
"Wiro, mengapa kau lakukan itu? Mengapa kau menolong Hantu Santet Laknat! Kau tahu dia yang mencelakai saudara angkat kita Lakasipo hingga dua kakinya berubah jadi batu! Dia juga mencuri kapak saktimu!" Naga Kuning ikut bicara.
"Mohon maaf kalian semua, bukan maksudku menolong nenek jahat itu. Aku tidak pula berserikat dengannya…"
"Aku melihat kau dan dia seperti bicara berbisik-bisik. Aku yakin antara kau dan Hantu Santet Laknat ada jalinan hubungan tertentu! Jangan-jangan kau sudah jadi gendaknya! Hik hik hik!"
"Butt! Prett!"
Muka Pendekar 212 tampak kemerahan mendengar kata-kata Hantu Selaksa Kentut itu. "Kalian semua dengar," kata Pendekar 212. "Aku tidak ingin nenek satu itu celaka sebelum dia bisa menolong dua orang yang berada dalam jerat jala aneh itu!"
Wiro lalu menunjuk pada sosok Luhsantini dan Lakasipo yang berada di dalam jala, tergantung dipunggung kuda raksasa hitam berkaki enam.
"Menurut Luhsantini Hantu Bara Kaliatus yang telah mencelakai mereka hingga terjebak dalam jala. Hantu Santet Laknat adalah guru Hantu Bara Kaliatus, jadi pasti dia mampu membobol jaring menolong melepaskan Luhsantini dan Lakasipo!"
Dari dalam jala tempat dia terkurung Luhsantini membuka mulut. "Apa yang dikatakan kerabat Wiro memang benar. Hanya Hantu Santet Laknat yang bisa membebaskan diriku dan Lakasipo dari dalam jala ini karena dia yang punya ilmu kesaktian bernama Api Iblis Penjaring Roh!"
Lawungu terdiam. Sesaat dia melirik pada sosok Lakasipo yang saat itu masih berada dalam keadaan antara sadar dan tiada. Dia ingat kepada lelaki itulah sebelumnya dia telah menyerahkan sendok sakti terbuat dari emas untuk diserahkan pada Lasedayu alias Hantu Langit Terjungkir. Lain halnya dengan si nenek muka kuning. Dia segera menyemprot.
"Kalau cuma alasan hendak menolong dua kawanmu yang terjebak dalam jaring itu, akupun bisa menjebol jala. Mengapa mau-mauan melibatkan diri dengan Hantu Santet Laknat segala?!"
"Kau bicara hebat! Tapi apakah kau bersedia menolong mereka? Luhsantini, perempuan dalam jala itu menerangkan dia pernah minta tolong padamu! Tapi kau tidak perduli! Sekarang kau bicara sombong!"
Wiro bicara keras karena penasaran mendengar kata-kata Hantu Selaksa Kentut tadi. "Luhsantini, katakan apa nenek muka tahi ini pernah mau menolong menyelamatkan dirimu dari dalam jala?!"
Saking marahnya Wiro sampai menyebut si nenek muka kuning dengan muka tahi! Membuat Hantu Selaksa Angin menggeram marah dan komat kamit menggrendeng.
"Aku memang pernah minta tolong! Tapi dia tidak perduli! Sekarang bicara agulkan diri! Tua bangka munafik!"
Luhsantini berteriak dari dalam jala sementara Lakasipo mulai mendengar semua pembicaraan yang berlangsung keras itu dan perlahan-lahan buka sepasang matanya. Lawungu rangkapkan dua tangan dimuka dada. Dengan senyum mengejek dia berkata.
"Kau ingin menolong dua orang dalam jaring itu. Tapi kau sengaja membiarkan si nenek yang katamu bisa menolong itu lolos begitu saja! Siapa percaya ucapanmu! Kau melindungi dirimu dengan pura-pura berbuat baik hendak menolong dua orang dalam jala. Tapi pada saat nenek berkelebat pergi kau tidak berbuat apa-apa nenek tidak mencuri kapakmu! Tapi kau sengaja menyerahkan senjata sakti itu padanya. Untuk apa? Sebagai emas kawin?! Ha ha ha ha!"
"Hik hik hik!" Nenek muka kuning ikut tertawa lalu butt… prett dia pancarkan kentutnya!
"Kalau kalian berdua tidak menyerangku, aku pasti sudah membuat perhitungan dengan nenek itu! Apa kalian kira aku mau saja menyerahkan kapak saktiku begitu saja padanya?! Jangan menuduh aku telah berbuat yang bukan-bukan dengan nenek itu. Kalau aku memang kawin dengan Hantu Santet Laknat, apa kau merasa cemburu?! Jangan-jangan kau sudah sejak lama menaruh hati padanya!" Wiro membalas ucapan Lawungu dengan kata-kata yang tidak kalah menyakitkan hati.
Lawungu si kakek berjubah ungu kelihatan merah padam wajahnya yang keriput. Tubuhnya sesaat bergetar. Ketika dia hendak melangkah menghampiri Pendekar 212 Wiro Sableng tiba-tiba satu suara bergema lantang di tempat itu, disusul dengan berkelebatnya tatu bayangan putih.
"Mari kita bicara tentang kenyataan! Jangankan kapakmu, nyawamupun pasti kau berikan pada Hantu Santet Laknat! Bukankah kalian berdua telah saling bercinta?!"
Semua orang yang ada di tempat itu termasuk Wiro palingkan kepala. Mereka sama-sama tersentak kaget melihat siapa yang muncul dan barusan bicara itu.
LIMA
Yang muncul ternyata adalah seorang tua ber jubah putih berbadan tinggi besar. Penampilan nya luar biasa angker karena dia memiliki otak yang terletak di luar kepalanya, menyembul demikian rupa. Karena otak ini terbungkus sejenis selubung keras bening maka setiap gerak denyut otak itu kelihatan dengan jelas. Naga Kuning dan Setan Ngompol ternganga heran melihat keadaan kepala si orang tua.
"Seumur hidup baru kali ini aku melihat ada manusia yang otaknya bertengger di luar kepala! Apakah dia manusia sungguhan atau bangsa jejadian?" berkata Setan Ngompol pada Naga Kuning yang berada disebelahnya.
"Kakinya menjejak tanah, berarti dia manusia seperti kita juga," menjawab Naga Kuning. "Yang aku ingin tahu jangan-jangan dia memiliki biji yang berada di luar kantong menyannya…"
"Bocah konyol!" menukas Setan Ngompol. "Jangan kau bicara sembarangan. Aku punya firasat makhluk satu ini bukan orang sembarangan. Aku khawatir kemunculannya membuat suasana tambah kisruh…"
Wiro memperhatikan dengan tak berkesip. Hantu Selaksa Kentut kerenyitkan kening. Hanya Lawungu yang tampak tenang. Kakek berjubah ungu ini memecahkan kesunyian ketika dia berucap menyambut kemunculan kakek jubah putih.
"Sahabatku Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab! Kemunculanmu yang tidak terduga ini sungguh sangat menggembirakan hatiku! Apa lagi saat ini aku memang tengah menghadapi satu urusan yang tidak menyenangkan!"
"Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab!" Beberapa mulut mengulang sebut nama kakek berjubah putih yang otaknya terletak di luar batok kepala itu.
Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol jadi gembira begitu mengetahui siapa adanya orang tua berjubah putih itu. Selama ini mereka berusaha mencarinya untuk dimintai pertolongan tapi tak kunjung berhasil.
"Dicari-cari tidak bertemu. Sekarang malah datang sendiri! Kek, dia adalah orang yang bisa kita tanyai bagaimana caranya agar dapat kembali ke tanah Jawa!" Habis berkata begitu Naga Kuning hendak bergerak mendekati orang tua berjubah putih. Tapi Setan Ngompol cepat memegang lengannya seraya berbisik.
"Jangan kesusu. Jangan bertindak sembarangan! Melihat raut wajah orang tua itu aku punya dugaan dia datang membawa urusan tidak enak."
Walau merengut tapi Naga Kuning ikuti juga ucapan Si Setan Ngompol. Saat itu Wiro sendiri juga merasa gembira. Selama ini dia menganggap orang tua bernama Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab itu adalah satu-satunya tempat bertanya bagaimana caranya dia dan teman-teman bisa kembali ke tanah Jawa. Namun seperti yang terasa oleh Setan Ngompol, Wiro juga merasa ada sesuatu yang tidak enak dalam kemunculan orang tua itu.
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab layangkan pandangan dingin pada semua orang yang ada di tempat itu. Beberapa saat dia memperhatikan Pendekar 212 Wiro Sableng lalu setelah melirik ke arah Lakasipo dan Luhsantini yang berada di dalam jala di punggung kuda, orang tua ini berkata pada kakek berjubah ungu di samping kirinya.
"Sahabatku Lawungu, untuk sementara izinkan aku mengambil alih semua persoalan di tempat ini!"
"Wahai Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab, jika tidak ada urusan penting dan besar serta gawat tentu kau tidak akan berkata seperti itu. Aku bisa mengalah. Silahkan kau menyelesaikan urusan lebih dulu. Tapi kalau aku boleh tahu, urusan apa dan dengan siapa?"
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tidak menjawab pertanyaan Lawungu, melainkan memandang tajam pada Wiro Sableng, membuat murid Sinto Gendeng ini jadi berdebar.
"Orang yang otaknya di luar kepala ini punya mata yang bisa memandang seperti menembus jantungku…" kata Wiro sambil garuk kepala. "Banyak hal yang ingin kutanyakan padanya pada pertemuan ini. Tapi dari caranya memandang seperti dia punya kemarahan dendam kesumat terhadapku. Aku harus hati-hati." Maka diam-diam pendekar kita segera kerahkan tenaga dalam ke tangannya kiri kanan.
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tiba-tiba sunggingkan seringai. Tangan kanannya diangkat lalu jari telunjuknya ditudingkan tepat-tepat ke arah Wiro. "Kau!" Suara Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab menggeledek hingga membuat Setan Ngompol tersentak kaget dan terkencing. "Kau orang dari negeri seribu dua ratus tahun mendatang yang bernama Wiro Sableng?!"
Wiro garuk kepalanya lalu mengangguk. "Apakah kau sudah mengerahkan seluruh tenaga dalammu ke tangan kiri kanan?!"
Murid Sinto Gendeng terkejut. "Dia memiliki kemampuan luar biasa! Dia tahu aku mengerahkan tenaga dalam!" Membatin Wiro.
"Aku akan mengajukan beberapa pertanyaan padamu. Apapun jawabmu, setelah itu rohmu akan kupindahkan ke tempat lain. Tergantung antara langit dan bumi!"
Naga Kuning dan Setan Ngompol jadi terkejut. Wiro sendiri ternganga sambil menggaruk kepala.
"Kabarnya Hantu Sejuta Tanya satu makhluk arif bijaksana berpengetahuan luas. Tapi mengapa sikapnya begini angkuh?" membatin Wiro. Lalu dia bertanya. "Kau mau memindahkan rohku. Maksudmu, kau hendak membunuhku atau bagaimana?"
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tidak menjawab. Malah dia mulai dengan pertanyaannya. "Pertanyaan pertama! Kau orangnya yang mencuri sebatang tongkat terbuat dari batu. Bernama Tongkat Bahagia Biru?"
Tentu saja murid Eyang Sinto Gendeng jadi kaget mendengar tuduhan itu. Dia segera gelengkan kepala. Ketika dia hendak membuka mulut Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab langsung menghardik. Raut muka dan pandangan matanya menyeramkan. Otak di atas kepalanya tampak mendenyut cepat.
"Kau mulai dengan dusta pertama!"
Wiro melengak melihat kemarahan si orang tua. Setan Ngompol terkencing. Nenek muka kuning geleng-gelengkan kepala. Dia keluarkan suara perlahan.
"Tidak sangka pemuda itu seorang pencuri tengik rupanya…"
"Siapa berdusta! Aku memang tidak pernah mencuri tongkat itu!" Pendekar 212 menjawab dengan suara lantang tak kalah kerasnya hingga Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab ganti terkesiap.
"Dia memiliki tenaga dalam tinggi. Bentakannya tadi sempat membuat jantungku berdebar tegang!" membatin Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Lalu dia berkata. "Pencuri biasanya memang dilahirkan dengan membekal segala kedustaan!"
Naga Kuning yang tahu betul kisah tongkat batu biru itu ikut merasa geram mendengar ucapan-ucapan kakek berjubah putih itu. Tanpa dapat dicegah Setan Ngompol dia berkata.
"Orang tua yang otaknya mumbul di kepala! Kau pandai menuduh, apa kau punya bukti kalau sahabatku itu memang telah mencuri tongkat yang kau maksud?!"
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab palingkan kepala dan pelototkan matanya pada Naga Kuning. Si bocah walau hatinya jadi kebat-kebit tapi balas besarkan mata menantang tatapan orang.
"Anak berambut kaku! Kau berani bicara! Jangan mengira aku kagum akan keberanianmu! Sekali lagi kau bertingkah membuka mulut, kucabut lidahmu!"
"Begitu…?!" Naga Kuning tidak perdulikan ancaman Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. "Kau mau cabut lidahku?! Silahkan!" Lalu bocah itu julurkan lidahnya panjang-panjang.
Meledaklah amarah Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Didahului suara menggeram orang tua ini gerakkan tangan kanannya. Saat itu jaraknya dengan Naga Kuning masih terpisah sekitar tujuh tombak. Tapi anehnya, tangannya seolah tali yang bisa diulur berubah panjang, menyambar ke arah kepala Naga Kuning.
"Tahan!" Wiro berseru. Dia cepat melompat. "Biar Aku memberi keterangan!" Lalu dengan cepat Wiro pergunakan dua tangannya mencekal lengan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Orang tua ini menyeringai. Dia tidak berusaha menarik tangannya dan Wiro terus memegangnya.
"Aku izinkan kau bicara memberi keterangan!"
"Seorang sahabat bernama Luhjelita menemukan tongkat itu didekat mayat seorang berjuluk Tongkat Biru Pengukur Bumi. Tongkat itu kemudian diserahkannya padaku. Karena aku tidak tahu siapa pemiliknya, tongkat kusimpan sampai kelak aku tahu siapa yang empunya dan menyerahkannya padanya. Kemudian muncul dua orang gadis kembar mengaku berjuluk Sepasang Gadis Bahagia, satu bernama Luh Kamboja, satu lagi Luhkenanga. Mereka merampas tongkat batu biru itu dari tanganku lalu kabur melarikan diri…"
Untuk jelasnya peristiwa di atas harap baca episode sebelumnya berjudul Hantu Santet Laknat
"Dusta kedua!" bentak Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Entah kapan tangannya digerakkan tahu-tahu sosok Wiro yang masih memegangi lengan orang itu melintir keras dan bukk! Wiro terbanting ke bawah!
Untuk beberapa lamanya Pendekar 212 terkapar di tanah. Kepalanya terasa pening. Punggungnya sakit bukan kepalang. Sesaat rasa sakitnya berkurang pemuda ini segera melompat dan wuutt! Tahu-tahu dia sudah tegak di hadapan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
"Selama ini aku mendengar Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab merupakan satu tokoh besar yang jadi panutan semua orang-orang gagah di Negeri Latanahsilam ini! Kabarnya kau merupakan gudang tempat bertanya karena kemampuanmu menyirap banyak perkara, menjawab pertanyaan yang orang lain tidak mungkin bisa melakukannya! Menolong orang yang kesulitan. Penunjuk penerang mereka yang berada dalam kegelapan! Tapi ternyata kau seorang yang tidak tahu apa-apa. Kau menodai nama besarmu dengan melancarkan tuduhan-tuduhan tidak beralasan! Dan yang lebih buruk, barusan kau menjatuhkan tangan kasar terhadapku! Apakah begitu sifat dan perbuatan seorang tokoh besar sepertimu?!"
Belum sempat Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab menjawab ucapan Wiro, Naga Kuning telah lebih dulu bersuara. "Dia mungkin Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab palsu! Hantu yang asli pasti tidak sejahat seperti dia!"
"Wuuttt!"
Tangan kanan kakek berjubah putih itu tiba-tiba menyambar panjang ke depan. Setan Ngompol berseru kaget dan terkencing. Wiro tertegak tegang. Saat itu tangan kanan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab telah mencekeram leher Naga Kuning lalu mencekiknya.
"Hueekkk!" Cekikan yang keras membuat lidah anak itu terjulur panjang keluar.
"Wuuuttt!"
Kini tangan kiri Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab yang melesat ke depan, ke arah mulut Naga Kuning. Jelas sudah seperti ancamannya tadi orang tua ini hendak mencabut lidah anak itu!
Sesaat lagi jari-jari tangan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab hendak menyambar lidah Naga Kuning tiba-tiba si bocah geliatkan badannya. Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab mendadak merasakan leher anak itu licin sekali hingga pegangannya melejit. Bagaimanapun dia berusaha mengencangkan cekikannya tetap saja dia tak berhasil. Naga Kuning ternyata telah melepaskan diri dengan mengandalkan ilmu yang disebut Ikan Paus Putih dimana tubuhnya mendadak sontak berubah sangat licin!
Leher Naga Kuning terlepas dari cekalan si kakek. Begitu lehernya bebas Naga Kuning keluarkan pekikan keras lalu tubuhnya melesat ke atas, berjungkir balik dua kali berturut-turut. Lalu menukik ke bawah dengan dua kaki dihantamkan ke batok kepala Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab! Inilah jurus yang disebut Naga Murka Menjebol Bumi!
Dalam kejutnya karena tidak percaya Naga Kuning bisa terlepas dari cengkeramannya, dan kini anak itu lancarkan tendangan yang bisa merengkahkan batok kepalanya, Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab cepat angkat tangan kirinya dengan telapak dikembangkan ke depan.
"Beettt!"
Selarik angin keras keluar dari telapak tangan orang tua itu. Dua kaki Naga Kuning yang hanya tinggal dua jengkal dari kepalanya terpental. Si bocah sendiri kemudian mencelat. Dengan jungkir balik akhirnya dia mampu jatuhkan diri ke tanah dengan kaki lebih dulu. Tetapi ketika dia hendak bergerak ternyata anak ini tidak mampu mengangkat dua kakinya. Dua kaki itu laksana diganduli benda berat ratusan kati! Pucatlah wajah Naga Kuning. Tubuhnya sampai keringatan karena berusaha keras untuk dapat mengangkat kakinya. Tapi sia-sia saja!
"Naga Kuning, apa yang terjadi denganmu!" bertanya Setan Ngompol seraya melompat mendekati.
"Tua bangka sialan itu! Ilmu apa yang dimilikinya. Aku tak bisa menggerakkan dua kakiku!" menjelaskan Naga Kuning.
"Jangan khawatir! Walau otak kita ada di dalam batok kepala, dia di luar batok kepala tapi soal ilmu tipu menipu boleh diuji!" kata Setan Ngompol pula. Lalu dia turunkan bagian depan celananya. Tangan kanan menampung. Serrr… Si kakek kencing dan air kencingnya sengaja ditampung di tangan kanan.
"Kek! Kau mau berbuat apa?!" teriak Naga Kuning karena mengira si kakek akan memasukkan air kencing yang ditampung ke dalam mulutnya.
"Jangan banyak tanya kalau mau sembuh!" kata Setan Ngompol. Dengan cepat dia membungkuk lalu air kencing yang ada dalam tampungan telapak tangannya diusap-usapkannya pada ke dua kaki Naga Kuning mulai dari lutut sampai ke jari-jari. Si kakek kemudian meniup dua kali kemudian tepuk pantat si bocah!
"Ayo jalan! Angkat kakimu!"
Naga Kuning gerakkan kaki kanannya. Lalu kaki kiri. Astaga! Kedua kakinya serta merta menjadi enteng. Dia bukan saja bisa menggerakkan tapi mampu mengangkatnya dan kini malah dia bisa melesat ke atas, jungkir balik di udara dua kali lalu turun lagi dengan kaki menjejak tanah lebih dulu!
"Bruutt! Prett!"
Nenek muka kuning Hantu Selaksa Kentut tertawa cekikikan. "Tidak kukira, kakek jelek bau pesing tukang kencing itu ternyata seorang juru sulap! Hik hik hik!"
Sementara si nenek muka kuning tertawa cekikikan, Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab kelihatan tegak terkesiap menyaksikan apa yang barusan terjadi.
"Kakek tukang kencing itu, dia memiliki kesaktian yang sanggup membuyarkan kesaktianku… Kabar yang aku sirap bukan kabar kosong belaka. Orang-orang dari negeri seribu dua ratus tahun mendatang ternyata memang memiliki ilmu yang aneh aneh. Tapi aku Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tidak mau dikalahkan begitu saja. Apa lagi urusanku dengan pemuda bernama Wiro Sableng itu belum selesai!"
"Terima kasih Kek, kau sudah menolongku!" kata Naga Kuning pada Setan Ngompol.
Si kakek bau pesing menyeringai busungkan dada lalu berkata. "Itu baru kuusapkan pada dua kakimu. Kalau tadi air kencingku aku masukkan ke dalam mulutmu kau pasti bisa terbang sampai langit ketujuh!"
"Sombongnya! Jangan jadi takabur Kek!" kata Naga Kuning. Lalu bocah ini memandang ke arah Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab dan berkata. "Orang tua, selama ini aku menaruh hormat pada dirimu. Sampai saat inipun aku akan berlaku seperti itu. Tapi jika kau berniat mencelakai diriku tanpa sebab, tidak ada salahnya aku mencari tahu sampai di mana kehebatanmu!"
Otak di atas kepala Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tampak berdenyut kencang. Merasa ditantang dia membentak. "Bocah kurang ajar! Kau bakal menerima bagianmu! Tetap ditempatmu! Jangan kemana-mana! Biaraku menyelesaikan urusan dengan kawanmu si rambut panjang itu!"
Sekali lompat saja Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab telah berada di depan Pendekar 212 Wiro Sableng. Melihat gelagat yang semakin tidak enak murid Sinto Gendeng segera berlaku waspada.
ENAM
Berhadap-hadapan sedekat itu membuat Wiro merasa ngeri melihat otak Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab yang nangkring berdenyut-denyut di atas kepalanya. Sambil memandang penuh geram kakek ini kemudian membuka mulut.
"Kau bukan saja telah mencuri tongkat biru! Bukan saja telah memfitnah dua cucuku sebagai perampas tongkat. Tapi kau juga adalah manusia terkutuk yang telah memperkosa merusak kehormatan mereka secara keji!"
Pendekar 212, dan semua orang yang ada di situ tentu saja menjadi sangat terkejut mendengar ucapan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Naga Kuning dan Setan Ngompol saling pandang delikkan mata. Luhsantini keluarkan seruan tertahan.
"Wahai, sebelumnya aku menaruh kagum pada pemuda ini. Ternyata dia seorang manusia keji terkutuk!" Luhsantini berkata dalam hati.
Lakasipo yang mulai sadar tampak tersentak dalam jaring. Dua matanya yang tadi masih setengah terpejam kini membeliak memandang ke arah Wiro.
"Apa? Wiro saudara angkatku memperkosa dua gadis berjuluk Sepasang Gadis Bahagia? Sulit kupercaya! Tapi kalau Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab sendiri yang berkata siapa yang tidak akan percaya?!"
Lakasipo kerahkan seluruh tenaganya. Sekujur tubuhnya yang penuh luka-luka bakar terasa sakit bukan main. Dalam jaring yang tergantung di punggung kuda hitam, dia berusaha duduk, memandang ke arah orang-orang itu. Walau agak samar tapi dia mulai bisa melihat sosok Wiro Sableng dan yang lain-lainnya.
"Fitnah busuk terkutuk!" teriak murid Sinto Gendeng menggeledek.
"Kau yang terkutuk! Kau yang busuk!" balik menghardik Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
"Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab! Sungguh aku tidak percaya ucapan keji tuduhan kotor akan keluar dari mulutmu! Bagaimana kau bisa berbuat seperti ini?!" ujar Pendekar 212 dengan suara setengah berteriak.
"Kalau benar dua gadis itu cucumu, merekalah yang telah merampas tongkat batu biru dari tanganku!"
"Bagaimana aku bisa berbuat seperti ini?! Huh! Saat ini ingin sekali aku segera memecahkan kepalamu! Tapi agar semua orang tahu kebejatanmu biar aku buka kedokmu! Aku akan katakan apa yang telah kau lakukan terhadap dua cucuku. Luhkemboja dan Luhkenanga!"
Naga Kuning pegang lengan Setan Ngompol lalu bicara setengah berbisik. "Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab adalah tokoh berkepandaian tinggi di Negeri Latanahsilam. Kalau dia mengatakan sesuatu pasti dia tidak bicara dusta. Menurutmu apakah sahabat kita Wiro Sableng benar-benar telah berbuat keji atas diri dua cucu si kakek?"
Setan Ngompol tak bisa segera menjawab. "Ada yang tidak beres…" katanya kemudian setengah berbisik. "Aku tidak meragukan diri sahabat kita Wiro Sableng. Tapi seandainya dia terkena guna-guna Hantu Santet Laknat, lalu terjebak melakukan perbuatan keji itu…"
Saat itu Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab kembali terdengar membuka mulut. Suaranya keras lantang hingga semua orang mendengar jelas setiap kata yang diucapkannya.
"Beberapa waktu lalu cucuku Luhkemboja dan Luhkenanga menangkap basah dirimu tengah melakukan hubungan badan dengan Luhjelita di sebuah goa…"
Bergeletar sekujur tubuh Pendekar 212 mendengar ucapan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab itu. Rahangnya menggembung. Tapi dia masih bisa menahan diri, malah berkata. "Fitnah karanganmu terdengar bagus! Coba kau teruskan!"
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab menyeringai. Setelah lebih dulu meludah ke tanah dia berkata. "Kedok busukmu segera terbuka! Sejak aku bicara saat kematianmu berarti sudah di depan mata!"
Wiro balas meludah ke tanah, membuat Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab menggelegak amarahnya. "Teruskan saja cerita busukmu. Soal nyawaku kita lihat saja nanti. Apa aku yang memang akan mati duluan atau kau yang sudah bau tanah akan minggat lebih cepat keneraka!"
Saking marahnya Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab gerakkan sepuluh jari tangannya hingga mengeluarkan suara bergemeletakan. "Karena kau takut rahasia kejimu akan terbuka dan tersebar luas, kau lalu mengejar dua cucuku. Merusak memperkosa mereka. Lalu beberapa orang lelaki tak dikenal datang mengusung tubuh dua cucuku. Keduanya berada dalam keadaan mengenaskan, tidak mengenakan pakaian, berada dalam keadaan sekarat! Menurut para pengusung, kau yang menyuruh mereka mengantarkan cucu-cucuku. Disertai pesan bahwa kau sengaja menganiaya dan merusak kehormatan dua cucuku karena mereka telah menipumu dengan tongkat biru palsu! Lalu juga karena dua cucuku menurutmu selama ini telah menebar aib dan kekejian hingga pantas dijatuhi hukum berat dan diberlakukan secara keji pula!"
Baca Episode berjudul Rahasia Mawar Beracun
"Sungguh, cerita hebat luar biasa! Apakah kau sudah menuturkan semuanya?! Apakah kisahmu sudah selesai?!" Wiro Sableng ajukan pertanyaan.
"Saat kematianmu sudah tiba anak muda!" Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab menyergap ke depan. Dua tangannya menghantam. Tangan kiri berkelebat dan mendadak berubah panjang sekali. Tangan ini berputar aneh seperti seutas tali besar hendak menggulung Pendekar 212. Dalam keadaan seperti itu tangan kanan datang menggebuk dari depan. Sasaran yang diarah adalah kepala Wiro.
"Memeluk Bumi Menghantam Matahari." Lawungu membatin menyebut nama jurus yang barusan dilancarkan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. "Sebelumnya tidak ada satu orangpun bisa selamat dari serangan ini…!"
Wiro maklum sekali, sebagai tokoh paling hebat di Negeri Latanahsilam, Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tentu memiliki kepandaian tinggi luar biasa. Karenanya begitu orang menyerang murid Eyang Sinto Gendong Ini segera keluarkan jurus kedua dari ilmu silat yang didapatnya dari Datuk Rao Basaluang Ameh dan bersumber pada Kitab Putih Wasiat Dewa yang merupakan salah satu inti dari Delapan Sabda Dewa. Jurus ini bernama Tangan Dewa Menghantam Batu Karang.
Baca serial Wiro Sableng berjudul Delapan Sabda Dewa
Ternyata Wiro tidak cuma keluarkan jurus Tangan Dewa Menghantam Batu Karang karena secepat kilat kemudian dia susul dengan jurus ke tiga dari ilmu silatyang sama yakni Tangan Dewa Menghantam Rembulan. Jurus pertama yang dilancarkan Wiro membuat Hantu Sejuta TanyaSejuta Jawab tersentak kaget.
Jotosannya yang mengarah ke kepala si pemuda laksana tertahan oleh hawa aneh yang kemudian mendorong ke belakang tangannya yang memukul. Kejut si kakek bertambah lagi ketika tangan kirinya yang berubah panjang dan hendak menelikung tubuh Wiro mendadak tersentak keras lalu mental seperti digebuk pentungan besi.
Menggigit bibir menahan sakit Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab keluarkan bentakan keras. Walau mampu membendung bahkan memusnahkan dua serangan lawan namun dirinya sendiri tak urung menderita gempuran hebat. Tubuhnya terpuntir setengah lingkaran lalu terhuyung mau roboh sementara rasa sakit aneh seperti ada puluhan jarum menusuk ubun-ubundan pinggiran matanya.
Sambil membentak Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab melesat ke atas. Wiro hanya sempat melihat bayangan jubah putih si kakek. Dia tidak menyadari kalau dari balik jubah dua kaki si kakek tiba-tiba menderu lancarkan dua tendangan. Satu ke kepala, satu ke dada. Ketika pemandangannya kembali pulih dia hanya bisa melihat serangan yang mengarah kepala. Murid Sinto Gendeng ini cepat rundukkan tubuh. Kepalanya memang selamat tapi tendangan ke arah dada tidak dapat dihindarinya.
"Bukkk!"
Sosok Pendekar 212 mencelat mental sampai tiga tombak lalu terguling-guling di tanah. Wiro berusaha bangkit berdiri dengan cepat. Tapi dadanya serasa amblas. Lututnya goyah. Pemuda ini jatuh berlutut sambil pegangi dada. Nafasnya seperti tertahan di tenggorokan. Ketika dia memaksa menghela nafas dalam, dari mulutnya menyembur darah merah! Sebelum dia jatuh terduduk di tanah, Wiro masih sempat mengerahkan aji kesaktian dan tenaga dalamnya ke tangan kanan lalu menghantam ke depan.
"Wusss!" Cahaya putih menyilaukan dan panas berkiblat.
Walau Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab berhasil menendang dada lawan namun kakek ini juga ikut terpental. Kaki kanannya terasa sakit, membuat dia tertegak miring begitu menginjak tanah. Di saat itu pula pukulan Sinar Matahari yang dilepaskan Wiro berkelebat menyambar.
Si kakek berseru kaget dan cepat menyingkir. Dia seperti tidak percaya pukulan sakti Memeluk Rembulan Menghantam Matahari yang barusan dilancarkannya tidak sanggup menghabisi pemuda lawannya! Lawungu sendiri yang ikut menyaksikan hal itu sampai keluarkan seruan tertahan dan ternganga lebar.
Walau Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab selamat dari serangan pukulan Sinar Matahari tapi gerakan si kakek agak terlambat. Cahaya panas menyapu ujung bawah jubah putihnya. Saat itu juga jubah putih itu dilumat kobaran api! Si kakek jadi kelabakan. Untung dia tidak kehilangan akal. Setelah bergulingan di tanah dia mematahkan serumpun semak belukar berdaun lebat. Dengan daun-daun ini dia mengibas padam api yang membakar ujung jubahnya.
"Wiro!" Naga Kuning berteriak dan cepat memburu. Tapi gerakannya dipotong dan dihadang oleh kakek berjubah ungu.
"Apa maumu orang tua?! Kau membantu kakek sesat yang otaknya nangkring di ubun-ubun itu?!" bentak Naga Kuning.
Lawungu menyeringai. "Mulutmu kurang ajar! Bicaramu keras! Kau rasakan dulu kerasnya tangan kananku!"
Habis berkata begitu Lawungu lalu lancarkan satu tamparan ke muka Naga Kuning. Tamparan ini bukan tamparan biasa karena jangankan muka manusia, batupun bisa rengkah kalau sampai terkena!
Naga Kuning yang sesungguhnya adalah kakek berusia lebih dari seratus dua puluh tahun ini tentu saja tidak tinggal diam. Sambil mengelak dia berkata.
"Kau menuduh aku kurang ajar! Padahal kau sama saja kurang ajarnya dengan kakek yang otaknya tidak karuan itu! Jangan kira aku takut padamu!"
Anak ini lantas keluarkan jurus yang disebut Naga Murka Merobek Langit Kejut Lawungu bukan kepalang ketika tiba-tiba lima jari tangan kanan Naga Kuning yang dipentang lurus tidak terduga menusuk ke arah tenggorokannya.
Dari angin serangan serta adanya cahaya redup hitam yang memancar dari tangan si bocah Lawungu segera maklum kalau tusukan lima jari itu bukan saja mampu menembus daging leher tapi juga bisa menghancurkan tulang tenggorokannya. Dengan cepat dia berkelebat mengelak sambil lindungi diri dengan tangan kiri. Apa yang diduga Lawungu ternyata betul.
"Braakkk!"
Tusukan lima jari tangan Naga Kuning dalam jurus Naga Murka Merobek Langit tadi begitu menghantam tempat kosong terus melabrak batang pohon di samping Lawungu, Lima jari tangan masuk amblas ke dalam batang pohon. Lawungu merasakan tengkuknya sedingin es.
"Anak ini sangat berbahaya. Kalau tidak segera dihabisi bisa mendatangkan malapetaka tak diingini!"
Si kakek berjubah ungu acungkan tangan kanannya ke udara. Satu kilatan cahaya aneh berwarna ungu entah dari mana datangnya, menyambar masuk ke ujung jari-jari tangan si kakek. Cahaya itu mengalir sepanjang lengannya naik ke kepala melalui leher. Saat itu juga kepala si kakek kelihatan memancarkan sinar terang berwarna aneh.
Tiba-tiba Lawungu meniup keras. Selarik sinar ungu menyambar. Sinar ini sengaja tidak diarahkan kepada Naga Kuning, melainkan ke arah pohon yang barusan kena hantaman lima jari si bocah. Apa yang terjadi kemudian sungguh luar biasa. Sinar ungu di bntnng pohon mengalir ke bawah.
Ketika sinar itu sampul di bagian dimana tangan kanan Naga Kuning masih menancap anak ini menjerit keras. Bukan karena kesakitan totopl karena bagaimanapun dia mengerah kan tenaga tangannya yang amblas tidak dapat dikeluarkannya dari dalam batang pohon. Seolah tangan itu telah menjadi satu dengan pohon!
Nenek muka kuning Luhkentut alias Hantu Selaksa Angin keluarkan seruan tertahan. "Aku rasa-rasa mengenal ilmu yang dikeluarkan kakek jubah ungu itu! Hai, bukankah itu yang disebut Ilmu Menyatu Jazad Dengan Alam." Si nenek mendongak ke atas sambil pijit-pijit keningnya seperti berpikir. "Aku kenal ilmu itu, apakah aku mengenal siapa adanya dirinya? Ckkk ckkk ckkk!" Si nenek keluarkan suara berdecak berulang kali lalu pancarkan kentutnya butt prett!
Naga Kuning keluarkan keringat dingin.Mukanya pucat pasti karena tidak sanggup lepaskan lima jari tangannya yang tenggelam sampai ujung telapak. Dari samping sambil keluarkan tawa mengekeh. Lawungu mendatangi, siap untuk menggebuksi bocah. Melihat hal ini Si Setan Ngompol tak tinggal diam. Sambil berteriak marah dia memotong gerakan Lawungu.
"Kau apakan anak itu! Kalau dia sampai cidera nyawamu jadi taruhannya!"
Kekehan Lawungu bertambah panjang. "Kakek bau pesing tukangkencing! Bicaramu terlalu sombong! Jangan mengira kali ini air kencingmu bisa menolong anak itu!"
"Kau yang sombong! Kita lihat saja! Jangan kau pergi kemana-mana! Aku bersumpah akan mencekokmu dengan air kencingku!"
Setelah berkata begitu Si Setan Ngompol cepat mendekati Naga Kuning. "Anak sial! Apa yang terjadi dengan dirimu?!"
"Kakek geblek!" semprot Naga Kuning. "Apa kau buta? Kau lihat sendiri apa yang aku alami! Aku tidak bisa keluarkan tanganku dari dalam pohon!"
"Sudah! Jangan mengomel. Aku pasti bisa menolongmu!" Kata Setan Ngompol. Lalu dengan cepat dia kerahkan tenaga dalamnya sambil memegang lengan kanan Naga Kuning. "Kerahkan tenaga dalammu! Sama-sama mengerahkan masakan tidak bisa lepas!"
Sebelumnya Naga Kuning memang telah mengerahkan tenaga dalam untuk bisa melepaskan tangannya dari dalam pohon tapi tidak berhasil. Sekarang karena si kakek menyuruh begitu maka dia kembali mengerahkan tenaga dalamnya. Lalu dibantu oleh si kakek, Naga Kuning tarik tangan kanannya daridalam pohon.
Seperti diketahui baik Naga Kuning maupun Setan Ngompol bukanlah orang-orang sembarangan. Keduanya memiliki kesaktian dan tingkat tenaga dalam tinggi. Namun bagaimanapun mereka berusaha tetap saja tangan kanan Naga Kuning tidak bergeming. Si kakek sampai terkencing-kencing!
"Mungkin aku harus kembali mempergunakan air kencingku!" kata Setan Ngompol dengan nafas memburu.
"Lekas kau lakukan. Kulihat kakek jubah ungu itu tengah melangkah ke sini!" kata Naga Kuning pula walau merasa jijik.
Setan Ngompol masukkan tangannya kiri kanan ke dalam celananya. Dengan dua tangannya yang basah oleh air kencing dia mengusap tangan Naga Kuning, juga batang pohon di bagian mana tangan bocah tertanam. Tapi seperti kata Lawungu tadi, kali ini air kencing Si Setan Ngompol memang tidak bisa menolong Naga Kuning.
"Sial jahanam!" Setan Ngompol memaki. Dia kerahkan tenaga dalam ke tangan kanan. "Terpaksa aku hancurkan pohon ini!" katanya. Lalu si kakek hantamkan tangan kanannya. Maksudnya hendak menghancurkan batang pohon pada bagian dimana tangan Naga Kuning tenggelam.
"Kakek tolol! Jangan kau lakukan itu!" tiba-tiba nenek muka kuning berseru.
"Braaakkk!" Batang pohon memang pecah. Tapi tangan kanan Si Setan Ngompol kini ikut menempel di pohon itu, dekat tangan kanan Naga Kuning!
"Celaka! Mengapa bisa jadi begini?!" kejut Setan Ngompol. Kencingnya langsung terpancar.
Sambil tertawa gelak-gelak Lawungu mendatangi ke dua orangyang terperangkap lengket di batang pohon itu. "Kini menghabisi kalian semudah aku membalikkan telapak tangan!" kata kakek itu.
Saat itu cahaya ungu yang ada di kepalanya bergerak turun ke leher, mengalir ke lengan. Sesaat kemudian tangan kanannya kelihatan memancarkan sinar ungu terang. Setan Ngompol terkencing-kencing habis-habisan. Matanya yang memang sudah lebar kini bertambah lebar seolah membesar sampai ke kuping. Lain halnya dengan Naga Kuning. Anak ini walau sebenarnya takut setengah mati tapi masih bisa berteriak.
"Aku tidak takut mati! Ayo! Aku mau lihat apa yang hendak kau lakukan!"
Sambil berteriak Naga Kuning berulang kali berusaha menendang Lawungu tapi tidak berhasil. Lawungu hentikan tawanya. Dia menunduk pandangi wajah Naga Kuning. Ingin sekali anak ini meludahi muka orang tua itu.
"Kau tidak takut mati, ha ha ha! Bagus! Memang kau tidak akan segera kubunuh Kakek kawanmu ini yang akan kuhabisi lebih dulu. Biar kau menyaksikan dari dekat bagaimana mengerikannya orang mati dengan kepala rengkah! Kalian berdua adalah sahabat pemuda berambut panjang yang telah memperkosa dua cucu sahabatku! Membunuh kalian sama saja berbuat pahala!"
Lawungu tertawa panjang. Lalu tangan kanannya yang memancarkan sinar ungu dihantamkan ke batok kepala Setan Ngompol yang berada dalam keadaan tidak berdaya! Sesaat lagi kepala Setan Ngompol akan hancur berantakan tiba-tiba ada orang berteriak lantang.
"Lawungu! Jangan kau berani membunuh kekasihku!"
Lawungu tidak perduli. Dia tetap teruskan memukulkan tangan kanannya. Namun dari belakang mendadak ada orang menelikung tubuhnya lalu menyeretnya demikian rupa hingga sama-sama jatuh ke tanah. Sebenarnya dengan kepandaiannya yang tinggi Lawungu bisa menghantam orang yang merangkulnya itu dengan sodokan sikut atau tendangan kaki.
Namun cara orang memegang tubuhnya membuat Lawungu jadi merinding dan berteriak keras penuh marah. Orang yang menelikungnya dari belakang sengaja pergunakan tangan meraba bagian tubuhnya di bawah pusar! Sebelum dia bisa berbuat apa-apa tubuhnya telah keburu jatuh berhimpit-himpitan!
"Jahanam! Siapa berani berlaku kurang ajar!" bentak Lawungu seraya melompat bangkit.
Terdengar suara tawa cekikikan. Orang yang tadi menggerayangi aurat terlarangnya ternyata sudah lebih dulu tegak berdiri sambil tertawa-tawa beberapa langkah di hadapannya!
TUJUH
Kita tinggalkan dulu Lawungu yang marah setengah mati karena ada orang berani merabai auratnya di bawah perut. Kita kembali pada Pendekar 212 Wiro Sableng yang saat itu terduduk bersimpuh di tanah dalam keadaan terluka parah di bagian dalam akibat tendangan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Kalau saja Kapak Naga Geni 212 saat itu ada padanya, pasti cidera yang dialaminya tidak separah itu.
Wiro meraba seputar pinggangnya. Dia tidak menemukan sebuah kantong kecil berisi obat pemberian gurunya. Entah dimana hilangnya dan kapan kejadiannya dia tidak tahu. Satu-satunya cara untuk mengobati diri adalah mengerahkan tenaga dalam atau hawa sakti di dalam tubuhnya serta mengatur jalan nafas dan peredaran darah. Namun belum sempat dia melakukan semua itu, kakek yang otaknya ada di luar kepala itu sudah berada tiga langkah di hadapannya. Wiro coba membuka mulut.
"Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab! Kau adalah orang arif bijaksana berilmu tinggi berbudi luhur punya kemampuan untuk melihat dan menyirap kali benar aku yang telah berbuat keji terhadap Luh kemboja dan Luhkenanga. Kalau memang aku yang memperkosa dua cucumu, mengapa aku mau bertindak bodoh? Menyuruh orang mengantarkan mereka padamu? Bukankah lebih baik aku membunuh mereka agar rahasiaku tidak tersingkap?!"
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab menyeringai mendengar kata-kata Pendekar 2 1 2 itu. "Menjelang kematian di depan mata kau pandai memujiku sekaligus bersandiwara melindungi diri! Ada apa di dalam otak manusia keji biadab sepertimu siapa yang tahu dan bisa menduga mungkin kau merasa hebat dengan senjata tidak membunuh dua cucuku! Apapun yang ada di dalam otak kejimu, saat ini semuanya akan berakhir untuk selama-lamanya!"
Begitu selesai berucap si kakek langsung menyergap dengan satu tendangan. Dalam keadaan terluka parah disebelah dalam Wiro tidak berani menangkis ataupun balas menghantam. Tubuhnya dijatuhkan. Lalu dengan jurus Belut Menyusup Tanah dia melesat di tanah, menyelinap seperti seekor belut licin. Dengan geram Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab hunjamkan kakinya, berusaha menginjak kepala atau tubuh Wiro.
"Duukkk! Duukkk! Dukkk!"
Sosok Pendekar 212 meliuk-liuk menghindari injakan maut itu. Di tanah kelihatan lobang lobang besar bekas injakan kaki si kakek. Marah besar karena tidak satupun injakan kakinya mengenai sasaran, Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab angkat bagian bawah jubahnya. Begitu Ujung jubah dikebutkan maka menderulah gelombang angin dahsyat.
Sosok murid Sinto Gendeng melesat ke udara bersamaan dengan taburan pasir dan batu-batu. Ketika tubuh itu jungkir balik jatuh ke bawah, si kakek sudah menunggu. Dua telapak tangannya dikembangkan lalu dihantamkan ke atas. Dalam jarak sedekat itu tidak mungkin lagi bagi Wiro untuk menghindar. Dia terpaksa pergunakan dua tangan untuk menangkis.
Dua pasang telapak tangan beradu keras di udara. Dua kekuatan tenaga dalam tinggi sama-sama menggempur. Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab terjengkang di tanah. Sebaliknya Pendekar 212 sendiri mencelat sampai dua tombak. Selagi melayang turun dari mulutnya menyembur darah. Wiro tak mampu tegak di atas dua kakinya.
"Bluukkk!"
Wiro terhempas jatuh punggung di tanah. Tulang-tulangnya di sebelah belakang seperti remuk. Dadanya mendenyut sakit seolah terpanggang. Dua tangannya yang tadi saling bentrokan dengan sepasang tangan lawan kini dirasakannya seperti tak ada lagi di sisinya. Dua kakinya bergeletar.
Melihat lawan tidak berdaya, Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab cepat menyergap. Kaki kanannya kirimkan satu injakan ke kepala Pendekar 212. Kali ini Wiro tak kuasa mengelak, tak berdaya untuk menahan injakan kaki itu dengan dua tangannya. Juga tidak ada yang bisa memberikan pertolongan. Di dalam jaring api biru Luhsantini pejamkan mata, ngeri membayangkan apa yang sesaat lagi bakal terjadi.
Nenek muka kuning hanya tegak berdiri tertawa-tawa lalu kentut. Kalau dulu sebelumnya dia tidak ingin melihat ada yang mengganggu apa lagi sampai mencelakai Wiro, saat itu dia seperti tidak perduli. Jelas nenek satu ini ada kelainan dalam otaknya. Lakasipo yang berada dalam jaring satunya tersentak kaget. Dia masih mampu berteriak.
"Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab! Jangan bunuh dia! Dia saudaraku!"
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tidak perduli. Amarah dan dendam kesumatnya terhadap Wiro yang hanya bisa pupus dengan kematian pemuda itu tak bisa dihentikan. Kaki kanannya menderu!
Sesaat lagi kepala murid Sinto Gendeng akan hancur dilanda injakan kaki kanan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tiba-tiba sesiur angin sangat dingin menerpa, membabat ke arah kaki kiri Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Bersamaan dengan itu udara dipenuhi kabut tipis berwarna kebiruan.
Kuda-kuda kaki kiri Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab sama kokohnya dengan sebuah tiang batu yang menancap di tanah. Tidak mudah untuk menggoyang, apa lagi menggeser dan membuatnya mental. Tapi saat itu sambaran angin dingin tidak kuasa ditahan si kakek. Kaki kirinya seperti disusupi ratusan jarum yang menebar hawa dingin sampai ke tulang-tulangnya.
Tubuh si kakek terhuyung. Kuda-kuda kaki kirinya tak sanggup bertahan menopang tubuhnya. Akibatnya injakan kaki kanannya pada kepala Wiro bukan saja tidak menemui sasaran malah saat itu tubuhnya ikut tersapu seperti diterjang badai. Sebelum celaka kakek ini dengan cepat melesat ke udara. Dari atas dia membentak keras dan hantamkan tangan kanannya ke arah dari mana tadi datangnya sambaran angin dingin.
"Wusss!" Serangkum sinar putih berkiblat. Didepan sana satu sosok tubuh aneh kelihatan berkelebat dengan cepatdalam gerakan berputar seperti gasing.
"Bummm!"
Pukulan tangan kosong yang dilancarkan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab menghantam tanah, mengeluarkan suara berdentum, meninggalkan satu lobang besar. Begitu tanah dan pasir yang beterbangan ke udara luruh ke bawah dan pemandangan terang kembali, terkejutlah Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab melihat siapa yang tegak di depan sana.
"Sahabatku Lasedayu! Hantu Langit Terjungkir!" si kakek menegur lantang. "Sungguh pertemuan tidak terduga! Berbilang tahun kita tidak pernah berjumpa! Begitu muncul mengapa kau melakukan perbuatan tercela? Menyerangku untuk membela makhluk biadab penuh sejuta dosa?! Apakah persahabatan kita yang puluhan tahun di masa silam tidak ada artinya sama sekali bagimu?!"
Orang yang barusan datang dan menghalangi serangan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab memang adalah kakek aneh yang mempergunakan dua tangan sebagai kaki, bernama Lasedayu alias Hantu Langit Terjungkir. Orang tua yang rambut putih, kumis dan janggutnya menjulai awut-awutan tidak segera menjawab teguran orang, melainkan lebih dulu melirik pada nenek muka kuning.
Merasa dirinya diperhatikan, setengah menggerutu setengah berpikir nenek berjuluk Hantu Selaksa Angin ini berkata dalam hati. "Huh! Dia lagi! Si Ikan Asap! Kakek yang suka meniru-niru kentutku! Dulu kucari tidak bertemu, sekarang unjukkan tampang! Ah, aku kesal padanya. Dulu aku ingin menyelidik siapa dirinya. Tapi kini buat apa? Wahai genitnya pakai melirik diriku segala! Tidak tahu di buruk rupa. Berdiripun tidak karuan! Hidup menyungsang terbalik! Jangan-jangan dia makan lewat pantat dan buang hajat melalui mulut! Hik hik hik!"
"Butt… prettt!" Nenek muka kuning lantas pancarkan kentutnya. Dalam Episode sebelumnya Hantu Santet Laknat dituturkan bagaimana Hantu Selaksa Angin berusaha mengejar Hantu Langit Terjungkir karena ada sesuatu ucapan si kakek yakni 'ikan asap' atau 'ikan pindang' yang membuatnya jadi ingin tahu siapa sebenarnya kakek itu.
Sementara itu Hantu Langit Terjungkir sendiri lari mengejar Hantu Bara Kaliatus karena tertarik pada tanda bunga dalam lingkaran yang ada di belakang lengan kanan lelaki itu.
"Sahabatku Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab! Aku gembira dengan pertemuan ini! Apa lagi Lawungu pun kulihat ada di sebelah sana. Tapi keadaan membuat kita jadi merasa saling tidak enak! Wahai, bukan maksudku berlancang diri mencampuri urusanmu! Apa lagi menyerangmu! Aku hanya ingin membalas sedikit budi yang pernah ditanam pemuda dari negeri seribu dua ratus tahun mendalang itu. Dulu dia dan teman-temannya pernah menyelamatkan jiwaku dari tangan maut makhluk api Lamanyala. Hari ini biarlah aku membayar lunas hutang piutang diantara kami!"
"Kau membalas budi katamu! Kau membayar hutang piutang katamu! Tapi kau mengecewakan sahabat sendiri yang sudah kau kenal puluhan tahun, sesakit sependeritaan!"
"Harap maafkan diriku wahai sahabat!" kata Hantu Langit Terjungkir.
"Kurasa pinta maafmu tak ada gunanya! Tahukah dosa besar apa yang telah diperbuat pemuda keparat itu? Dia telah memperkosa dua cucuku!"
Hantu Langit Terjungkir tersentak kaget dan pelototkan mata memandang pada Pendekar 212 yang saat itu tengah dengan susah payah akhirnya bisa berdiri walau terbungkuk-bungkuk menahan sakit di dada.
"Dua cucumu…" mengulang Hantu Langit Terjungkir. "Maksudmu Luhkemboja dan Luhkenanga?!"
"Bagus kau masih ingat nama dua gadis itu! Tapi sekarang mereka hidup dalam sejuta derita sejuta malu! Akibat perbuatan keji orang yang barusan kau tolong itu!"
Hantu Langit Terjungkir geleng-gelengkan kepala. "Maksudku baik, ternyata aku telah melakukan kekeliruan besar. Kalau begitu sebagai penebus kesalahan biarlah aku mewakilimu menghukum pemuda terkutuk ini!" Habis berkata begitu Hantu Langit Terjungkir alias Lasedayu gerakkan kaki kanannya.
"Wuutttt!"
Selarik angin memancarkan cahayakebiruan dan menebar hawa dinginluar biasa menghantam ke arah Pendekar 212 Wiro Sableng. Pemuda ini cepat jatuhkan diri ke tanah. Serangan maut Hantu Langit Terjungkir menghantam sebatang pohon yang tumbuh dikelilingi serumpunan semak belukar. Pohon ini hancur berantakan di bagian tengahnya lalu menggemuruh tumbang. Semak belukar berserabutan dan mental ke udara! Sebelum Hantu Langit Terjungkir kembali menghantam, Wiro cepat bangkit dan berteriak.
"Kakek bernama Lasedayu!" Wiro membuka mulut. "Tuduhan orang tua sahabatmu itu tidak benar! Dusta dan fitnah! Aku tidak pernah merusak kehormatan dua gadis itu. Malah mereka yang menipuku, mereka juga merampas sebuah tongkat batu biru! Aku bersumpah tidak melakukan kekejian itu terhadap cucunya!"
"Kau bersumpah pada siapa?!" ejek Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. "Kau orang asing di negeri ini! Dewa tidak akan mendengar sumpahmu!" Habis berkata begitu orang tua ini memandang ke arah Hantu Langit Terjungkir dan berkata.
"Lihat! Kau dengar sendiri bagaimana dia pandai bersilat lidah! Betapa pandainya dia memutar balik kenyataan! Sebelum merusak kehormatan dan menganiaya dua cucuku, dia juga telah merusak kehormatan seorang gadis bernama Luhjelita!"
Rahang Hantu Langit Terjungkir menggembung. Matanya memancarkan sinar aneh. Tampangnya yang sebagian terlindung oleh juntaian rambut putih kelihatan membesi mengerikan.
"Biar aku membunuhnya saat ini juga!"
"Tidak!" kata Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. "Dia harus mati di tanganku!"
"Kalau begitu, agar aku tidak melakukan kesalahan lagi dan dianggap mencampuri urusan orang, biar aku segera meninggalkan tempat ini! Aku masih banyak urusan yang terbengkalai, perlu diselesaikan! Sekali lagi aku mohon maaf wahai sahabatku!"
"Kek! Jangan pergi dulu!" Wiro berseru. "Kesalahpahaman ini harus diselesaikan!"
Hantu Langit Terjungkir singkapkan rambutnya yang menutupi mata lalu memandang pada Wiro dengan pandangan buas, seperti hendak menerkam.
"Kau selesaikanlah kesalahpahaman itu dengan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Bukan denganku…"
"Kakek Lasedayu!" Lakasipo yang berada di dalam jaring ikut memanggil. "Jangan pergi, kami perlu pertolonganmu!"
Hantu Langit Terjungkir hentikan gerakannya melangkah. "Eh, suara itu. Bukankah itu suaranya…?" Si kakek putar dua tangannya. "Tadi aku melihat ada dua orang dalam jala. Apa salah satu dari mereka yang barusan memanggilku?"
"Aku disini Kek. Aku Lakasipo!"
"Lakasipo!" Hantu Langit Terjungkir ucapkan nama itu dengan suara bergetar. Sekali dia melesat, sosoknya sudah berada di samping jaring di mana Lakasipo mendekam.
"Apa yang terjadi dengan dirimu…?"
"Nanti aku ceritakan. Kau bisa menolong aku dan kerabatku bernama Luhsantini ini?"
Hantu Langit Terjungkir melirik pada sosok Luhsantini yang ada di dalam jaring tergantung pada sisi lain kuda hitam berkaki enam.
"Perempuan muda itu… Namanya Luhsantini?"
"Betul Kek…"
"Wahai perempuan…" kata Hantu Langit Terjungkir sambil melangkah ke samping kuda dimana sosok Luhsantini tergantung dalam jaring api biru. "Benar kau bernama Luhsantini?"
"Benar Kek. Kau… apakah kau bisa menolong mengeluarkan diriku dan Lakasipo dari dalam jaring ini?"
"Bukankah, bukankah kau istri Hantu Bara Kaliatus alias Latandai…?"
Walau dia memang pernah jadi istri Hantu Bara Kaliatus tapi Luhsantini tidak mau menjawab. "Kek, lekas kau tolong kami berdua…"
Hantu Langit Terjungkir usap wajah tuanya berkali-kali. Tiba-tiba tubuhnya melesat ke atas punggung kuda hitam raksasa berkaki enam. Sekali dia menggebuk pinggul binatang itu, Laekakienam meringkik keras lalu menghambur lari meninggalkan tempat itu, membawa si kakek serta Lakasipo dan Luhsantini yang berada dalam jaring api biru.
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab berpaling pada Pendekar 212 Wiro Sableng. Sambil menyeringai kakek ini berkata. "Sekarang tak ada lagi yang akan menolongmu!"
"Kau mau membunuhku silahkan! Jangan kira aku akan tinggal diam!" kata Wiro bersikap menantang.
Mendengar ucapan Wiro Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab menyeringai. Tapi dalam hati dia berkata. "Makhluk dari negeri asing ini. Aku lihat sendiri dua kali dia menyemburkan darah segar. Kalau dalam keadaan terluka parah di dalam dia masih berani menantangku, berarti mungkin dia masih memiliki ilmu kepandaian yang jadi andalan!"
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab angkat tangan kanannya ke atas. Lengan jubahnya merosot ke bawah. Kelihatanlah tangannya yang lebat ditumbuhi bulu. Dia maju selangkah demi selangkah. Pendekar 212 menunggu dengan tenang. Saat itu diam-diam dia telah menyiapkan hawa sakti dalam tubuhnya untuk mengeluarkan ilmu Sepasang Pedang Dewa.
Seperti diketahui ilmu Sepasang Pedang Dewa bukanlah ilmu yang bisa dikeluarkan secara sembarangan. Ilmu yang didapat Wiro dari Datuk Rao Basaluang Ameh ini hanya boleh dikeluarkan dua kali dalam kurun waktu 360 hari. Jika saat itu dia akan mengeluarkan ilmu tersebut demi menyelamatkan dirinya yang dalam keadaan terluka parah maka berarti selama di Negeri Latanahsilam dia telah dua kali mengeluarkannya.
Tangan kanan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab semakin tinggi ke atas. Dari pangkal jubah putihnya mengepul asap kelabu. Tiba-tiba ketika dia siap untuk melancarkan pukulan, di belakang sana terdengar pekik Lawungu. Lalu bayangan ungu berkelebat di hadapan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
"Lawungu! Kau minta mati dihantam pukulan Menara Mayat Meminta Nyawa." menghardik Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Kalau dia tidak cepat menarik pulang tangan kanannya, hampir-hampir dia mencelakai sahabatnya itu sendiri.
"Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab, lekas tinggalkan tempat ini…"
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab hendak menghardik mendengar ucapan sahabatnya itu. Tapi ketika dilihatnya wajah Lawungu akhirnya dia berkata dengan suara bergetar.
"Mukamu kulihat pucat! Tadi kudengar kau menjerit di belakang sana? Ada apa?!"
"Anak kecil berambut kaku itu…"
"Ada apa dengan anak keparat itu?!"
"Di dadanya aku lihat menyembul bayangan kepala Naga Hantu Dari Langit Ke Tujuh!"
Berubahlah paras Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. "Kau jangan mengada-ada, Lawungu!"
"Aku tidak mengada-ada! Tidak mengarang cerita! Aku saksikan sendiri! Ingat berita yang pernah kita dengar dan bersumber dari Hantu Tangan Empat sewaktu dia berada di tanah Jawa beberapa waktu lalu?"
Berubahlah air muka Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Otak di atas kepalanya berdenyut cepat. "Kalau yang kau lihat itu betul Naga Hantu Dari Langit KeTujuh, aku rasa aku bisa menghancurkannya dengan pukulan sakti Menara Mayat Minta Nyawa!"
"Jangan mempertaruhkan nyawa! Aku masih percaya tidak ada satu kekuatanpun bisa menahan kesaktian makhluk satu itu. Aku akan segera tinggalkan tempat ini.Terserah padamu…"
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab melirik ke arah pohon dimana Naga Kuning dan Si Setan Ngompol masih terjerat lengket. "Kau tidak bergurau wahai sahabatku Lawungu?!" tanya Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
"Soal nyawa mana berani aku bergurau!”
"Kalau begitu baik. Kita segera pergi dari sini. Tapi pemuda asing ini harus aku bawa serta! Akan kubunuh di tengah jalan!"
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab segera turunkan tangan kanannya. Tangan itu kini diletakkan di atas otak yang bertengger di batok kepalanya. Lalu kini ganti tangan kirinya yang diangkat. Tiba-tiba tangan kiri itu dipukulkan ke arah Wiro.
Malangnya saat itu murid Sinto Gendeng berada dalam keadaan agak lengah. Serangkum angin menerpa ke arahnya. Saat itu juga sekujur tubuh Pendekar 212 menjadi kaku tegang. Mulutnyapun tak bisa bersuara! Lalu Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab panggul tubuh pemuda itu di bahu kanannya. Sekali berkelebat dia sudah melesat tiga tombak.
"Sahabatku!" berkata Lawungu. "Kau mau menuju kemana terserah padamu. Aku masih ada keperluan lain. Aku harus mencari musuh besarku Hantu Santet Laknat! Kita berpisah di sini…"
"Aku sangat kecewa kau tidak mau seperjalanan menemaniku!" sahut Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
Lalu tanpa banyak bicara lagi dia berkelebat kearah tenggara. Di langit sinar sang surya mulai memudar memasuki ambang sore.
DELAPAN
Apa yang membuat Lawungu marah setengah mati? Siapa yang telah berani merabai aurat terlarangnya hingga dia gagal membunuh Si Setan Ngompol? Lalu apa pula yang kemudian terjadi dan membuat Lawungu serta Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab meninggalkan tempat tersebut dengan dihantui rasa takut?
Di hadapan Lawungu saat itu tegak seorang aneh yang mukanya tertutup pupur tebal seronok. Dua alisnya diberi pewarna sangat hitam, mencuat ke atas lalu bergelung ke bawah dimasing-masing ujung. Bibir diselimuti gincu merah mencorong. Pipi selain dilapis bedak tebal juga diberi merah-rnerah.
Orang ini memiliki rambut keriting panjang, menjulai sampai sebahu. Pada telinga kiri kanan bergelantung dua buah giwang besar. Pada salah satu kuping hidungnya melekat sebuah subang bermata berkilat. Pakaiannya sebentuk jubah berbunga-bunga.
Walau dia berdandan seperti perempuan dan memperlihatkan sikap lemah gemulai, tidak henti menyunggingkan senyum serta selalu mematik-matik merapikan rambutnya namun dari bentuk tubuh dan suaranya jelas dia adalah seorang lelaki. Orang ini mengerling sekilas pada Si Setan Ngompol dan kedipkan matanya. Lalu dia berpaling pada Lawungu dan sunggingkan senyum genit.
"Dajal terkutuk! Kau rupanya!" bentak Lawungu yang bukan saja marah besar tapi juga sangat muak.
"Wahai! Jangan mengatakan aku dajal. Jangan menyebut diriku terkutuk! Apakah kau tidak tahu aku bisa memberikan sejuta kenikmatan pada dirimu?!"
Orang berpupur tebal yang dikenal dengan julukan Si Betina Bercula itu lalu tertawa cekikikan. Membuat Lawungu semakin menggelegak amarahnya.
"Lekas kau menyingkir dari sini! Atau kuhabisi kau lebih dulu! Atau kau mati berbarengan dengan kakek bau pesing yang katamu kekasihmu itu?!" Ancam Lawungu.
"Wahai! Jangan bersikap kasar padaku padahal aku bisa memberikan kelembutan padamu. Jangan bicara keras padaku, padahal aku bisa memberikan sesuatu yang empuk padamu! Hik hik hik!"
"Kau memang minta mati!" Lawungu melompat ke hadapan Betina Bercula.
"Tunggu! Tahan! Jangan marah dulu!" seru Betina Bercula. "Aku tidak bicara dusta! Jika kau tidak percaya kenikmatan apa yang bisa kuberikan, silahkan tanya lebih dulu pada kekasihku si mata juling dan telinga lebar itu!" Betina bercula goyangkan pinggulnya, geliatkan dadanya yang besar lalu menunjuk ke arah Si Setan Ngompol.
Mengenai Si Betina Bercula ini harap baca Episode berjudul Hantu Muka Dua
Lawungu tidak dapat menahan diri lagi. Sekali tangan kanannya bergerak maka satu jotosan keras menderu ke wajah Betina Bercula. Walau berpenampilan lemah gemulai dan sebentar-sebentar tersenyum genit ternyata Betina Bercula memiliki gerakan cepat. Sekali dia menggeliat maka kepalanya miring ke kiri.
Begitu serangan Lawungu lewat, Betina Bercula rundukkan kepala dan tangan kanannya tahu-tahu telah menyusup ke bagian bawah perut Lawungu. Kalau orang tua ini tidak cepat melompat ke belakang niscaya auratnya itu sudah kena dipegang orang!
Didahului teriakan marah Lawungu kembali menyerang Betina Bercula. Kali ini dia tidak mau memberi kesempatan lagi. Sosok si kakek lenyap berubah menjadi bayang-bayang. Betina Bercula terpekik kecil. Dia berusaha menahan derasnya arus serangan namun hanya sanggup sampai empat jurus. Dijurus selanjutnya dia mulai terdesak hebat.
"Dari pada celaka lebih baik aku angkat kaki dari sini. Perlu apa aku berlama-lama di sini. Aku kemari untuk mencari pemuda asing bernama Wiro Sableng itu. Kulihat dia ada di sebelah sana dalam keadaan terluka parah. Ada kakek aneh berjubah putih hendak mencelakainya. Bagaimana aku harus menolongnya?! Tololnya aku, mau melibatkan diri dengan kakek jelek satu ini! Tapi… biar aku cari selamat dulu!"
Apa yang ada di benak Betina Bercula rupanya sudah terbaca oleh Lawungu. Si kakek tidak mau memberi kesempatan. Serangannya semakin menggila. Betina Bercula seolah-olah terbungkus. Kemanapun dia bergerak dan mengelak jotosan atau kaki lawan mengepungnya.
"Celaka! Terpaksa aku mengeluarkan ilmu Membakar Gairah Darah Merah!" kata Betina Bercula dalam hati. Lalu lelaki berpenampilan perempuan ini angkat bagian bawah pakaiannya tinggi-tinggi. Ternyata sepasang pahanya lumayan bagus dan putih.
Melihat perbuatan Betina Bercula yang aneh itu mau tak mau Lawungu merasa heran. Dibalik keheranan kakek ini tentu saja bertindak waspada. Saat itulah tiba-tiba diiringi suara tertawa panjang Betina Bercula kibas-kibaskan bagian bawah pakaiannya.
"Wusss! Wusss!"
Gelombang-gelombang angin sejuk lembut dan aneh menderu keluar dari bagian bawah pakaian Betina Bercula. Bau harum semerbak mendadak memenuhi tempat itu, menyelubungi sosok Lawungu.
"Hem, bau apa ini…? Aneh, mengapa mendadak dadaku berdebar. Aliran darahku lebih kencang. Astaga, sekujur tubuhku menjadi hangat. Orang itu… Baru kusadari, ternyata dia cantik sekali. Apakah dia sebenarnya seorang bidadari? Suara tawanya begitu merdu. Senyumnya mengundang diriku. Ah, aku tidak tahan untuk bercumbu dengannya…"
Hawa berbau harum semerbak secara aneh menimbulkan rangsangan nafsu di dalam tubuh Lawungu. Semakin dia menahan semakin keras gejolak darahnya. Kakek ini serta merta hentikan serangannya. Dia tersenyum lalu melangkah maju mendekati Betina Becula yang tegak menunggu sambil membuka dua tangannya dalam sikap siap untuK, merangkul mesra. Padahal rangkulan ini adalah rangkulan yang merupakan rangkulan kematian bagi si kakek.
Inilah ilmu yang disebut Pelukan Mesra Pengantar Kematian. Konon ilmu ini hanya bisa dimiliki oleh orang-orang yang punya kelainan seperti Si Betina Bercula. Begitu tubuh calon korban masuk dalam pelukannya maka Betina Bercula akan merangkulnya erat-erat hingga dia mencapai puncak gairahnya.
Orang yang dirangkul ikut berada dalam rangsangan kenikmatan yang tiada terperikan. Setelah itu tubuhnya akan lemas tak berdaya. Tulang belulang di sekujur tubuhnya remuk dan dia akan menemui kematian secara luar biasa mengenaskan!
Sesaat lagi Lawungu akan tenggelam dalam rangkulan Betina Bercula tiba-tiba Lawungu mendengar suara mengiang dari empat penjuru. "Kerabatku Lawungu, lekas tutup jalan nafasmu dan kencangkan urat di bawah perutmu! Apa kau tidak sadar orang tengah melancarkan serangan maut padamu?!"
Lawungu tersentak kaget. Dia tidak tahu siapa yang barusan mengirimkan ucapan jarak jauh itu, namun dalam kesadaran yang datang mendadak itu dia segera melakukan apa yang dikatakan. Begitu dia menutup jalan pernafasan dan mengerahkan tenaga dalam ke bagian bawah perut serta merta dia melihat orang di depannya yang tadi cantik jelita kembali berubah ke bentuknya semula. Lalu suara tawa merdu lenyap dan bau harum sirna.
"Kekasihku, mari datang mendekat! Tidakkah kau ingin merasakan kebahagiaan tiada taranya dalam pelukan mesraku?!" Betina Bercula maju selangkah mendekati si kakek.
"Makhluk jalang terkutuk! ini bagianmu!" bentak Lawungu. Lalu orang tua ini cepat pukulkan dua tangannya ke depan. Dua larik sinar ungu menderu keluar dari ujung lengan jubah si kakek. Inilah serangan yang bernama Menghimpit Roh Bumi Langit!
Sesuai dengan namanya selain memang ganas, serangan yang dilancarkan Lawungu selama ini sulit dihindari. Karena lawan akan terhimpit di antara 'langit dan bumi' yang tidak memungkinkan lagi kemana dia mau menyelamatkan diri!
"Tua bangka berjubah ungu! Pengecut! Beraninya hanya pada manusia banci!"
Tiba-tiba dari arah pohon besar sebelah sana terdengar suara teriakan. Itulah suara Naga Kuning yang sampai saat itu bersama Si Setan Ngompol masih melekat menempel di batang pohon. Walau dia tidak perdulikan teriakan orang dan tetap meneruskan serangannya namun mau tak mau perhatian Lawungu untuk beberapa saat jadi terganggu. Akibatnya pemusatan daya kekuatan serangannya agak terpengaruh.
Betina Bercula berteriak kaget ketika melihat serangan apa yang hendak melabrak dirinya. Dia tidak menduga kakek lawannya akan sejahat itu. Lelaki yang punya kelainan itu cepat melompat mundur menjauhi lawan. Tetapi terlambat. Dia memang berhasil hindarkan diri dari pukulan yang datang dari arah sebelah kanan, namun waktu sinar ungu yang datang dari arah kiri melabrak dia terlambat mengelak. Pukulan tangan kosong mengandung hawa sakti bercahaya ungu itu mendarat didadanya sebelah kanan!
Betina Bercula menjerit keras. Tubuhnya terpuntir dan mencelat sampai dua tombak. Begitu berusaha bangkit dan melihat dada pakaiannya berubah ungu seperti hangus, kembali dia menjerit dan breett! Betina Bercula cepat merobek dada pakaiannya di bagian kanan untuk memeriksa. Dia menjerit pucat sewaktu melihat bagaimana kulit dadanya di bagian yang terpukul bengkak menghitam kebiruan!
"Tubuhku! Dadaku rusak! Jahat! Jahat sekali! Aku merawat dadaku, menyayang-nyayang bertahun-tahun! Kini rusak sudah! Jahat sekali!" Betina Bercula meraung keras. Darah segar menyembur dari mulutnya. Tubuhnya lalu tersungkur ke tanah tak bergerak lagi. Entah mati entah cuma pingsan.
Lawungu menyeringai puas. Lalu dia berpaling pada Naga Kuning. "Anak malang bermulut besar! Sekarang giliranmu!" Sekali lompat saja Lawungu telah berada di bawah pohon di hadapan Naga Kuning dan Setan Ngompol.
"Lawungu! Kau hendak berbuat apa pada bocah tak berdaya itu?!" Setan Ngompol membentak.
Lawungu jadi marah. "Makhluk buruk bau pesing! Kau seperti tidak sabaran menunggu giliran kematianmu! Biar kuberi kau satu hadiah terlebih dahulu!" Lalu...
"Plaaak!
Satu tamparan melanda pipi kanan Setan Ngompol. Kakek ini mengeluh tinggi. Pipinya yang kena tampar langsung bengkak kemerahan dan dari mulutnya yang luka mengucur darah.
"Benar-benar pengecut! Kau menjatuhkan tangan jahat pada orang tidak berdaya! Kalau kau memang punya nyali lepaskan tanganku dari pohon! Aku menantangmu berkelahi sampai seribu jurus!" Yang berteriak adalah Naga Kuning.
Lawungu tertawa mengekeh. Tangan kanannya diangkat. Dari ujung lengan jubahnya keluar cahaya ungu.
"Astaga! Dia hendak membunuh Naga Kuning dengan pukulan maut itu!" ujar Setan Ngompol dalam hati. Cepat kakek ini berteriak. "Lawungu! Bocah itu tidak punya dosa atau kesalahan besar terhadapmu! Mengapa kau tega hendak membunuhnya?!"
Lawungu tertawa. "Begitu katamu? Biar nanti dia saja yang menjawab dari alam roh! Apa dia punya dosa kesalahan atau tidak!"
Naga Kuning yang saat itu tidak punya daya untuk selamatkan diri karena tangan kanannya masih menancap di dalam pohon tampak pucat dan keluarkan keringat dingin. Dalam keadaan seperti itu tiba-tiba melesat keluar teriakan dari mulut Naga Kuning.
"Gusti Allah!" Aku pasrah menemui ajal kalau ini sudah takdirku! Tapi aku mohon kalau aku sudah mati jadikan aku setan gentayangan! Aku bersumpah untuk membunuh manusia jahat tidak berbudi ini!" Dengan ketabahan luar biasa anak itu menatap tak berkedip ke arah tangan kanan Lawungu yang siap menggeprak kepalanya.
Lawungu tertawa mengekeh. Dia tidak tahu siapa Gusti Allah yang barusan diseru oleh Naga Kuning itu. Malah dia lipat gandakan tenaga dalamnya hingga cahaya ungu yang keluar dari ujung lengannya tampak membersit terang. Hanya sesaat lagi tangan kanan Lawungu akan mendarat di batok kepala Naga Kuning tiba-tiba gerakan kakek ini tertahan.
Dua kakinya mendadak tersurut satu langkah. Sepasang matanya terbelalak ketika menyaksikan bagaimana sosok Naga Kuning tiba-tiba membesar. Wajahnya berubah menjadi wajah seorang kakek. Tapi bukan ini yang membuat Lawungu bergeletar. Dari celah dada pakaian Naga Kuning tiba-tiba menyembul sebuah benda aneh.
Ketika dia lebih memperhatikan ternyata benda itu berupa kepala seekor Naga Kuning bermata merah. Sambil bergerak keluar dari balik pakaian si bocah, makhluk berbentuk naga ini berubah bertambah besar.
"Naga Hantu Dari Langit Ketujuh!" ucap Lawungu dengan suara bergetar lalu mundur lagi dengan wajah bertambah pucat. Kakek ini cepat susun dua tangan di atas kepala. Setengah membungkuk seperti orang melakukan sembah takzim dia berkata. Suaranya gemetar, tengkuknya dingin.
"Wahai aku mohon ampun seribu ampun! Naga Hantu dari Langit Ketujuh, aku tidak tahu engkau menjadi penjaga anak ini! Maaf beribu maaf. Ampun beribu ampun! Izinkan aku mengundurkan diri…"
Selesai berkata begitu Lawungu lalu putar tubuhnya. Semula dia hendak langsung berkelebat tinggalkan tempat itu. Yang ada dibenaknya hanyalah bagaimana mencari selamat. Dia tidak ingat lagi untuk mencari tahu siapa adanya orang yang tadi memberi bisikan melalui ucapan jarak jauh hingga dia selamat dari tangan maut si Betina Bercula. Namun ketika melihat Hantu SejutaTanya Sejuta Jawab yang ada di situ dan siap melepaskan pukulan maut bernama Menara Mayat Meminta Nyawa untuk menghabisi Wiro, Lawungu cepat melompat mendekati sahabatnya ini.
Lalu menceritakan apa yang barusan terjadi. Seperti dituturkan dalam Bab sebelumnya, begitu mendengar keterangan Lawungu tentang makhluk bernama Naga Hantu Dari Langit Ketujuh maka Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab segera saja mengikuti Lawungu tinggalkan tempat itu setelah terlebih dulu membuat Wiro tak berdaya lalu memanggul melarikan sang pendekar di bahunya.
SEMBILAN
Apa yang terjadi? Mengapa Lawungu kelihatan ketakutan. Mohon maaf terampun-ampun lalu mengajak Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab kabur meninggalkan tempat ini? Setan Ngompol ajukan pertanyaan pada Naga Kuning.
Si bocah saat itu tengah memperhatikan ke balik dada pakaian hitamnya. Dia tidak melihat keanehan apa-apa kecuali gambar naga kuning mata merah yang bergelung dan sejak lama memang sudah ada di dadanya.
"Aku tidak tahu pasti. Tapi aku punya satu dugaan," jawab Naga Kuning. "Ingat kejadian di tanah Jawa waktu kita pertama kali bertemu dan berkelahi melawan Hantu Tangan Empat?"
"Aku ingat!" jawab Setan Ngompol. "Waktu itu Hantu Tangan Empat melakukan hal yang sama seperti tadi dilakukan kakek jahat itu. Mereka sama-sama menyebut Naga Hantu Dari Langit Ketujuh! Anak sialan, apakah kau menyimpan satu ilmu kesaktian?"
Naga Kuning tidak segera menjawab. Dia usap dadanya dengan tangan kiri. "Aku tak tahu pasti. Mungkin ada sangkut pautnya dengan gambar jarahan Naga Kuning bermata merah di dadaku ini. Tadi aku merasa dadaku mendadak hangat. Lalu ada sesuatu seperti bergerak keluar. Kalau aku memang punya satu ilmu kesaktian, aku tak pernah menyadari. Apa lagi bagaimana cara mempergunakannya. Dalam dua kejadian yang hampir sama ini, pada saat nyawaku terancam mendadak saja para pembunuhku menjadi ketakutan. Tapi sudahlah, tidak perlu dibicarakan. Kita masih menempel ke pohon celaka ini! Bagaimana kita melepaskan diri? Air kencingmu ternyata tidak mempan! Ilmu kesaktian dan tenaga dalam kita tidak ada daya. Kalau memang ada kesaktian yang terpendam dalam tubuhku, mengapa aku tidak bisa melepas tanganku dari dalam pohon ini?!"
Naga Kuning dan Setan Ngompol memandang berkeliling. Keduanya terkejut ketika menyaksikan bahwa selain si nenek muka kuning Hantu Selaksa Angin, ternyata ditempat itu ada pula dua orang lainnya yang tidak diketahui kapan datangnya. Yang pertama adalah kakek berambut putih panjang, memiliki jidat, hidung dan pipi sama rata.
Dia bukan lain adalah kakek sakti yang dikenal dengan nama Hantu Tangan Empat dan diketahui merupakan kakek dari Peri Angsa Putih yang cantik jelita itu. Kakek sakti inilah yang tadi memberi bisikan pada Lawungu melalui ilmunya yang disebut Empat Penjuru Angin Menebar Suara hingga Lawungu selamat dari rangkulan maut Betina Bercula.
Orang kedua adalah dara cantik berpakaian ungu yang rambutnya digelung. Dia tegak tak jauh dari seekor kura-kura raksasa yang mendekam di satu pedataran kecil. Sudah dapat diterka gadis ini adalah Luhjelita. Tanpa setahu Naga Kuning dan Setan Ngompol, disatu tempat terlindung masih ada orang ke tiga yang sengaja tidak mau memunculkan diri. Dia adalah Luhcinta, gadis cantik bernasib malang yang masih terus berusaha mencari jejak ke dua orang tuanya.
Melihat dua orang yang mereka kenal baik ini tentu saja Naga Kuning dan Setan Ngompol menjadi gembira. Kalau nenek muka kuning Hantu Selaksa Angin tak mau menolong, pasti dua orang itu akan bersedia membantu melepaskan mereka dari pohon.
"Kakek Hantu Tangan Empat!" Naga Kuning yang. pertama sekali berteriak memanggil. "Syukur kau datang! Lekas tolong kami berdua. Kau punya ilmu kepandaian tinggi! Pasti bisa melepaskan tangan kami dari pohon!"
Hantu Tangan Empat melompat ke hadapan Naga Kuning dan Setan Ngompol. Namun untuk sesaat dia hanya tegak sambil memperhatikan dengan pandangan dingin pada dua orang itu.
"Kek, harap kau suka menolong kami!" Kembali Naga Kuning bersuara.
"Aku kemari bukan untuk menolong kalian! Jika menuruti amarahku kalian berdua sudah kuhabisi tadi-tadi! Aku datang mencari kawanmu pemuda bejat bernama Wiro Sableng itu! Tapi sayang, Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab telah lebih dulu membawanya. Tidak apa. Dia mati di tanganku atau di tangan kakek itu sama saja!"
Ucapan si kakek tentu saja membuat kaget Naga Kuning dan Setan Ngompol. "Kek, ada apa kau sampai berkata seperti itu? Bukankah sejak lama kita telah bersahabat dan tahu hati serta sifat perbuatan masing masing?"
"Sikap bersahabat hanya datang dari diriku dan cucuku Peri Angsa Putih! Dari kalian hanya kepalsuan busuk! Tidak lebih dari itu! Sahabatmu Wiro Sableng itu telah menebar noda keji di bumi Negeri Latanahsilam! Dia bukan saja berani merusak kehormatan dua cucu Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab, tapi juga mencemari cucuku Peri Angsa Putih!"
"Kek, jangan-jangan kau sudah termakan fitnah beracun!" kata Naga Kuning pula. "Apa maksudmu dengan ucapan sahabat kami telah mencemari Peri Angsa Putih?"
"Pemuda tidak tahu diri itu jatuh cinta pada cucuku Peri Angsa Putih. Tapi dia hanya bertepuk sebelah tangan. Lalu diluaran dia menebar berita yang bukan-bukan. Memfitnah bahwa cucuku telah melakukan hubungan mesum dengan Hantu Bara Kaliatus! Sungguh perbuatan sesat dan keji!"
"Tidak mungkin… Tidak mungkin Wiro akan berbuat seperti itu," kata Naga Kuning.
Setan Ngompol coba menengahi. "Sahabatku Hantu Tangan Empat…"
"Jangan berani menyebut diriku sahabatmu! Kalian orang-orang dari negeri seribu dua ratus tahun mendatang hanya menimbulkan keonaran dan malapetaka di negeri kami!"
"Aku berani bersumpah sebagaimana Wiro bersumpah. Dia tidak pernah menodai dua cucu Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab!"
"Kakek bau! Kau tahu apa dengan perbuatan pemuda itu! Yang kau tahu cuma kencing!" membentak Hantu Tangan Empat.
"Agaknya ada serombongan orang-orang berhati busuk tengah melancarkan badai fitnah pada diri sahabat kita!" kata Naga Kuning pada Setan Ngompol.
"Aku termasuk dalam rombongan orang-orang berhati busuk penyebar fitnah itu!" tiba-tiba satusuara perempuan bergema dan sesaat kemudian sosok Luhjelita telah berdiri di samping Hantu Tangan Empat.
Naga Kuning dan Setan Ngompol pandangi gadis berwajah cantik bertubuh molek ini penuh heran.
"Luhjelita, apa maksudmu dengan ucapan tadi?" tanya Setan Ngompol.
"Aku datang kemari untuk mencari sahabat kalian bernama Wiro Sableng itu! Aku mcnyirap kabar bahwa dia pernah memberi pengakuan di hadapan beberapa tokoh Negeri Latanahsilam, antaranya Hantu Muka Dua, bahwa dia berhasil memetik kegadisanku di dalam sebuah goa! Bahwa aku mau menyerahkan kehormatanku karena tergila-gila padanya! Dia juga mengatakan bahwa dia tidak bisa menyembunyikan rahasia itu lebih lama karena ada beberapa orang sakti yang melihat kejadian itu. Antaranya Luhkemboja dan Luhkenanga yang kemudian diperkosanya lalu dianiayanya! Tadi aku lihat dia ada disini. Tapi aku terlambat karena dia keburu dilarikan Hantu Sejuta Tanya Hantu Sejuta Jawab! Aku tidak mengerti, sahabatmu itu pernah menolongku dan aku pernah berbagi budi kebaikan dengan dia. Mengapa dia begitu culas menyebar berita yang memalukan diriku?!"
"Luhjelita, agaknya sejak lama ada yang tidak beres dinegeri ini. Jangan sampai berita yang tidak benar mengadu domba kita yang saling bersahabat…" kata Setan Ngompol.
"Betul! Dan ketidak beresan itu terjadi sejak kalian muncul di Negeri ini!" tukas Luhjelita.
"Dengar dulu," kata Setan Ngompol pula. "Sahabatku Wiro seorang pemuda berhati polos. Jika dia sudah menganggap seseorang sahabatnya termasuk dirimu, makadia akan membelamu walau dia harus mengucurkan darah bahkan menyerahkan nyawa! Apa kau percaya begitu saja kalau dia menyebar kabar pengakuan bahwa dia telah melakukan perbuatan mesum denganmu. Apa mungkin dia mempermalukan dirinya sendiri? Apa kau percaya begitu saja akan kabar yang tersebar bahwa dia telah merusak kehormatan Luhkemboja dan Luhkenanga? Apa kau percaya begitu saja kalau yang memberikan kesaksian adalah Hantu Muka Dua yang semua orang di Negeri ini tahu siapa dia adanya!"
"Kakek mata juling! Kau pandai bicara! Memang mungkin tidak bisa percaya begitu saja kalau Hantu Muka Dua yang bicara! Tapi siapa tidak percaya kalau tadi kakek dua gadis itu Mendiri yakni Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab yang bilang begitu! Apa kau mau menyangsikan ucapan tokoh paling utama di Negeri Latanahsilam itu?!"
"Kau harus menyelidiki persoalan ini sampai keakar-akarnya, Luhjelita," kata Naga Kuning.
"Kau tahu apa! Kau masih terlalu kecil untuk menyimak urusan ini! Aku bukan cuma sudah menyelidiki sampai ke akar-akarnya! Tapi aku sudah mencabut sampai ke akar-akarnya! Sahabatmu itu ular kepala sepuluh! Aku juga menyirap kabar bahwa memang betul dia tengah berencana untuk hidup berkumpul dengan Peri Bunda di satu tempat rahasia bernama Puri Kebahagiaan! Pada pertemuan dengan Peri Bunda, Peri Angsa Putih dengan Peri Sesepuh dia berlagak bodoh! Padahal rencana itu memang ada! Hanya sayang menemui kegagalan dengan munculnya Peri Sesepuh!"
Baca Episode berjudul Rahasia Mawar Beracun
Naga Kuning dan Setan Ngompol saling pandang. Si kakek geleng-geleng kepala lalu berkata. "Aku tidak tahu mau mengatakan apa lagi. Aku berani bersumpah memotong lidahku sendiri. Aku yakin sahabatku Wiro tidak melakukan semua kekejian itu. Pasti ada yang menjadi otak biang racun semua fitnah ini!"
"Mungkin saja!" berucap Hantu Tangan Empat. "Mungkin yang jadi biang keladinya adalah Hantu Santet Laknat! Tapi anehnya aku menyirap kabar bahwa sahabatmu itu juga telah bercinta dengan dukun keparat itu! Sungguh memalukan dan menjijikan. Untuk mencari kawan, untuk membungkam mulut orang sampai-sampai dia mau menyerahkan kehormatannya pada nenek jahat itu! Tapi kebusukan mana mungkin dibungkus rapi!"
"Fitnah busuk!" kata Naga Kuning. "Semua fitnah busuk!"
"Kalian semua yang busuk!" hardik Luhjelita.
Setan Ngompol berusaha menahan kencing karena terkejut oleh bentakan Luhjelita tadi. "Anak gadis," kata si kakek ini kemudian. "Maafkan diriku kalau aku bicara yang kurang sedap dihadapan orang banyak. Menurut apa yang aku dengar dari Wiro antara kau dan dua gadis cucu Hantu Muka Dua justru terjadi satu perkara besar. Mengapa sekarang kau kelihatan seperti membela dua gadis yang telah mencemarkan dirimu itu?"
"Urusanku dengan Luhkemboja dan Luhjelita kalian tidak perlu mencampuri membicarakan! Aku tahu apa yang harus aku lakukan terhadap dua gadis liar berperangai aneh itu. Yang aku tidak suka adalah perbuatan sahabat kalian yang menebar berita buruk mengenai diriku di seluruh Negeri Latanahsilam…"
"Apa kau sudah menyelidiki bahwa memang dia yang menyebar berita itu?" tanya Setan Ngompol.
Luhjelita tidak menjawab dan hanya perlihatkan wajah cemberut. Naga Kuning kelihatan cuma senyum-senyum. Sesaat kemudian anak ini membuka mulut.
"Luhjelita, mungkin saat ini pikiranmu sedang kacau. Kalau begitu kurasa tidak sulit bagimu untuk menjawab pertanyaanku ini. Apakah kau mencintai sahabat kami Wiro. Sableng?"
Setan Ngompol sampai terkencing karena kagetnya mendengar pertanyaan Naga Kuning itu. "Apa maksudmu anak sialan ini mengajukan pertanyaan konyol seperti itu?!"
Luhjelita sendiri tampak merah wajahnya. Di tempat persembunyiannya Luhcinta merasakan dadanya berdebar. Lalu kelihatan senyum menyeruak dibibirnya yang merah bagus.
"Pertanyaan anak itu agak kurang ajar. Tapi aku ingin sekali mendengar apa jawaban Luhjelita…"
"Naga Kuning, kalau tidak mengingat persahabatan kita dimasa lalu sudah kutampar sampai robek mulutmu!" sentak Luhjelita.
Naga Kuning kembali tertawa. "Kau tak mau menjawab. Mungkin kau merasa malu karena tadi telah terlanjur menamakan sahabatku itu sebagai ular kepala sepuluh! Padahal sebenarnya kau akan sangat beruntung. Jika Wiro punya sepuluh kepala berarti dia punya sepuluh hidung, sepuluh mata, sepuluh pusar, sepuluh…"
Naga Kuning tidak teruskan ucapannya. Dia menekap mulutnya dengan tangan kiri menahan tawa. Wajah Luhjelita semakin merah. Dan Naga Kuning agaknya tidak berhenti menggoda sampai disitu. Anak ini kembali berkata,
"Dalam soal bercinta, siapa yang tidak memberi tanda atau berkata berterus terang salah-salah bisa kedahuluan oleh orang lain. Mengapa aku bertanya begitu, karena aku juga menyirap kabar di Seantero Negeri Latanahsilam ini. Bahwa kau sebenarnya mencintai sahabat kami itu!"
Luhjelita habis kesabarannya. Dia melangkah besar-besar ke arah Naga Kuning sambil mengangkat tangan, siap untuk menampar anak itu. Tapi... butt! Prett! Suara kentut Hantu Selaksa Angin yang disusul suara tawa cekikikan si nenek membuat sang gadis akhirnya hentikan langkah lalu memutar tubuh dan cepat-cepat berjalan menuju kura-kura coklat mendekam menunggunya.
Di tempatnya mengintai secara diam-diam Luhcinta mengusap wajahnya berulang kali. Dalam hati dia berkata. "Anak itu, ucapannya seperti bergurau. Tapi apa yang dikatakannya paling tidak mendekati kebenaran. Walau gadis tadi tidak menjawab dan kelihatan marah besar tapi aku mempunyai dugaan dia menaruh hati pada Pendekar 212 Wiro Sableng, seperti yang juga terjadi dengan Peri Angsa Putih. Hanya sayang, bagaimana mungkin aku tidak mempercayai ucapan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tadi? Mungkin kejadian di goa antara Wiro dengan Luhjelita masih bisa kuanggap fitnah tidak berdasar. Tapi perbuatannya terhadap Luhkemboja dan Luhkenanga?"
Luhcinta menarik nafas panjang. Untuk beberapa lamanya dia masih duduk termenung berdiam diri di tempat itu. Sesaat kemudian suarahatinya kembali berucap. "Kasih sejati terkadang mau mengalah, melupakan sifat buruk orang yang dikasihi. Tapi jika perbuatannya sejauh dari separah itu bisakah kasih hati ini kupertahankan?"
Tiba-tiba semak belukar di samping kanan Luhcinta bergoyang. Gadis ini cepat bangkit berdiri. Tidak ada yang muncul. Mendadak justru dari sebelah belakangnya ada suara menegur lembut.
"Jika perasaan hati bergejolak terkadang pikiran jernih tak tak sanggup bertahan…"
SEPULUH
Luhcinta cepat balikkan badan. Darahnya tersirap ketika melihat siapa yang tegak di hadapannya. "Kau lagi! Kau masih saja mengikuti diriku!"
Orang yang berdiri di hadapan Luhcinta ternyata adalah sosok berpakaian jerami kering hitam yang mukanya dibalut dengan tanah liat hitam.
"Harap maafkan diriku kalau kehadiranku membuat dirimu terganggu. Tapi pembicaraan kita tempo hari belum selesai. Antara kita masih ada persoalan yang menggantung tanpa kejelasan. Dulu atas permintaanmu aku telah memperlihatkan wajahku yang asli. Padahal sebelumnya aku sudah mempunyai kaul tidak akan memperlihatkan wajahku pada siapapun sebelum rahasia hidupku tersingkap. Aku merasa pasrah karena sangat mengharapkan pertolongan. Sebaliknya saat itu kau berjanji akan memberitahu hal-hal yang menyangkut dirimu. Apakah sekarang saatnya Kau bisa memberitahu padaku?"
"Aku memang pernah berjanji. Tapi saat ini aku belum bisa memberi tahu…" jawab Luhcinta.
Si muka tanah liat kelihatan kecewa. Ini kentara dari cara dia menarik nafas dalam. "Aku tidak akan memaksa. Aku tahu pilihanmu sedang kacau dan hatimu tengah jalan. Bila ada kesempatan lagi, aku akan menemuimu. Aku ingin rahasia yang menyelubungi diriku dan dirimu lekas tersingkap…"
"Menurutmu… Maksudku kau seperti hendak mengatakan bahwa antara kita ada suatu jalinan hubungan tertentu…"
"Aku tidak berani mengatakan begitu selama kau masih menutupi ihwal menyangkut dirimu…" jawab orang bermuka tanah liat.
"Aku tidak akan mengatakan apa-apa lagi padamu. Aku ingin seorang diri di tempat ini…"
Si muka tanah liat yang dikenal dengan julukan Si Penolong Budiman membungkuk hormat. "Kalau itu permintaanmu baiklah. Aku akan pergi…" Dia ulurkan tangannya hendak memegang bahu si gadis tapi cepat ditariknya kembali ketika melihat bagaimana sepasang mata Luhcinta membesar.
"Jangan-jangan orang bermuka tanah liat itu punya niat jahat yang disembunyikan. Aku benar-benar harus berhati-hati terhadapnya… Tapi…" Luhcinta akhirnya hanya bisa gelengkan kepala.
********************
Sesaat setelah Luhjelita meninggalkan tempat itu tadi, Naga Kuning dan Setan Ngompol yang masih menempel di pohon saling pandang lalu memperhatikan berkeliling.
"Tinggal kita berdua di tempat ini," kata Setan Ngompol.
"Bertiga dengan si nenek sinting muka kuning itu. Dia masih duduk mendekam di sana, entah apa yang dipikirkannya!"
Naga Kuning menggoyangkan kepala ke arah sosok Hantu Selaksa Angin yang duduk di atas sebatang pohon kayu kering yang tergeletak di tanah.
"Nek! Dari pada kau melamun mengapa tidak menolong melepaskan kami dari pohon celaka ini?!" Naga Kuning berteriak.
Si nenek angkat kepalanya sendiri tapi kemudian kembali duduk berdiam diri.
"Kurasa dia tidak punya kemampuan menolong kita. Ilmu yang dipergunakan Lawungu untuk membuat kita sampai jadi begini bukan ilmu sembarangan. Agaknya kita bisa terpentang sampai seumur-umur di tempat ini!" Setan Ngompol menghela nafas panjang lalu pancarkan air kencing.
"Nek! Kau pura-pura tidak mendengar atau memang tidak mau menolong kami?!" Naga Kuning berteriak.
"Aku kecewa!" Si nenek berkata.
"Kecewa?! kecewa pada siapa?" tanya Naga Kuning.
"Pada kalian berdua! Lebih-lebih pada sahabat kalian bernama Wiro Sableng itu!"
Naga Kuning menyikut Setan Ngompol lalu berbisik. "Jangan-jangan nenek satu ini sudah jatuh cinta pula pada si geblek Wiro itu!"
"Apa yang kau kecewakan?! Mungkin kau sudah jatuh cinta pula pada sahabat kami itu?!" Naga Kuning lalu bertanya seenaknya.
Si nenek delikkan matanya lalu butt preet! Dia pancarkan kentut dan tertawa cekikikan. "Aku tidak menyangka budi pekerti kalian begitu buruk! Sahabat mu itu telah menodai dua orang gadis lalu menganiayanya…" Si nenek geleng-gelengkan kepala.
"Kalau kau kecewa kami juga kecewa!"
"Eh, mengapa begitu?!"
"Kita bersahabat! Antara sahabat harus saling percaya dan saling tolong menolong! Sungguh tololnya dirimu kalau kau begitu saja mempercayai semua ucapan orang!Lebih tolol lagi karena kau tidak berusaha menolong Wiro dari tangan orang-orang sesat akan sesat pikiran itu! Juga kau bahkan tidak punya niat hendak melepaskan kami dari pohon celaka ini!"
"Aku memang tidak ingin menolong siapa-siapa saat ini!" kata Hantui Selaksa Angin lalu bangkit berdiri.
"Kalau begitu kutuk akan jatuh atas dirimu!" Si nenek delikkan mata. "Eh, kutuk apa maksudmu?!"
"Sahabatku Wiro telah menolongmu. Menyembuhkan penyakit kentutmu! Ketika dia dan kami kawan-kawannya dalam kesulitan kau acuh tidak memandang sebelah mata! Dalam waktu tidak terduga kutuk akan jatuh atas dirimu. Penyakit kentutmu akan kembali lagi! Malah lebih parah karena kentutmu akan disertai bau busuk. Malah mungkin disertai kecipirit!"
"Apa itu kecipirit?!" tanya Hantu Selaksa Angin.
"Mencret!" jawab Setan Ngompol.
"Lebih parah kalau nantinya kau tidak cuma kentut dari pantat tapi dari mulut!" Naga Kuning menyambung.
Si nenek tertawa. "Kau mau menipuku! Menakut-nakuti! Agar aku menolong kalian berdua!"
"Kalau kau tidak mau menolong kami tidak memaksa. Mengapa tidak segera saja kau pergi dari sini?!" ujar Naga Kuning.
"Aku memang sudah mau pergi!" jawab si nenek. Lalu dengan muka cemberut dia melangkah tinggalkan tempat itu.
Setan Ngompol berbisik. "Celaka! Kalau dia benar-benar pergi kita mau jadi apa di tempat ini?"
"Aku tidak yakin nenek sinting itu benar-benar pergi. Dia pasti kembali!" jawab Naga Kuning.
"Kau terlalu yakin! Kau sudah sudah takabur!" gerutu Setan Ngompol.
Tapi apa yang dikatakan Naga Kuning ternyata benar. Sesaat kemudian terdengar suara butt preet! Tak lama sesudah itu muncullah sosok si nenek. Dia menyeringai memandang pada dua orang yang menempel di pohon.
"Aku mau tanya, Memang apa benar ada orang kentut dari mulut?"
"Tidak terhitung! Terutama tua bangka sepertimu karena alur perutmu ke sebelah bawah sudah pada karatan! Jadi kentut memilih jalan ke atas lewat mulut!"
Menjawab Naga Kuning lalu dia berpaling ke jurusan lain agar si nenek tidak lihat dia sedang menahan ketawa geli. Si nenek termenung beberapa lamanya mendengar kata-kata Naga Kuning itu. Hatinya mulai was-was. Dia lalu melangkah lebih dekat.
"Dengar, aku akan menolong kalian berdua. Tapi tidak sahabat kalian bernama Wiro Sableng itu. Dosanya kelewat besar untuk diberi pertolongan. Juga ingat! Kalau nanti setelah menolong ternyata aku benar-benar kentut dari mulut, dengan ilmu kesaktianku aku bisa memindahkan mulutmu ke pantat dan pantatmu ke jidat!"
Naga Kuning tersenyum lalu kedipkan matanya pada Setan Ngompol. "Kau mau menolong kami atau tidak kami tidak perduli! Tidak kau yang menolong pasti nanti ada lain orang berbaik budi menolong kami! Sebentar lagi sore akan segera berganti malam! Kentut dari mulut biasanya mulai kumat begitu sang surya sudah tenggelam!"
"Anak sialan! Jangan kau menakut-nakuti diriku!" Kata si nenek muka kuning.
Tapi saat itu juga dia sudah alirkan hawa sakti ke tangan kanannya. Dengan ilmu kesaktian bernama Menahan Darah Memindah Jazad dengan mudah nenek muka kuning ini melepaskan tangan kanan Naga Kuning yang menancap di batang pohon. Lalu dia ganti menolong Setan Ngompol.
Ternyata ilmu Menahan Darah Memindah Jazad si nenek tukang kentut Sanggup membuyarkan ilmu Menyatu Jazad Dengan Alam yang dipergunakan Lawungu untuk melekatkan tangan Naga Kuning dan Setan Ngompol kebatang pohon. Dua orang ini menarik nafas lega dan usap-usap tangan masing-masing.
"Terima kasih Nek, kau memang sahabat kami yang baik… Kau tahu, setelah menolong kami sekarang kau kelihatan jadi tambah muda!"
"Hai, apa katamu?!" Hantu Selaksa Angin pegang dua pipinya yang kuning kempot. Dia memandang kian kemari seperti mencari tempat untuk berkaca. Nenek otaknya kurang waras ini tidak tahu kalau si bocah lagi-lagi mempermainkannya.
"Aku juga berterima kasih," kata Setan Ngompol pula. "Tapi bagaimana dengan telingaku sebelah kanan. Tempo hari kau terbalik mengembalikannya."
Si nenek pandangi kuping kanan Setan Ngompol. Seperti diceritakan sebelumnya daun telinga si kakek yang lebar ini memang pernah diambilnya sebagai jaminan. Kemudian ketika dikembalikan ternyata entah sengaja entah tidak daun telinga itu dipasang terbalik.
"Kakek bau pesing! Terus terang kau lebih gagah dengan daun telinga kanan terbalik begitu rupa.Lagi pula pengembalian daun telingamu tidak termasuk perjanjian kita tadi! Hik hik hik!" Sambil tertawa cekikikan Hantu Selaksa Angin segera hendak tinggalkan tempat itu.
"Tunggu Nek!" Naga Kuning berkata. "Masih ada satu hal lagi. Dulu antara kita ada perjanjian. Jika kentutmu sudah sembuh atau paling tidak berkurang banyak, kau akan menyerahkan sendok emas sakti Sendok Pemasung Nasib pada kami. Nah kini kami menagih janji!"
Si nenek menyeringai. Dia kerukkan tangan kiri ke balik dada pakaian. Dari balik pakaian dikeluarkannya benda yang dimaksud, yang sejak beberapa waktu yang lalu dijadikannya kalung dan digantungkan di leher.
"Aku memang pernah berjanji. Tapi saat ini aku belum merasa perlu harus mengembalikan. Pertama aku sangat kecewa mendengar bahwa sahabatmu bernama Wiro itu ternyata adalah seorang pemuda biadab kecil. Sebelum terbukti salah benar dirinya sendok emas ini tetap berada padaku. Kalaupun kelak nanti akan kuserahkan, akan kuberikan langsung pada Wiro, bukan pada kalian!"
"But… prett!" si nenek kentut dulu baru memutar badan dan melangkah pergi. Naga Kuning dan Setan Ngompol walau kecewa tak bisa berbuat lain. Mereka hanya bisa memperhatikan kepergian si nenek muka kuning tanpa berkata apa-apa.
"Kita harus mencari Wiro," kata Naga Kuning sesaat kemudian. "Kita pergi sekarang juga. Aku khawatir Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab telah mencelakainya…"
"Wahai kekasihku! Apa kau akan meninggalkanku seorang diri di tempat sepi ini?"
Tiba-tiba terdengar seseorang berucap. Naga Kuning dan Setan Ngompol baru ingat dan berpaling ke arah sosok si Betina Bercula yang sejak tadi tergeletak di tehah.
"Ternyata masih hidup banci kalengan itu…" kata Naga Kuning. Bersama Setan Ngompol dia segera menolong orang ini.
"Kau tak apa apa?" tanya Setan Ngompol.
"Walah, walau tubuhku terasa remuk, tapi mendapat pertolongan darimu rasanya aku barusan menelan obat yang sangat mustajab!" Lalu enak saja Betina Bercula lingkarkan tangannya di pinggang si kakek. "Kakiku masih lemah. Tolong papah diriku berjalan…"
Mata jereng si Setan Ngompol berputar. "Celaka! Ini beban yang tidak mengenakan!"
"Kek, kau harus membantunya berjalan. Kalau perlu menggendongnya. Bukankah tadi dia yang telah menyelamatkan dirimu dari tangan maut Lawungu?"
"Aku tidak meminta digendong! Aku menolong tidak mengharapkan pamrih. Tapi jika hatimu memang sebaik itu mana mungkin aku menolak!" Berkata Betina Bercula.
Lalu enak saja dia naik ke punggung si kakek. Dua kakinya digelungkan ke badan sedang sepasang tangannya merangkul leher Setan Ngompol. Dan celakanya sambil sandarkan pipinya di kepala si kakek, Betina Bercula sesekali usap-usap kuping lebar sebelah kiri Setan Ngompol dengan ujung lidahnya!
"Kalau kau berani menjilat kupingku lagi, kubanting kau ke tanah!" Setan Ngompol berteriak marah. Betina Bercula tersenyum-senyum. Naga Kuning yang mengikuti dari belakang tertawa-tawa tiada henti.
SEBELAS
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab membawa Pendekar 212 ke sebuah lembah kecil dan sunyi. Saat itu udara mulai redup karena ambang sore tak lama lagi akan memasuki senja. Seperti dituturkan sebelumnya, dengan serangkum angin aneh yang keluar dari tangan kirinya Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab telah membuat tubuh Pendekar 212 berada dalam keadaan kaku tak bisa bergerak tak bisa bersuara. Ternyata kakek sakti itu memiliki semacam ilmu totokan tanpa menyentuh.
Di satu tempat Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab hentikan larinya. Sosok Wiro dilemparkannya begitu saja ke tanah hingga berguling-guling dan baru berhenti setelah tertahan sebuah batu besar. Si kakek kemudian melompat ke atas batu itu. Tangan kirinya diangkat ke atas. Serangkum angin menyapu permukaan wajah Pendekar 212. Saat itu juga Wiro merasa tenggorokannya yang sebelumnya seperti tercekik kini menjadi lega. Dia bisa bersuara.Tapi sekujur tubuhnya masih tetap dalam keadaan kaku.
"Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab, apa yang hendak kau katakan padaku?" Wiro ajukan pertanyaan. Tanpa berpaling Hantu Sejuta Tanya Jawab menjawab.
"Kau sudah tahu apa yang bakal terjadi! Mengapa menyusahkan diri dan pikiran bertanya segala!" Kakek ini memandang berkeliling.
"Aku khawatir kau akan kesalahan menjatuhkan tangan," kata Pendekar 212 pula.
Si kakek menyeringai. "Saat ini aku justru tengah memikirkan cara mati bagaimana yang paling enak bagimu! Perbuatan kejimu terhadap dua cucuku harus benar-benar mendapat balasan setimpal!"
"Aku tidak memperkosa Luhkemboja dan Luhkenanga. Juga tidak menganiayanya! Ada orang yang memfitnah!"
"Kau boleh mencari seribu akal seribu upaya! Tapi jangan harap aku bisa percaya!"
"Kau harus tahu! Dua cucumu itu mempunyai kelainan! Mungkin perbuatannya menggagahi anak gadis orang telah menimbulkan dendam kesumat dimana-mana. Lantas ada orang yang membalaskan sakit hati…"
"Kau menuduh orang melakukan fitnah! Padahal kau sendiri saat ini tengah melancarkan fitnah!"
Teriak Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Dalam marahnya kakek ini melompat dari atas batu besar. Kaki kirinya bergerak menendang. Yang dihantam lagi-lagi bagian dada. Murid Sinto Gendeng mengeluh tinggi. Tubuhnya terpental jauh. Darah kembali mengucur dari mulutnya. Dadanya sesak dan berdenyut sakit bukan main.
"Tua bangka jahanam! Kau tak pantas menamakan diri Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab! Kau harus membunuh aku saat ini juga! Jika aku kau biarkan hidup aku bersumpah untuk membalas kekejamanmu ini!"
"Bukkkk!"
Tendangan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab kembali melanda tubuh Wiro. Kali ini bagian punggungnya. Untuk ke dua kalinya Pendekar 212 terlempar jauh. Badannya bergeletar dilanda sakit yang amat sangat. Erangan panjang keluar dari mulutnya.
"Tamat riwayatku…" keluh Wiro dalam hati. Pemandangannya gelap berkunang-kunang.
Tiba-tiba dia merasa sesuatu menindih kepalanya. Dia coba membuka mata lebar-lebar. Ternyata Hantu SejutaTanya Sejuta Jawab meletakkan kaki menginjak kepalanya. Wiro menggeram dan merutuk dalam hati. Seumur hidup rasanya baru kali ini dia dihina diperlakukan begitu rupa. Diinjak kepalanya!
Sambil menginjak kepala Wiro Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab berkata. "Kalau kuturuti kemarahan dendam kesumatku, saat ini juga gampang saja aku meremukkan kepalamu dengan satu injakan. Tapi aku ingin kau tersiksa dulu, sekarat sengsara sebelum menemui ajal!"
Orang tua ini memandang berkeliling. Pandangannya membentur akar-akar gantung sebuah pohon besar. Seringai buruk menyunggingdi mulutnya. Dia berkelebat ke arah pohon. Menarik putus beberapa utas akar gantung. Akar-akar Itu kemudian digulungnya jadi satu membentuk sehelai tali besar sepanjang hampir lima tombak.
"Dia hendak menggantungku!" Wiro memperhatikan dan masih bisa berpikir. Benar saja, sesaat kemudian Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab datang mendekatinya. Semula Wiro menyangka tali dari akar gantung itu hendak dijiratkan ke lehernya. Ternyata si Kakek mengikatkan tali itu pada dua pergelangan kakinya. Berarti Wiro hendak digantung kaki ke atas kepala ke bawah!
"Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab, aku harap kau mau mempergunakan akal sehat pikiran jernih dan hati bersih! Aku sudah bersumpah tidak memperkosa dua cucumu. Aku…"
Ucapan Wiro terputus. Tanpa perduli si kakek menyeretnya ke bawah pohon besar lalu tali yang mengikat kaki Wiro dilemparkannya ke atas cabang besar yang melintang. Ujung tali yang menjulai ke bawah disambarnya dan dipegang erat-erat. Sebelum ujung tali ditariknya Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab memandang menyeringai pada Wiro.
"Pemuda asing! Pembalasan atas semua perbuatan keji biadabmu segera terjadi! Aku puas karena semua dengan tanganku sendiri saat ini aku bisa membalaskan dendam kesumat sakit hati dua orang cucuku!" Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tutup ucapannya dengan menarik kuat-kuat ujung tali yang melintang di atas cabang pohon.
"Rrrrkkkk!"
Seharusnya sosok Pendekar 212 segera tertarik ke atas, tergantung kaki ke atas kepala kebawah. Tapi apa yang terjadi? Saat itu bagaimanapun Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab kerahkan tenaga luar dan dalam, sampai sekujur badannya mandi berkeringat, dia hanya mampu menarik Wiro sampai kepalanya hanya terpisah sejarak setengah jengkal dari tanah!
"Aneh, tubuh pemuda jahanam ini seperti seberat gunung batu! Aku tidak mampu menariknya lebih tinggi! Apa dia mengerahkan kesaktian atau ada orang lain mencampuri urusanku secara licik diam-diam!"
Si kakek memandang berkeliling. Dia tidak melihat siapapun di kawasan lembah kecil dan sunyi itu. Padahal Wiro sendiri saat itu juga merasa heran melihat si kakek tidak mampu menarik dirinya lebih tinggi.
"Jangan-jangan ada Peri atau Dewa yang membantu jahanam ini!" pikir Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Dia kembali memandang berkeliling. Tapi tetap saja dia tidak melihat siapa-siapa.
Tiba-tiba Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab mendengar suara mendesis aneh disertai bergeletarnya tanah yang dipijaknya. Memandang ke depan terkejutlah kakek ini. Tali yang tadi dibuatnya dari akar gantung dan hendak dipakai untuk menggantung Wiro, sedikit demi sedikit berubah menjadi sosok seekor ular hitam.
"Desss!"
Tali akar gantung putus di bagian yang mengikat pergelangan ke dua kaki Pendekar 212. Ujung tali berubah menjadi ekor. Kini keseluruhan tali berubah menjadi seekor ular hitam berkepala besar hampir sepanjang tiga tombak.
"Ilmu hitam jahanam! Siapa takut!" teriak Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Segera dia angkat tangan kanannya, siap menghantam kepala ular dengan pukulan tangan kosong mengandung hawa sakti tinggi. Hampir tangannya menghantam tiba-tiba satu bayangan berkelebat disertai seruan.
"Sahabatku Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab! Kalau cuma ular siluman jejadian ilmu hitam biar akuyang mengurusi!"
Lalu seorang kakek berambut putih, memiliki muka rata sambil tertawa terkekeh sambar leher ular hitam dengan tangan kanannya sedang tangan kiri cepat mencekal buntutnya. Ular besar hitam itu menggeliat-geliat coba lepaskan diri tapi pegangan orang kuat sekali laksana japitan besi!
"Hantu Tangan Empat!" Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab berseru begitu dia mengenali siapaadanya kakek yang barusan menolongnya itu.
Sebenarnya kalaupun kakek itu muncul Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab merasa pasti akan sanggup memukul hancur kepala ular jejadian itu. Untuk tidak menyinggung si penolong Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab menjura memberi hormat seraya berkata.
"Terima kasih kau telah menolongku!"
Hantu tangan Empat hentikan tawanya. Ular dalam cekalannya diangkat tinggi-tinggi ke atas. Lalu seperti membaca mantera dia berseru. "Ilmu hitam kembali ke alam gelap! Binatang jejadian kembali ke alam gaib! Pergi! Jangan berani kembali lagi!"
Habis berkata begitu Hantu Tangan Empat membuat gerakan seperti hendak membanting ular hitam besar itu ke tanah. Tapi tidak terduga sama sekali, binatang itu justru dilemparkannya ke arah Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
Karena tidak mengira, Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab hanya keluarkan seruan keras dan tidak sempat hindarkan diri. Ular hitam panjang itu mendesis keras. Sebelum Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab bisa melakukan sesuatu sosok ular telah menggulung tubuhnya mulai dari leher sampai ke pergelangan kaki! Dia berusaha meronta dan kerahkan tenaga untuk lepaskan diri tapi sia-sia saja. Sekujur tubuhnya terasa dingin membeku.
Sementara itu Kepala ular yang melibatnya bergerak pulang balik di depan wajahnya yang serta merta menjadi pucat pasi. Anehnya binatang ini sama sekali tidak mematuk si kakek. Dalam keadaan bergidik mendelik dan setengah tercekik karena lehernya dilibat ular, Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab berteriak.
"Hantu Tangan Empat! Mengapa kau berlaku jahat terhadapku! Kau rupanya punya ilmu hitam dan sengaja mencelakai diriku! Kau berkhianat terhadap sesama kerabat!"
Pendekar 212 sendiri yang saat itu masih berada dalam keadaan kaku dan tergeletak di bawah pohon besar tidak kurang rasa herannya melihat kemunculan Hantu Tangan Empat serta apa yang dilakukannya.
"Dia menolongku atau bagaimana. Sebelumnya aku menyirapk kabar kakek ini marah besar terhadapku karena aku dianggap telah mencemarkan nama baik cucunya Peri Angsa Putih. Sekarang mengapa dia berpihak menolongku? kuharap saja dia sudah tahu kalau semua kabar itu hanya fitnah jahat semata!"
Namun belum sekejap murid Sinto Gendeng punya dugaan seperti itu terjadilah satu hal yang mengejutkannya. Hantu Tangan Empat keluarkan suara tawa bergelak mendengar kata-kata Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tadi. Sesaat kemudian mendadak suara gelaknya berubah menjadi seperti suara tawa cekikikan perempuan.
Memandang ke depan terbeliaklah sepasang mata Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Otaknya mendenyut kencang dan kepulkan asap putih. Sosok Hantu Tangan Empat perlahan-lahan berubah bentuk. Wajahnya menyusul ikut berubah. Sesaat kemudian lenyaplah Hantu Tangan Empat. Yang tegak sambil tertawa cekikikan itu kini adalah si nenek dukun sakti yang dikenal dengan nama Hantu Santet Laknat!
Perubahan aneh terjadi pula dengan ular hitam panjang yang menggelung sekujur tubuh Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Binatang itu lenyap dan berubah kebentuknya semula yakni seutas tali terbuat dari akar gantung! Walau ular berubah menjadi tali namun tetap saja Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tidak mampu loloskan diri.
"Hantu Santet Laknat Jahanam! Kau akan membayar mahal perbuatanmu ini dengan darah dan nyawamu! Lekas kau lepaskan tali akar pohon yang melibat diriku!"
Hantu Santet Laknat tertawa panjang. Setelah puas mengumbar tawa baru dia membuka mulut. "Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab! Kau orang pandai, cerdik dan sakti!Masakan hanya seutas tali buruk begitu saja kau tidak mampu melepaskan diri! Hik hik hik!"
"Perempuan laknat jahanam!" maki Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. "Pasti kau juga tadi yang membuat tubuh pemuda itu seberat gunung!"
Hantu Santet Laknat tertawa mengekeh. Sebaliknya Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab keluarkan rutukan panjang. Kakek ini kerahkan seluruh tenaga dalamnya. Otot-otot bahu dada dan perut digerakkannya. Lalu ke dua tangannya diregangkan ke samping. Namun jangankan bisa lepas, bergemingpun tidak tali akar gantung yang melibat dirinya! Gagal mencoba lolos dalam keadaanberdiri kini si kakek jatuhkan dirinya ke tanah. Dia berguling kian kemari, berharap tali yang mengikat akan menjadi kendur. Tapi hasilnya tetap nihil.
Hantu Santet Laknat mendongak lalu umbar tertawa panjang. "Akar gantung yang berubah menjadi tali. Tali berubah menjadi ular lalu kembali kepada tali! Tidak mudah bagimu untuk melepas diri!"
"Jahanam! Ucapannya itu adalah mantera ilmu hitam!" kata Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab dalam hati.
Menyadari dengan cara bergulingan tetap saja dia tidak bisa meloloskan diri dari libatan tali, si kakek kembali bangkit berdiri. Begitu berdiri si nenek telah berada di sampingnya. Sambil sunggingkan seringai mengejek Hantu Santet Laknat berkata.
"Kau boleh mencoba segala cara! Kalau tak ada yang menolong jangan harap kau bisa lolos dalam waktu tiga hari! Hik hik hik!"
"Hantu Santet Laknat! Kau akan rasakan pembalasanku!" teriak Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
Hantu Santet Laknat tiba-tiba melompat ke hadapan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Kapak Maut Naga Geni 212 diletakkannya di atas otak si kakek.
"Jika mengingat penganiayaan yang kau lakukan terhadap pemuda itu, ingin aku membelah kepalamu saat ini juga!"
Wajah Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab menjadi putih seperti kain kafan. Dia tahu kehebatan senjata bermata dua yang ada di tangan sinenek. Jika perempuan itu benar-benar melaksanakan niatnya tamatlah riwayatnya. Namun kemudian Hantu Santet Laknat terdengar meneruskan ucapannya.
"Tapi kupikir biar pemuda itu nanti yang akan membalas sendiri perbuatanmu! Hik hik hik! Selamat tinggal kerabatku yang malang! Malam ini kau akan tidur berteman embun dingin dan nyamuk hutan! Mudah-mudahan tidak ada binatang buas berkeliaran dan tersesat ke sini!"
Si nenek selipkankapak sakti di balik pinggang jubahhitamnya. Tanpa perdulikan teriakan dan caci maki Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab dia melangkah mendekati Pendekar 212 Wiro Sableng yang masih tergeletak kaku di bawah pohon besar. Dengan satu gerakan cepatHantu Santet Laknat memanggul Wiro di bahu kirinya.
"Nek, kau mau bawa aku kemana?" tanya Wiro yang jadi kecut merinding jika ingat segala perbuatan si nenek yang sudah-sudah.
"Jangan kau merasa khawatir aku akan berbuat yang tidak-tidak. Kau terluka parah di sebelah dalam. Jika tidak segera diobati kau bisa celaka! Aku akan menolongmu!"
"Nek, aku merasa lebih baik kau membawaku…"
Hantu Santet Laknat tepuk-tepuk pantat Wiro. "Jangan terlalu banyak bicara. Lebih baik kau beristirahat di atas bahuku! Hik hik hik!"
"Tunggu, mengapa kau mau menolongku?!"
"Wahai, pertanyaanmu mengandung kecurigaan. Padahal bukankah di negerimu ada ujar-ujar yang mengatakan Ada ubi ada talas. Ada budi ada balas. Aku hanya ingin mengikuti apa yang dikatakan ujar-ujar itu…"
"Maksudmu?" tanya Wiro lagi.
"Kau sebelumnya telah menyelamatkan diriku. Apa salahnya sekarang aku ganti membalas budimu itu…"
"Tapi aku tidak meminta segala balasan. Aku lebih senang kalau kau…"
"Aku tahu hatimu polos sekali! Itu juga salah satu sebab membuat aku ingin menolongmu," kata Hantu Santet Laknat memotong ucapan Pendekar 212. Sekali berkelebat si nenek telah melesat dua tombak lalu lari ke arah barat dimana tak lama lagi sang surya segera akan tenggelam.
DUA BELAS
Setelah ditinggal si nenek muka kuning Luhkentut alias Hantu Selaksa Angin, Naga Kuning dan Setan Ngompol yang masih ditemani lelaki banci Betina Bercula berusaha mencari Pendekar 212 Wiro Sableng. Tentu saja mereka tidak tahu kemana Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab membawa kabur pemuda itu. Mereka hanya melihat arah lenyapnya si kakek. Ke arah itulah ke dua orang ini coba menyelusuri jejak Wiro.
Sambil berlari sesekali Naga Kuning memandang ke langit. Sebentar lagi sang surya akan segera tenggelam. "Aku khawatir…" kata si bocah.
"Apa yang kau khawatirkan?" tanya Setan Ngompol
"Sahabat kita itu. Jangan-jangan dia sudah dipesiangi oleh Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab!"
Setan Ngompol tak berani menjawab. Sambil lari dia pegangi bagian bawah perutnya. Rasa khawatir membuatnya jadi terdesak kencing. "Naga Kuning, tunggu…" Setan Ngompol tiba-tiba berseru lalu hentikan larinya.
"Ada apa?" tanya Naga Kuning ketika dilihatnya si kakek berdiri diam sambil memegangi daun telinganya sebelah kanan yang dipasang terbalik oleh Hantu Selaksa Angin.
"Aku mendengar suara bising di belakang sana…"
"Telingamu salah pasang! Anginpun kau anggap suara bising!" kata Betina Bercula yang sudah tahu pasal cerita telinga kanan si kakek.
"Tunggu dulu! Yang aku dengar bukan suara angin. Tapi suara orang mengomel memaki terus-terusan…"
Naga Kuning putar tubuhnya, berpaling ke arah berlawanan dari arah lari mereka semula. Setelah memasang telinga beberapa ketika anak ini memandang pada Betina Bercula lalu anggukkan kepala.
"Dia benar. Ada orang memaki panjang pendek di sebelah sana! Kalian mau kita menyelidik?"
Setan Ngompol mengiyakan. Dua orang itu lalu lari ke jurusan dari mana datangnya suara orang memaki. Belum lama berlari, Naga Kuning yang berada di sebelah depan angkat tangan kanannya memberi tanda, lalu menyelinap ke balik serumpunan semak belukar. Begitu Setan Ngompol dan Betina Bercula berada di sampingnya anak ini berbisik.
"Lihat ke depan sana! Seperti aku, kalian pasti tidak percaya pada apa yang kalian saksikan!"
Di sebelah depan sana ke tiga orang itu melihat sosok Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab duduk menjelepok di tanah, bersandar kesebatang pohon. Sekujur tubuhnya dilibat tali besar.
"Apa yang terjadi dengan kakek sialan itu?!" bisik Naga Kuning.
"Siapa yang mengikatnya begitu rupa!" sahut Setan Ngompol. "Sepertinya dia tidak mampu melepaskan diri dari ikatan itu. Di sekitar sini tidak ada siapa-siapa. Kalau dia memang punya musuh, siapa orangnya?"
"Apa yang harus kita lakukan?!" tanya Betina Bercula.
"Kalau aku ingin sekali menjitaki otaknya yang ada di atas kepala itu. Menyusupkan semut rangrang ke balik celananya atau menyumpalkan kotoran babi hutan ke dalam hidungnya! Manusia pandai bijak tapi ternyata otaknya setolol kodok dalam comberan!"
"Kalau aku rasanya ingin mengencingi mulutnya agar dia tahu rasa! Aku memang sudah punya kau untuk melakukan hal itu!" menyahuti Setan Ngompol.
"Bagaimana kalau kita…"
Kakek bermata lebar jereng yang salah satu daun telinganya terbalik itu hentikan ucapannya. Dia memegang lengan Naga Kuning lalu berbisik. "Aku mendengar ada orang mendatangi! Lekas sembunyi!"
Tiga orang itu cepat-cepat rundukkan diri di balik rerumpunan semak belukar. Apa yang dikatakan Setan Ngompol ternyata memang benar. Tak selang berapa lama muncullah seorang kakek berpakaian ungu.
"Lihat siapa yang datang!" bisik Betina Bercula sambil mengorek pantat Setan Ngompol hingga kakek ini terpancar air kencingnya. Hendak marah keadaan tidak mengizinkan. Sebaliknya Betina Bercula senyum-senyum saja melihat tingkah si kakek.
"Sahabatku Lawungu! Syukur kau datang! Lekas tolong diriku!" Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab berseru girang begitu dia melihat siapa yang datang.
Sebelumnya Lawungu dan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab memang berjalan seiring. Tapi disatu tempat mereka berpisah. Lawungu entah kemana sementara Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab membawa Wiro ke lembah kecil itu. Di tengah jalan Lawungu membatalkan niatnya melakukan perjalanan seorang diri. Dia berusaha mencari Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab untuk bergabung kembali. Ketika menemui sang sahabat dalam keadaan seperti ini tentu saja Lawungu jadi terkejut.
"Sahabatku! Apa yang terjadi denganmu! Siapa yang mengikat begini rupa?!" bertanya Lawungu.
"Nanti kuceritakan padamu. Lekas kau buka dulu ikatan tali keparat ini dari tubuhku!" jawab Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
Di balik semak belukar Betina Bercula berbisik. "Kita harus mencegah Lawungu membebaskan kakek geblek itu!" Tangannya kembali hendak menggamit pantat Setan Ngompol.
Tapi si kakek lebih dulu jauhkan diri. Setan Ngompol kemudian berucap. "Lawungu... Lawungu… Ingat apa yang telah kau lakukan padaku? Saat pembalasan tiba! Aku punya kaul ingin mencekoki mulutnya dengan air kencingku! Harus bisa kulakukan saat ini juga!" Kakek ini lalu membisikkan sesuatu dengan cepat pada Naga Kuning.
"Kau mengerti?!" Si bocah mengangguk. "Cepat lakukan! Awas, hati-hati. Ingat, kau harus berada antara Hantu Sejuta Tanyadan Lawungu. Usahakan berdiri dalam satu garis lurus agar kau bisa menutup pandangan Hantu Sejuta Tanya…"
Naga Kuning mengangguk sekali lagi lalu anak ini keluar dari persembunyiannya dan lari menyongsong langkah Lawungu yang tengah berjalan mendekati Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab yang saat itu ada di bawah pohon.
"Hai apa yang kalian bisikkan tadi?" bertanya Betina Bercula. "Jangan-jangan kau mau menyerahkan aku pada kakek berjubah ungu itu sebagai tumbal!"
"Harap kau diam saja. Lihat saja nanti apa yang terjadi. Jika aku perlu bantuanmu jangan bertindak lalai!" jawab Setan Ngompol.
Dua kakek itu tentu saja sama-sama terkejut melihat kemunculan Naga Kuning yang tidak terduga. Naga Kuning bertindak cepat. Sebelum salah seorang dari dua kakek itu berbuat atau mengucapkan sesuatu dia sudah melompat ke hadapan Lawungu sambil membuka kancing-kancing bajunya hingga dadanya tersingkap lebar. Lawungu yang hendak membentak garang menjadi kecut begitu matanya melihat gambar seekor naga kuning bermata merah bergelung di dada Naga Kuning.
"Anak, apa maumu…?" tanya Lawungu.
Ketika menjawab Naga Kuning sengaja besarbesarkan suaranya. "Lawungu, kau mempunyai otak tapi tidak mau berpikir. Kau mempunyai hati tapi tidak menaruh perasaan. Lekas berlutut di hadapanku! Aku Naga Hantu Langit Ketujuh ingin bicara denganmu!"
Lawungu merutuk dalam hati.
"Lawungu! Cepat kau bunuh anak itu!" Tiba-tiba dari bawah pohon sana Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab berteriak.
"Naga Langit Ketujuh cukup bicara satu kali! Kali yang kedua aku akan menyedot darahmu!"
Naga Kuning kembali angkat bicara lalu gerakkan tangan mengusap gambar naga kuning bermata merah di dadanya. Lawungu marah ada kecutpun ada.
"Lawungu! Jangan dengarkan apa yang dikatakan anak keparat itu! Lekas bunuh!" Kembali Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab berteriak.
Lawungu tekan rasa kecutnya, buang kebimbangan yang muncul dalam hatinya. Tangan kanannya dihantamkan ke batok kepala Naga Kuning.
"Lawungu! Awas di belakangmu!" Tiba-tiba terdengar lagi teriakan Hantil Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
Lawungu kaget. Dia mendengar gerakan di belakangnya dan cepat berpaling. Tapi terlambat. Satu totokan melanda urat besar di punggungnya sebelah kanan. Tak ampun lagi kakek ini langsung tertegun kaku. Setan Ngompol tegak berkacak pinggang di hadapan Lawungu. Disampingnya tersenyum genit Betina Bercula.
"Kakek sialan bau pesing! Kau mau melakukan apa?! Awas kalau berani menyentuh diriku!" Membentak Lawungu.
"Siapa tidak berani!" jawab si kakek mata jereng lebar. Dengan dua jari tangan kirinya Setan Ngompol dorong kening Lawungu kuat-kuat. Dalam keadaan kaku Lawungu rebah ke belakang, jatuh tertelentang bergedebukan di tanah!
Setan Ngompol berpaling pada Naga Kuning. "Lakukan tugasmu!"
Naga Kuning menyeringai lalu susun dua tangan di atas kepala seperti hamba sahaya mematuhi perintah tuan besarnya. Naga Kuning melompat ke arah serumpunan semak-belukar. Sesaat kemudian dia kembali membawa patahan ranting sepanjang setengah jengkal. Dengan paksa ranting itu ditunjangkannya ke mulut Lawungu hingga mulut si kakek terbuka lebar tak bisa dikatupkan!
Dalam keadaan seperti itu Lawungu berusaha mengeluarkan ilmunya yang disebut Menyatu Jazad Dengan Alam. Ilmu inilah yang membuat tangan Naga Kuning dan Setan Ngompol melekat lengket kepohon. Dengan cepat si kakek meniup. Tapi Naga Kuning keburu mencekik urat-urat di lehernya hingga dia tidak mampu menggerakkan lidah dan meniup.
Di bawah pohon Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tidak tinggal diam. Dia jatuhkan dirinya ke tanah lalu berguling kencang ke arah Naga Kuning yang tengah mengerjai Lawungu.
"Naga Kuning, awas ada hantu menggelinding hendak membokongmu dari belakang!" Betina Bercula berseru.
"Aku sudah dengar Culcul! Jangan khawatir!" jawab Naga Kuning yang menyebut Betina Bercula dengan panggilan Culcul. Lalu dengan sigap anak ini berbalik sambil tendangkan kaki kanannya.
"Bukkkk!"
Sosok Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab yang menggelinding di tanah terpental dua tombak begitu dadanya dimakan tendangan Naga Kuning. Tubuhnya terhempas ke bawah pohon tempatnya semula. Kakek ini menggigit bibir menahan sakit. Dia tak berani lagi bergerak namun dari mulutnya menyembur caci maki tidak karuan. Naga Kuning mencibir lalu kembali meneruskan pekerjaannya mengerjai Lawungu. Sesaat kemudian sambi! susun dua tangan di atas kepala anak ini berkata.
"Siap Kek! Silahkan dimulai upacara pemberian minuman kehormatan!" Naga Kuning lalu melompat mundur.
Setan Ngompol menyeringai lalu melangkah mendekati Lawungu yang tergeletak di tanah dengan mulut menganga ditunjang ranting kecil. Matanya mendelik ketika melihat Setan Ngompol rorotkan celananya ke bawah.
"Hak… huk… hak… huk…." Hanya suara itu yang bisa dikeluarkan oleh Lawungu dari dalam mulutnya.Lalu seerrrr…!
"Hai! Kalau kau mau mengencingi orang itu mengapa tidak memberitahu padaku! Biar aku tolong memegangi agar jatuhnya air kencingmu tidak meleset!" Berkata Betina Bercula lalu dia ulurkan kepala berusaha melihat ke bagian bawah perut Setan Ngompol.
"Jangan konyol Culcul!" kata Naga Kuning dan cepat menarik tangan lelaki banci itu.
Air kencing kuning kental mengucur masuk ke dalam mulut Lawungu. Kakek ini berusaha menyemburkan tapi tidak bisa. Begitu mulutnya penuh maka gluk…gluk… gluk. Air kencing yang memenuhi mulutnya tak bisa dibendung lagi. Meluncur turun melewati tenggorokannya!
"Asyikkk…. Enak 'kan…? Enak 'kan?!Hangat-hangat pedas!" kata Naga Kuning pula pada Lawungu lalu tertawa gelak-gelak. Betina Bercula ikut tertawa terpingkal-pingkal.
"Aku puas! Ha ha ha! Kaulku kesampaian!" kata Setan Ngompol dan tertawa mengekeh lalu tarik kembali celananya ke atas.
"Kalian berdua! Jahanam terkutuk! Aku bersumpah akan membunuh kalian! Sebelum mati aku akan menyiksa kalian habis-habisan!" teriak Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
"Kakek Sejuta Tolol Sejuta Bodoh!" teriak Naga Kuning. "Kau bersabarlah! Giliranmu segera datang!"
Anak ini membisikkan sesuatu ke telinga Setan Ngompol lalu dia berkelebat lenyap ke balik kerapatan pepohonan di ujung lembah. Tak lama kemudian Naga Kuning kembali. Dia membawa sesuatu yang dibungkus dalam daun talas.
"Apa yang kau dapat?" tanya Setan Ngompol.
"Lumayan banyak Kek," jawab Naga Kuning lalu membuka bungkusan daun talas dan memperlihatkan isinya pada si kakek seraya berkata. "Semut rangrang tujuh ekor. Cacing tanah tiga ekor. Kalajengking dua ekor. Anak kadal dua ekor. Masih ada tikus hutan satu ekor lalu kodok hijau satu ekor… Ayo, Kek, mari kita kerjai kakek satu itu!"
Betina Bercula yang tegak disamping Setan Ngompol merinding menggeliat melihat binatang-binatang dalam bungkusan daun talas itu. Akibatnya kakek itu lagi yang kena dipelukinya karena geli dan ketakutan.
Naga Kuning dan Setan Ngompol diikuti Betina Bercula segera mendekati Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab yang tergeletak di tanah menahan sakit. Dengan ujung batu runcing Setan Ngompol hendak merobek jubah putih si kakek di bagian bawah perut, di antara dua buah tali yang sengaja direnggangkan lebih dulu. Tapi Betina Bercula cepat menyambar batu itu. Sambil tersenyum dia berkata.
"Pekerjaan satu ini aku yang layak melakukan!" Lalu Betina Bercula kedipkan matanya. Setelah itu dia membungkuk. Tangannya kiri kanan meluncur ke bawah perut Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Ditunggu-tunggu dia belum juga merobek pakaian si kakek.
"Hai! Mengapa lama? Dari tadi kau cuma memegang-megang saja!" menegur Naga Kuning.
"Sabar, tenang! Bukan apa-apa. Aku harus mencari tempat yang tepat. Biar mantap pekerjaan kita! Hik hik hik!"
"Laknat terkutuk! Jangan kau berani melakukan itu! Jangan kau…" teriak Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
"Breettt!" Ujung batu lancip di tangan Betina Bercula merobek pakaian Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab di bawah perut. Lalu lelaki banci ini susun dua tangannya di atas kepala dan berkata.
"Naga Kuning, upacara pemberian makanan pada binatang langka yang punya mulut tapi tidak bermata tidak berhidung serta tidak bertelinga siap dilakukan. Silahkan dimulai…! Hik hik hik!"
"Kalian jahanam semua!" teriak Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
Naga Kuning tertawa cekikikan. Semua binatang yang ada dalam bungkusan daun talas lalu dituangkannya ke bagian bawah perut Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab lewat bagian jubah yang telah dirobek Betina Bercula. Tidak menunggu lama. Begitu semut rangrang mulai menggigit dan japitan kalajengking mulai menghunjam jeritan setinggi langit menggeledek keluar dari mulut Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
Naga Kuning dan Betina Bercula tertawa terpingkal pingkal sementara Setan Ngompol sudah mancur air kencingnya. Puas tertawa Naga Kuning berkata.
"Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab, silahkan kau bertanya pada diri sendiri dan menjawab sendiri. Mengapa kejadian seperti ini bisa menimpa dirimu…"
Setan Ngompol lantas menyambungi. "Pasti bukan bundamu yang salah mengandung. Tapi ulah otak dan perbuatanmu yang tidak tahu diri! Ha ha ha…!"
Setan Ngompol memegang lengan Naga Kuning dan Betina Bercula. Ketiga orang ini lalu tinggalkan lembah yang mulai gelap. Di belakang mereka tiada putus-putusnya terdengar suara jeritan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Diseling oleh suara seperti mau muntah yang keluar dari mulut Lawungu.
"Aku tidak dapat membayangkan bagaimana keadaan perabotan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab sehabis diantuk kalajengking, digigit tikus dan kodok serta anak kadal. Hik hik hik!" Naga Kuning tertawa.
"Pasti matang bengkak. Sembab dimana-mana!" kata Setan Ngompol pula.
"Aku tidak mengerti. Apa yang kalian maksud dengan perabotan?" bertanya Betina Bercula.
"Jangan pura-pura tidak tahu!" kata Naga Kuning pula. "Tadi waktu merobek pakaian kakek itu aku melihat tanganmu sengaja berlama-lama memegang kian kemari!"
"Oh, jadi seperti yang aku lihat. Perabotan itu artinya buah terong peot karena lama terjemur! Aku menyesal sempat melihatnya! Hik hik hik!" Betina Bercula tertawa cekikikan.
Naga Kuning dan Setan Ngompol mau tak mau ikut terpingkal-pingkal. Mendadak tawa gelak ke tiga orang itu tersentak lenyap. Di udara satu benda putih menukik dan melayang deras. Lalu segulung sinar berwarna biru berkiblat, menghantam menyapu ke bawah. Kalau beberapa pohon saja patah bertumbangan maka dapat dibayangkan apa yang terjadi dengan Naga Kuning, Setan Ngompol dan Betina Bercula. Ketiganya mental berpelantingan lalu jatuh bergedebukan.
"Gila! Badai apa yang menyerang kita?!" teriak Naga Kuning.
Setan Ngompol tak sanggup keluarkan suara, tertelentang di tanah dan kucurkan kencingnya. Disampingnya Betina Bercula tampak pucat dan rangkulkan tangannya ke pinggang si kakek yang langsung ditepis oleh Setan Ngompol. Perlahan-lahan ke tiga orang itu mencoba bangkit berdiri.
Setengah bangkit mereka sama-sama keluarkan seruan tertahan ketika melihat siapa yang ada di hadapan mereka. Seorang dara cantik jelitaberpakaian putih. Wajahnya tampak bengis. Sepasang matanya yang biru memandang menyorot. Ditangan kanannya ada sehelai selendang berwarna biru, siap hendak dihantamkan kembali!
"Peri Angsa Putih! Kau… kau yang barusan menyerang kami?" Naga Kuning yang pertama sekali bersuara.
"Jangan banyak mulut! Mana sahabat kalian yang bernama Wiro Sableng itu?!"
"Kelihatannya ada kemarahan besar dalam diri Peri itu," bisik Setan Ngompol.
"Kami… kami justru sedang mencarinya," menjelaskan Naga Kuning.
Peri Angsa Putih memandang berkeliling. Matanya membesar ketika memperhatikan Betina Bercula. "Aku tahu, kalian berdusta! Kalian pasti mengetahui dimana dia berada. Tapi tidak apa! Aku pasti akan menemukan pemuda itu! Jika urusanku dengan dia sudah selesai kalian berdua dan juga lelaki berdandan seperti perempuan ini akan menerima bagian!
"Wahai! Apa salah kami!" kata Betina Bercula. "Peri Angsa Putih, katakan apa yang terjadi. Kami lihat kau tengah dilanda amarah besar!"
"Bukan cuma aku! Tapi semua Peri dan Dewa di Negeri Atas Langit!"
Naga Kuning dan Setan Ngompol saling berpandangan. "Apa pasal para Peri dan para Dewa marahmarah?" tanya Naga Kuning.
"Peri Bunda diketahui berada dalam keadaan mengandung!" jawab Peri Angsa Putih dengan suara keras bergetar.
"Astaga…" ucap Naga Kuning.
"Dan diketahui pula bahwa Wiro Sablenglah yang menghamilinya!" Peri Angsa Putih menyambung ucapannya.
"Celaka!" Setan Ngompol berseru sambil pancarkan kencing.
"Gila! bagaimana mungkin!" kata Naga Kuning.
"Peri Angsa Putih, kami…" Si bocah tidak teruskan ucapannya. Sang Peri sudah berkelebat lenyap dari tempat itu.
********************
T A M A T
Episode Selanjutnya: